Halaman:Balerina Antologi Cerpen Remaja Sumatra Barat.pdf/124

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Ibu baru saja melipat surat itu.

"Putri, Ibu mengerti dan mendukung sekali tentang suratmu pada Bu Andhini. Terus...mengapa tidak kautulis juga tentang program beasiswa. Kan, sebenarnya kamu bisa ngedapetin-nya. Putri..., dua lho sebenarnya yang harus kamu gaet tahun ini. Tapi, itu kendalanya kan cuma nilai bahasa. Nilai bahasamu kan cuma enam," kata Ibu seakan-akan berada di pihakku.

"Nggak, ah, Bu... nanti Bu Andhini tersinggung," kataku tanpa mengedipkan mata sedikit pun.

"Oh, ya, Putri apakah kau yakin, surat ini akan dibaca Bu Andhini?" suara Ibu mantap sekali bertanya kali ini. Mungkin dia ingin bertemu juga dengan Bu Andhini.

"Tentu, Bu..." suaraku memastikan Ibu.

"Kalau begitu..., Ibu ingin wudu dulu, nih! Nanti, kalau Bu Andhini datang...Panggilin Ibu, ya!" kata Ibu sambil berlalu menuju pintu.

Lho, tumben Ibu salat Isya kali ini. Biasanya kan sudah Putri suruh berkali-kali..., tetap aja nggak mau. Mungkin..... Ibu ingin siapkan mental yang cukup... He...he...he.. Memangnya, bisa dengan salat, kalau siapkan mental..., bisa dong!? He...he..he..ucapku dalam hati.

Tiba-tiba....

Tang...ting...suara gelas jatuh dari arah dapur. Aku terkejut...mungkin ini pertanda bahwa Bu Andhini sudah datang. Aku bergegas mengambil surat dan langsung menuju ke pintu terus ke suara bunyi tadi. Eh, amplopku ketinggalan, nih. Amplopnya warna krem, lho, sesuai dengan warna kesukaan Bu Andhini.

“Bu Andhini..." aku berlari mengejar Bu Andhini. Melihatku datang....orang yang kusebut Bu Andhini menoleh.

"Ini surat untuk Ibu. Baca sendiri deh, oleh Ibu," kataku dengan senyum paling manis hari ini. Orang itu mengambil suratku. Lalu bergeser ke arah meja kesayanganku. Kebetulan, di sana ada peralatan elektronik kesayanganku juga. Dan mengambil satu buah tv, satu buah magic jar, dan satu buah tape recorder. Setelah itu, ia berlari menuju jendela.

"Bu...Bu Andhini...Bu Andhini... Peralatan elektronik Putri kok dibawa..." Bu Andhini tak menoleh sedikit pun. Tapi,

112