Halaman:Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatera Barat.pdf/83

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatra Barot

Puisi, cerpen, dan cerbung yang dibacanya. Akan tetapi, lama-kelamaan Harris dituntut teman-temannya agar ikut menulis di koran karena Harris Suka mencela karangan orang lain yang telah dimuat itu sebagai karya yang dangkal dan kurang bermutu. Karena merasa tertantang, diam-diam Harris menulis dengan mesin ketik pinjaman di kantor senat Mahasiswa. Kebetulan Harris mempunyai teman yang bekerja sebagai Wartawan di koran mingguan Singgalang, namanya Makmur Hendrik, Senior Harris dari Jurusan Mesin FKT IKIP. Kemudian, Harris meminta tolong memasukkan cerpen itu ke koran. Namun, sebelum naskah dikirimkan, temannya itu harus membacanya terlebih dahulu. Naskah itu dibaca di hadapan teman-temannya yang lain. Setelah naskah itu dibaca, temannya itu menertawakan tulisannya sehingga Harris menjadi Kesal dan tidak jadi mengirim naskah tersebut melalui Makmur Hendrik. Namun, Harris tidak patah semangat, cerpen tersebut lalu dikirimkannya secara diam-diam ke koran Haluan dan langsung dimuat. Akhirnya, Harris menjadi rajin membuat cerpen dan juga puisi yang diasuh oleh "Papa" Rusli Marzuki Saria.

Setelah cerpen Harris dimuat beberapa kali oleh Haluan dan ia pun sering bertandang ke Haluan. Harris banyak mengenal penulis lain, seperti Darman Moenir, Asneli Luthan (alm.), Hamid Jabar (alm.) yang datang dari Bandung, serta penulis lain yang lebih senior, seperti Syafrial Arifin. Harris sering berdiskusi dengan mereka dan diskusi ringan tersebut diperhatikan oleh sastrawan A.A Navis. A.A Navis kemudian meminta mereka membentuk sebuah kelompok diskusi yang mereka beri nama “Kerikil Tajam”, kelompok tersebut diketuai oleh Darman Moenir. Setelah beberapa kali tulisan Harris dimuat di Haluan, Makmur Hedrik, temannya yang dulu menertawakan karya Harris, memintanya untuk menulis di Singgalang. Namun, ada syarat yang harus dipenuhi yaitu Harris harus menulis cerpennya dalam bahasa Minang, karena ciri-ciri cerita pendek di Singgalang itu bernuansa Minangkabau. Karya-karya Harris pun terbit di Singgalang, antara lain “Berburu di Belantara Jakarta” (1982), “Kartino Tahun 2082” (1983), dan “Silet” (1984). Setelah beberapa lama, akhirnya Singgalang yang semula merupakan surat kabar mingguan, berganti menjadi harian.

Sebelumnya, tahun 1971, Harris pernah menulis di Mingguan Mahasiswa (Dewan Mahasiswa). Waktu itu Haris masih menjadi mahasiswa teknik. Kemudian koran tersebut berubah nama menjadi Tri Darma (1974), lalu berubah menjadi SKK Ganto. Harris mulai dipercaya

71