Halaman:Balerina Antologi Cerpen Remaja Sumatra Barat.pdf/88

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

barkan pamflet senja dengan segala kegagahan, keelokan, keangkuhan, sampai kebodohannya. Ah, semua itu malah membuatku gila. Terlalu sering pujian tentang laut kuabadikan di kertasku atau pemandangan kerontang tak berbatas yang membuat orang sepertiku jenuh. Aku ingin mencari bahan lain untuk kulukis, seperti kapal karam di tengah lautan, misalnya, atau orang tenggelam meratap pertolongan, atau juga, seorang gadis duduk di batu memandang senja menanti cinta?


Ya, seorang gadis. Pandanganku tertumbuk ke utara, pemandangan laut tak berarti apa-apa dibandingkan seorang gadis yang bergelut dengan sebuah tatapan kosong. Aku iri dengan batu yang diduduki sang gadis dan angin yang membelai wajahnya karena memang, gadis itu begitu bersinar dari kejauhan. Sanggup aku melihat wajah ayunya dari sini meskipun sebuah lamunan mencoba merusak keindahannya.


Akankah kuukir sosoknya di kertasku? Aku masih ragu melukisnya. Jangan-jangan saat setengah perjalanan penaku ia akan beranjak dari sana. Atau, dia akan melihat dan menghampiri lalu mencekik leherku ketika dia tahu bahwa aku sedang mengamati dan melukisnya, seperti publik figur menuntut paparazi karena telah mengabadikan kegiatannya. Kurasa tak mungkin! Khayalanku terlalu luas. Tapi, jika aku bisa melukisnya, lukisan ini mampu mengalahkan segala lukisanku yang lain, yang hanya terpaku pada pemandangan penuh basa-basi. Ataupun, gambar sang kekasih yang setiap perjalanan waktu selalu mengundang sedih. Kekasih yang jauh di mata, tetapi tidak juga pernah dekat di hati. Selalu berusaha menjauh dariku yang sudah tidak berguna lagi di matanya. Padahal, aku sebisa mungkin terus mengenangnya, merindukannya, dan sesekali kurangkai dengan bunga. Tapi, semua itu tidak membuat hatinya tergerak sedikit pun. Lalu aku hanya sanggup mencurahkan perasaanku melalui pena dan kertas. Dan, kembali sendiri.


***

Sejak aku tinggal kembali di Padang, Kota Bingkuang ini, setelah lama merantau ke negeri orang, kesendirian makin akrab bersahabat denganku. Ia berhasil mengoyak-ngoyak


76