Halaman:Balerina Antologi Cerpen Remaja Sumatra Barat.pdf/125

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

mungkin Bu Andhini butuh itu. Kan, di kampungnya tidak ada. Gelap (he-he-he). Eh, Bu Andhini tadi pakaiannya hitam, lho. Sampai ke ubun-ubunnya hitam semua. Tentunya dari empu kaki, dong! Tapi, kalau tidak salah... waktu mau memberangkatkan Bu Andhini ke peristirahatan terakhirnya, dia pakai baju putih! Tapi, kok, sekarang hitam, ya! Ah, Putri salah lihat kali.

Ibu baru saja keluar dari sumur habis wudu tadi. Terus menghadap padaku, pada jendela, pada elektronik, dan bertanya kepadaku siapa yang datang. Dengan bangga kujawab pertanyaan ibu.

“Bu Andhini, Bu..." kataku spontan. “Maaf, kalau Putri lupa beri tahu Ibu. Habis, Bu Andhini cepat sekali, sih!" kataku masih dengan gaya tadi. Bangga. Ibu hanya cengengesan mendengar penuturanku.

"Kresek, kresek, kresek...," suara bunga di luar membuat Ibu melihatnya.

"Maling...Tolong...Maling...Putri, ini maling.…..Tolong.…...” suara Ibu memecah sunyi.

"Bu, itu Bu Andhini, Bu..." kataku sambil memegang tangan Ibu karena ingin mengejar.

"Hei...magic jar dan lainnya itu, kok, dibawa..."kata ibu sambil menangis.

"Tolong........."

"Bu, mungkin Bu Andhini butuh magic karena di sana tidak ada magic dan dia bawa tv, karena ia ingin menonton... Dia bawa tape recorder...karena butuh hiburan..." Akhirnya, aku pun menjelaskan.

"Ibu meraung sejadi-jadinya melihat Bu Andhini lari...lari...dan lari... sekencang-kencangnya hilang di kegelapan malam.

Ya, Tuhan... sadarkanlah jiwa anakku....

Aku memeluk Ibu. Di dalam kalbunya dia mengucapkan: Semoga Bu Andhini ditangkap polisi dan anakku ternyata memang wkw (wanita kurang waras).

Lho, kok gitu, ya! Tapi... aku tetap bahagia. Surat pertama untuk Bu Andhini telah terkirim. Yess. Dan akan kuusahakan untuk menyusulkan surat berikutnya... berikutnya... dan berikutnya. Ha...ha...ha.…...........

113