Halaman:Balerina Antologi Cerpen Remaja Sumatra Barat.pdf/115

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

"Hm..., apa Bibik tahu di mana Raymond sekarang?"

"Tidak, Tuan," Bik Siti menggeleng.

"Dia hanya sekali menemui saya sewaktu mengucapkan ancamannya. Waktu-waktu lainnya dia selalu menyuruh kaki tangannya."

Kemudian Bik Siti menjelaskan tentang Raymond dan kaki tangannya sebanyak yang diketahuinya. Termasuk kendaraan yang sering digunakan Raymond dan kaki tangannya.

Menjelang siang aku kembali ke kantor polisi, berbekal informasi yang diberikan Bik Siti. Tak kusangka informasi yang kuberikan ternyata sangat membantu mereka.

"Raymond ini sekarang mafia. Ia sudah lama buron. Keterangan Bapak Sandi sangat membantu kami, terima kasih," ujar Jenderal Beny saat menerima laporanku.

"Tapi, Pak, saya tak dapat menolong lebih banyak lagi karena saya sendiri tidak tahu di mana Raymond berada saat ini."

"Tak apa-apa, keterangan Bapak ini yang penting. Raymond masih di Jakarta. Jadi, kami dapat membekuknya secepatnya. Kami sudah tahu tempat-tempat persembunyian Raymond di Jakarta ini," kata-kata Jenderal Beny menegangkanku.

"Sudah saatnya, Raymond," ujarku dalam hati.

"Penjara akan menjadi rumahmu.”

Dari kantor polisi, aku langsung ke rumah sakit. Di ujung Bang menuju kamar Doni, aku berpapasan dengan dokter yang menangani Doni.

"Dokter," sapaku. "Bagaimana keadaan Doni, Pak?"

"Jauh lebih baik daripada kemarin. Denyut jantungnya Sudah lebih cepat," dokter itu tersenyum.

"Kelihatannya sangat letih. Oh ya, Anda apanya, Doni?" aku tergagap.

"Oomnya," jawabku tanpa berpikir. Cepat-cepat aku permisi agar tidak ditanya lebih lanjut.

Di kamar Doni, aku jadi berpikir sendiri. "Aku ini apanya Doni, sampai-sampai begitu men-cemaskannya."

"Hhh, tidak mau."

Sebuah suara mengejutkanku. Kulihat tangan Doni

103