“Aduh Tia, aku tidak bisa datang ke acara kamu. Habis ayahku, masih di luar kota. Jadi aku tidak bisa meninggalkan Ibu sendiri di rumah,” tuturku.
Diam sejenak. Aku rasa Tia sangat kecewa, Padahal kemarin aku sudah janji akan datang ke acara ulang tahunnya.
“Oh, karena ayah ya, alasannya. Ya sudah, tidak apa.”
Aku lega, akhirnya Tia dapat menerima alasanku. Jujur, aku sendiri sangat ingin hadir dalam acara ulang tahun Tia, tetapi aku tidak sampai hati meninggalkan Ibu sendiri di rumah.
Keesokan paginya, kuhampiri Tia. Aku membawa sebuah kotak yang sudah terbungkus rapi dan diberi pita biru, sesuai dengan warna kesukaannya. Ini sebagai tanda permintaan maafku. Karena tidak bisa hadir ke acaranya.
“Tia, selamat ulang tahun ya. Ini, ada sesuatu untukmu, sembari memberikan kado kepada Tia.
“Terima kasih Cha, aku senang sekali,” ucapnya sambil merangkulku.
“Terimakasihnya kepada ayahku saja, kado ini beliau yang membelikan untukmu.”
Tia semakin senang mendengamya. la makin kagum kepada ayah yang kumiliki. Tidak hanya sayang kepada keluarganya, tetapi juga peduli dengan teman anaknya. Tak henti Tia memuji ayahku. Dan aku pun begitu, bangga memiliki ayah aeperti dia.
Hampir semua teman di sekolahku, tetapi juga peduli dengan teman anaknya. Tak henti Tia memuji ayahku. Aku pun begitu, bangga memiliki ayah seperti dia.
Hampir semua teman di sekolahku, mengetahui cerita ayahku. Karena aku paling senang bercerita tentang ayah dibandingkan ibu. Karena menurutku ayah merupakan sosok yang ideal dalam kehidupan. Dan hampir semua teman di sekolahku mengagumi ayah. Walau tidak pernah sekali pun mereka bertemu langsung dengan ayahku. Tapi
12