A. WAHID SITUMEANG
SADJAK
Tentu bukan kemalasan
sebab ini kemelaratan
karena kita bangsa jang radjin
foja-foja menghamburkan uang
Pun pasti bukan ketololan
sebab ini kebobrokan
karena kita bangsa jang pintar
berkaok-kaok diatas mimbar
Tentu bukan kelemahan
sebab ini kekatjauan
karena kita bangsa jang berani
Bersandiwara. Menipu nurani
Pun pasti bukan kelengahan
sebab malapetaka menimpa negeri
karena kita bangsa jang siap siaga
Memperkaja diri. Merampok milik negara
GOENAWAN MOHAMAD
DIBERANDA INI ANGIN TAK
KEDENGARAN LAGI
Diberanda ini angin tak kedengaran lagi
Langit terlepas. Ruang menunggu malamhari
Kau berkata: Pergilah sebelum malam tiba
Kudengar musim mendesak kearah kita
Dipiano bernjanji baris dari Rub ajat
Diluar detik dan kereta telah berangkat
Sebelum bait pertama. Sebelum selesai kata
Sebelum hari tahu kemana lagi akan tiba
Akupun tahu sepi kita semula
Bersiap ketjewa, bersedih tampa kata-kata
Pohon-pohonpun berbagi dingin diluar djendela
Mengekalkan jang esok mungkin tak ada
1966
WAHJONO M
PETANI DAN DESA
Mengapa mesti begini djalannja
tubuh-tubuh lumpur sudah berserakan
berbulan menggamit sawah-sawah hidjan
hingga terpetiklah buahnja
kaning berbulir-bulir
merata bagi setiap desa
Tiba-tiba topan membahana
sekwintal tiap hektar
harus disimpan dilumbung sana
dikelurahan.
tubuh petani semakin berlumur
demi desa tertjinta
akan segera merekah
Petani lumpur menggamit kubur
hasil kuning berbulir-bulir
terus sadja mengalir
hilang sirna
dikelurahan sana
Mengapa mesti begini djalannja
wadjah desa semakin duka
tubuh lumpur semakin tjair
tiada berbentuk lagi
(Bagi petani-petani
jang tiada berbentuk lagi)
GOENAWAN MOHAMAD
SENDJAPUN DJADI KETJIL,
KOTAPUN DJADI PUTIH
Sendjapun djadi ketjil
Kotapun djadi putih
Disubway
Aku tak tahu saatpun sampai
Ketika berajun musim
Dari sajap langit jang beku
Ketika burung-burung, dirumput dingin
Terhenti mempermainkan waktu
Ketika kita berdiri sunji
Pada dinding biru ini
Menghitung ketidak-pastian dan bahagia
Menunggu seluruh usia
1966
HORISON/79