Halaman:Citra Manusia Dalam Puisi Indonesia Modern 1920-1960.pdf/82

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

dalam masyarakat. Oleh karena itu; perbedaan pandangan mengenai konsep-konsep moral, keadilan sosial, politik, ekonomi, misalnya, akan melahirkan konflik yang pada akhirnya juga akan menimbulkan keresahan sosial.

Dari sejumlah puisi Indonesia tahun 1920—1960 terdapat 14 sajak yang mengungkapkan citra manusia yang resah menghadapi situasi yang ada dalam masyarakat. Patut dicatat, sajak-sajak yang menampilkan citra manusia yang resah terhadap situasi masyarakat itu seluruhnya adalah sajak-sajak yang ditulis setelah masa kemerdekaan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa keresahan yang terungkap dalam sajak-sajak tersebut timbul karena perbedaan pandangan tentang berbagai hal mengenai kehidupan kemasyarakatan, misalnya tentang kehidupan sosial, ekonomi, politik, ataupun moral.

Masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat dan bernegara itu lebih mencuat ke dalam puisi Indonesia setelah kemerdekaan, karena setelah kemerdekaan masalah-masalah yang dihadapi—yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat dan bernegara—semakin kompleks dan rumit sehingga semakin membuka peluang bagi timbulnya perbedaan pandangan dan konflik, termasuk perbedaan pandangan tentang bagaimana seharusnya mengisi kemerdekaan itu. Di antara puisi setelah kemerdekaan yang mengungkapkan citra manusia yang resah itu adalah sajak Ajip Rosidi, "Cari Muatan", yang menggambarkan kemiskinan yang menimpa rakyat kecil:

....

siapa menembus gang menemui kami
memberi kami napas dan itu tak kami siakan
kami berikan apa yang bisa kami berikan
dan malam pucat menyisakan hujan

di warung kami tertawa bersenda-cubitan
sambil mengharap lonjakan tiba-tiba:
"mari!"

sudah mereka rampas sawah dan rumah kami
dan lelaki kami berangkat tak kembali

....

(Cari Muatan, 1959)

Manusia dan Masyarakat

73