Halaman:Antologi Cerita Rakyat Sumatra Barat Kisah Tiga Saudara.pdf/17

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Wajahnya gelisah memandang tebing. Murai coba meredakan.

"Percayalah," ucapnya singkat.

Kemudian, mereka menyatukan beberapa sulur. Di ujungnya, cabang kayu terikat kuat. Rondok mengambil ancang-ancang.

Lemparan pertama gagal. Baru dilemparan ketiga berhasil. Sulur melilit batang kayu dengan sempurna.

Rondok pertama memanjat. Setelah memeriksa batang kayu, ia makin yakin. Bonsu berikutnya. Murai dan Rondok terus memberikan semangat. Saat giliran Murai, ia memanjat dengan ligat.

Batang kayu kedua lebih susah. Namun, Rondok berhasil. la menghentakkan sulur. Bulir batu berjatuhan.

"Perlahan saja, Kak,” kata Murai.

Rondok memanjat lebih hati-hati. Bonsu memejamkan mata ketika memanjat. Ia sampai dengan peluh dingin membasahi tubuh.

Saat Murai setengah jalan, Elang berkulik. Tidak satu, tapi dua. Elang putih dengan tubuh besar. Keduanya terbang mengelilingi batang kayu.

Murai terus memanjat. Elang mulai mendekati dirinya. Batang kayu bergoyang. Bonsu melihat sarang elang di ujung cabang. Ia menyentuh Rondok lalu menunjuk sarang.

"Tahan," teriak Rondok pada Murai. "Jangan buat gerakan berlebihan. Sarang itu bisa jatuh."

Murai melihat ke sarang elang. Pantas, tukas Murai dalam hati. Lalu, ia memandang elang itu. Tanpa sadar, ia berucap, "Kami tak akan menyakiti anak kalian."

Elang mengepakkan sayap. Menahan tubuhnya di udara. la memandang Murai. Matanya berkedip. Lalu, terbang menjauh.

Murai menghembuskan nafas lega. la terus memanjat.

8