— 304 —
tangan Dantes „Selamat tinggal."
„Djangan, djangan meninggalkan akoe. Toeloeng, toeloeng. . . . . . . .!" berseroe Dantes.
„Diam," sahoet Padri itoe „soepaja djangan orang dateng aken memisahken kita orang, kaloe-kaloe obat itoe bisa membri pertoeloengan."
„Baiklah," berkata Dantes, „Pertjajalah ijang kaoe aken djadi semboeh poela. Lagi maskipoen akoe lihat ijang kaoe ada merasa sakit, maka sakit itoe tida begitoe (teks tidak terbaca) doeloe."
„Kaoe ada keliroe anakkoe, akoe tida merasa sakit sanget sebab badankoe soedah koerang kakoeatannja. Kaoe seorang moeda, memang masih ada pengharepan, tapi akoe ijang soedah kake-kake bisa melihat ijang adjalkoe aken dateng. Nah, apa itoe, dia dateng. . .matakoe gelap. . .ingatankoe linjap. . . .mana tanganmoe Dantes. Selamat tinggal!"
Setelah berkata begitoe dengen sekoewat-koewatnja Padri Faria mengangkat kapalanja dan berkata poela:
„Monte Chisto, djangan loepa Monte Christo!"
Laloe kapalanja ija djatohkan poela kaatas bantal. Soenggoeh ngeri melihat Padri Faria sekoetika itoe, matanja terbalik, moeloetnja berloemoer darah dan badannja tida bergerak lagi.
Seperti ijang soedah, maka Dantes menoenggoe waktoenja aken membri obat itoe. Setelah sampe pada waktoenja itoe ija boeka moeloetnja dengen piso dan ditetesken doewa belas tetes dari obat itoe. Ia toenggoe sepoeloeh menit, seperampat djam, setengah djam, tapi Padri Faria tida djoega bergerak. Dengen gemetar dan moekanja bertjoetjoeran keringat Dantes menoenggoe lagi sementara dan setelah itoe ija