Lompat ke isi

Halaman:Balerina Antologi Cerpen Remaja Sumatra Barat.pdf/21

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

sudah sangat memprihatinkan. Padahal, sewaktu zaman merebut kemerdekaan dulu, akulah tempat yang paling indah dan megah, yang merupakan tempat persembunyian dan pengaturan siasat para pejuang dalam berperang. Emosi yang meluap-luap tampak jelas sekali ketika mereka merancang taktik. Hatiku bergairah seakan turut memikirkan siasat bersama mereka. Telingaku nyaring saat ada perintah dari atasan, seakan perintah itu dititahkan kepadaku. Aku tak pernah merasa kesepian karena pemuda-pemuda itu selalu menemaniku. Setiap hari mereka melaksanakan salat, mengaji, belajar silat, dan bercengkerama. Setiap hari pula aku melindungi mereka dari panas menyengat, hujan badai, bahkan dari serangan peluru yang meletus dari senapan Penjajah. Hal itu membuatku merasa sangat dihargai.

Tapi sekarang, apa yang terjadi? Penduduk desa ini tak lagi berbuat demikian walaupun aku tahu ini bukanlah zaman merebut kemerdekaan lagi. Alih-alih untuk salat dan mengaji, mengunjungiku saja mereka tak pernah. Mereka tak peduli, apakah sudah saatnya menunaikan salat fardu, bahkan untuk melaksanakan salat Id pada hari raya saja mereka tak ingin melaksanakannya lagi.

Temanku kini hanyalah Haji Amir. Beliau adalah Pengurisku satu-satunya. Setiap hari ia mengumandangkan azan dengan suara tuanya yang amat merdu, memekik lembut memanggil orang-orang untuk salat. Namun, tak ada yang peduli sehingga setiap salat dirinya rangkap menjadi imam sekaligus sebagai makmum dan hanya ditemani sajadah tua. Hatiku pedih dan teriris melihat peristiwa ini. Tapi, aku kagum dengan ketabahan Haji Amir yang meskipun begitu masih taat dan bersyukur kepada Allah.

Terkadang aku merasa iri kepada rekanku sesama bangunan. Mulai dari mal, bioskop, dan aku paling dengki melihat diskotik yang mampu menggaet dan mengimami para jumaahnya hanya dengan lampu kerlap-kerlip, musik yang bising, narkotika, dan pelacur muda. Aku tak tahan dengan cacian mereka mengenai keadaanku yang katanya sudah tidak memiliki daya tarik lagi dan sebagainya yang membuatku sakit hati, Bukannya mau mengutuk atau apa, aku berharap nasib mereka bisa seperti aku, kesepian.

9