Halaman ini tervalidasi
Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatra Barat
Karya-Karya Harris Effendi Thahar
<td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Cerpen sebagai salah satu bentuk karya sastra dianggap sebagai bacaan yang paling mudah dibaca jika dibandingkan dengan puisi atau drama. Cerpen merupakan bentuk karya sastra yang keberadaan ceritanya relatif tidak terlalu panjang dan dapat dibaca dalam waktu yang relatif singkat. Namun, perwujudan yang relatif pendek itu tidak berarti akan mengurangi nilai sastra yang terkandung di dalamnya (Saptawuryandari,1999:43).
<td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Menyigi eksistensi Harris dalam kesusastraan Indonesia mutakhir, ia tidak bisa dilepaskan dari dunia cerpen. Ia lebih terkenal sebagai penulis cerpen daripada sebagai penulis puisi, penulis cerita anak, maupun sebagai penulis nonfiksi. Sejauh ini, selain terhimpun dalam kumpulan cerpen Kompas, Harris juga menulis di media lain, seperti Media Indonesia, Horison, Haluan, dan Singgalang. Selanjutnya, akan dibahas selintas tentang cerpen-cerpen Harris, baik yang dibukukan maupun tulisan lepas di media lain.
Kumpulan Cerpen Si Padang
<td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Kumpulan Cerpen Si Padang memuat 16 cerpen, di antaranya: “Si Padang”, “Dari Paris”, “Seperti Koin Seratusan”, “Ning”, “Beras Pirang”, “Isi Hati Umar Jotos”, “Jalan Sepanjang Cinta”, “Kacamata Emak”, “Kades Mungkaruddin”, “Layang-Layang Putus di Kala Senja”, “Lukisan Ompi”, “Marni”, “Masnum dan Istrinya”, “Potret Omen”, “Si Malanca”, dan “Suara-suara yang Hilang”. Beberapa cerpen tersebut menghadirkan fenomena sosial yang tentu saja bermula dari lingkungan kehidupan di sekitar, terutama masalah kampung dan rantau.
<td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Cerpen “Si Padang” misalnya, menggambarkan tabiat orang Minangkabau, termasuk para perantaunya. Betapapun miskinnya seorang pemuda Minangkabau di rantau, ia harus tetap berusaha tampil keren. Bila perlu, arlojinya disepuh emas, meskipun ia hanya seorang pelayan rumah makan atau pedagang kaki lima. Gaya “Si Padang”, begitulah orang di luar Minangkabau memanggilnya, rata-rata berperangai sama, mulai dari yang paling kere sampai konglomerat.
<td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Cerita “Si Padang” yang ditulis Harris dilatarbelakangi oleh kondisi sosial yang terjadi di Sumatra Barat saat itu. Pada masa itu sedang heboh-hebohnya pergantian jabatan bupati atau gubernur di Sumatra Barat sehingga banyak orang rantau yang merasa mampu mencalonkan diri. Cerita tentang keberhasilan seseorang di rantau kemudian “dijual” di
76