Halaman:Antologi Cerita Rakyat Sumatra Barat Kisah Tiga Saudara.pdf/15

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Baru jelang subuh, ketiganya pulas.

Paginya, suara binantang makin riuh. Matahari dari sela daun sampai ke wajah. Panasnya, membuat Rondok terbangun. Sesaat kemudian, Murai dan Bonsu juga terduduk.

Ketiganya saling berpandangan. Dalam hati, sedih tak terkira. Terbuang jauh bukan karena salah mereka. Namun, mereka juga sadar. Terlalu lama bersedih, tiada guna.

Mereka bangun serentak. Masing-masing membagi tugas. Rondok mencari kayu. Murai memasak daging. Sedangkan, Bonsu membantu membereskan alas tidur.

Sesudah makan, mereka berkeliaran. Lebih mengenal hutan. Mereka menemukan sebuah tebing di sebelah timur. Tebing tegak berdiri. Tak ada jalan memutar menuju ke sana.

Mereka melihat mulut goa. Setelah berbincang, mereka memutuskan tak memanjat. Terlalu tinggi. Alat memanjat mereka tak punya.

Kalau di panjat, hanya Rondok yang bisa. Ia sudah dilatih ketangkasan. Namun, Rondok tak mau meninggalkan dua saudaranya.

Akhirnya, mereka memilih ke mata air, Air sejernih itu menimbulkan kesegaran. Ketiganya tertawa-tawa. Melupakan kesedihan untuk sementara.

Begitu yang mereka lakukan setiap hari. Goa tetap dipandangi. Masih memikirkan cara terbaik sampai ke sana. Bagaimana pun mereka butuh tempat berteduh jika hujan.

Sampai akhirnya di hari ketujuh.

Rondok terbangun. Ada suara ranting diinjak. Lalu, suara dengusan. Ia membangunkan Murai dan Bonsu.

Ketiganya duduk merapat. Memandang sekeliling. Perlahan, Murai memasukkan kayu ke unggun.

Api perlahan membesar. Ketiganya kaget. Di hadapan mereka, binatang hutan berbaris berhadapan. Ada harimau, macan, kijang, rusa, ... semuanya.

6