Halaman:Balerina Antologi Cerpen Remaja Sumatra Barat.pdf/49

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

membantah semua pernyataan itu walau sebenarnya aku tahu Mia telah menjauhiku tanpa sebab. Namun, akhirnya aku terpengaruh oleh omongan teman-temanku. Dan apa boleh buat, perasaan benci kini telah timbul di hatiku. Yang lebih menyakitkan lagi, Mia lebih dekat dengan Lisa daripada denganku. Hari demi hari kami terlihat tak bersama lagi. Mia sendirian, aku juga sendirian, belum minat untuk bergabung bersama yang lain. Aku menikmati kesendirian itu dengan mengingat kenangan bersama Mia yang selalu diakhiri dengan deraian air mata yang membuat lukaku semakin hari bertambah parah.

Hingga kini rasa benci di hatiku telah melebar terbawa arus emosi. Bagaimana tidak, Mia sama sekali tak menyapaku lagi. Dua minggu lamanya aku berpisah dengan Mia. Hari ini Mia melempar senyum hampa padaku. Kulihat air matanya jatuh lagi. Disertai lambaian tangan untukku. Ini membuatku semakin tak mengerti lagi. Tapi, aku tidak menghiraukan, mengerti atau tidak, yang penting sekarang membalas senyum Mia dan juga melambaikan tangan. Luka apa lagi yang akan Mia torehkan untukku, aku mulai berprasangka buruk padanya. Berdosakah aku?

Esok harinya, aku tak menjumpai Mia. Surat pun takbada kulihat. Bu Wati, wali kelas kami datang dan menyampaikan bahwa Mia dioperasi. Ya! Operasi tumor ganas yang mengidap di tubuhnya. Jantungku seolah-olah tak berdenyut men- dengar berita itu. Dan tubuhku lemas tak berdaya. Aku menangis, tak tahu apa yang haris kuperbuat. Sejam kemudian aku dan rombongan telah berada di rumah sakit,

“Tante....,” aku berlari memeluk mama Mia.

“Rini, Mia....Rin..” kata-katanya tidak begitu jelas karena tangisnya yang keras.

"Kita doain saja agar Mia selamat," Bu Wati mencoba menghibur aku dan Tante Lia, mama Mia.

Dag dig dug jantungku menantikan hasil operasi. Ketika dokter keluar dari ruangan operasi, terlihat raut Wajah yang sedih.

"Maaf, kami tak mampu berbuat apa-apa lagi."

Kami semua menjerit histeris.

"Mia, jangan tinggalkan kami. Kami menyayangimu."

37