Halaman:Indonesia Madjalah Kebudajaan Edisi Djanuari-Pebruari-Maret.pdf/117

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

DJAMIL SUHERMAN:

RITJIK HUDJAN PAGI

  HAMPIR tiap pagi untuk beberapa menit aku tegak dimuka kantorku menunggu pintu dibuka. Berdekap tangan seperti patung. Tentu sadja aku tak bisa membudjuk mataku untuk tak melihat pemandangan pagi sepandjang lalulintas djalan dimuka.
  Dalam limabelas menit sadja aku bisa merangkum segala kedjadian pagi itu. Manusia dengan serba tingkahlakunja. Benda2 jang bergerak dan jang diam. Orang2 pemerintah dengan tas dikepit berdjalan dengan lesunja seolah ia berdjalan bukan atas kemauannja sendiri. Seorang pegawai tua dengan topi dikepala jang sudah lusuh dan sebuah map kotor diketiaknja sambil sebentar2 membetulkan katjamata tuanja jang terbuat dari kawat tembaga, seolah katjamata itu tak pernah tepat diatas bidangnja dengan radjinnja menjusuri tepi djalan betjek itu. Sebentar melompat kesana kesitu seperti anak katak, dengan begitu tak menghiraukan apa2 disekelilingnja. Barangkali dalam kepalanja banja tersusun angka2 wadjib jang mesti di-bagi2 kelak pada waktunja, dan barangkali ia berpikir, bahwa angka2 itu bukan ia punja.
 Ada seorang bukan orang Indonesia, dengan sepeda pejot dan sebuah kerandjang dimukanja mengajuh begitu sengsara. Dan akibat kesengsaraan kajuhan itu mulutnja jang tua komat-kamit seperti orang berzikir, scolah mulut itu mengikuti naik turun kajuhan kakinja. Orang matjam ini biasanja termasuk manusia ulet mentjari uang dan barangkali dikepalanja ia menguasai dan memiliki angka jang akan diterimanja kapan sadja. Sepeda pejot itu kelihatan mengerikan. Ia tak sempurna lagi, lampu dan bel tidak. Tapi tentang bel biasa diganti dengan bunji tjuat-tjuit rantainja jang tak berminjak. Orang ini kelihatan puas sepandjang pagi jang aku lihat. Barangkali sudah ditakdirkan Tuhanja untuk djadi manusia begitu. Manusia jang puas dengan keadaan dirinja.
{tab}}Beberapa perempuan dengan laku terbirit mendjindjing kerandjang. Seorang lagi lenggang seenaknja, seolah didunia ini tak ada jang penting selain memperenak lenggang. Ia memakai kain batik baru dengan selendang sutera dan kondenja bulat. Ia lebih banjak memperlihatkan gajanja jang di-buat2 dan gemar memainkan matanja kesamping atau kebelakang daripada memikirkan, apakah benar: ada jang mengagumi atau tidak.
 Orang seperti ini dalam djarak beberapa meter dibelakangnja biasa diikuti laki bertjelana wol imitasi, bergigi emas dan berambut gondrong seperti pelukis.
 Sekali2 ia memperdengarkan batuknja jang sekira bisa didengar orang jang berdjalan dimukanja. Ia berteman laki pendek tapi tampak putjat seperti kurang tidur. Djalannja pengkor seperti orang sakit pantat. Sebentar terdengar ketawanja jang keras antara keduanja alau ia meng-gebuk" pundak temannja seperti geli membajangkan sesuatu dalam tidurnja semalam.
 Orang2 asing berdjalan lurus dan tak me-noleh2. Seolah ia melalui djalannja sendiri. Dan orang2 Indonesia jang kebetulan berpapasan atau kalau ia didahului djalannja kelihatan ketjil dan tak berarti. Orang asing itu berdjalan dengan langkah tetap dan kuat dalam gaja barat jang dojan sport. Dan orang Indonesia itu ber-seok2 dengan kepala tunduk dan langkahnja jang sempit seperti langkah kantjil. Tentu sadja kelihatan begitu kasihan.
 Seorang anakmuda pakai reiben dalam muka jang sempit merosokkan kedua tangannja kesaku tjelananja. Tjelana drill potongan djengki dengan sabuk penub paku. Ia melangkah dengan gaja jang digagahkan dalam tubuhnja jang gepeng kurus. Sebentar2