Halaman:Jemari Laurin Antologi Cerpen Remaja Sumbar.pdf/129

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

hidupku, hidupnya juga. Setiap hari, kecuali minggu, ia berangkat ke kantor, bekerja sebagai seorang sekretaris di sebuah perusahaan. Di waktu yang lain, ia menerima pesanan jahitan dari tetangga-tetangga sekitar. Selalu saja bekerja dan terus bekerja.

Namun, tak sekali pun mama tak sempat membuatkan sarapan untukku. Tak sekali pun ia melewatkan mendongengiku sebelum tidur. Padanya aku menumpahkan segala cerita. Ia yang selalu membelaku ketika aku dijahili orang. Dan, ia juga yang memarahiku ketika aku salah. Ya, ia yang lakukan semua. Semuanya. Barangkali di antara perempuan perkasa itu, mama adalah salah satunya.

Tapi, tetap saja mama adalah mama, bukan papa seutuhnya. Aku rindu dada bidang milik papa, tempat biasanya kepalaku tersandar ketika aku terlelap di gendongannya. Dada itu begitu lapang. Juga dalam. Sesuatu yang tidak mungkin akan ada pada mama. Tidak juga pada lelaki lain. Tidak akan pernah ada.

Suatu pagi, di masa kecil, kutemukan dada itu menghilang. Pagi itu aku bangun lebih awal. Sambil memeluk boneka beruang kecil pemberian papa, aku mencari papa ke kamar tidurnya. Namun, ia tak kutemui di sana. Lalu aku mencarinya ke setiap ruang dan rongga yang ada di dalam rumah. Tetap saja ia tak ada. Papa hilang, pikirku. Aku mulai menangis. Tangis yang membangunkan mama yang sedang tertidur di sofa ruang tengah. Mama tampak sangat lelah. Matanya lebam dan suaranya serak. Sambil tersenyum, mama memeluk dan memintaku untuk berhenti menangis. Mama bilang, papa sudah meninggal. Lalu ia membawaku ke suatu tempat yang jauh, tempat ia mengubur papa. Tempat yang selanjutnya kami ziarahi setiap tahunnya.

Aku kehilangan papa, juga dada itu. Dan, kini ia telah lapuk dimakan tahun. Hanya kenangannya saja yang tak akan pernah lapuk di benakku. Lalu, aku kembali mengingat-ingat dada itu. Mencoba melukiskannya. Lagi dan lagi.

  • * *

117