Halaman:Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatera Barat.pdf/66

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatra Barat

Pekanbaru sejak tahun 1963 sampai dengan tahun 1965.

Pada tahun 1966, situasi politik bangsa sedang kacau, Chairul memutuskan pindah ke Padang. Ketika kembali ke Padang, Chairul menerbitkan sebuah koran bernama Sinar Masa bersama Wan Sjafruddin Idrus. Oleh karena Chairul dianggap sebagai salah seorang penanda tangan Manifes Kebudayaan, ia kembali “mengungsi” ke Pekanbaru. Di sana, Chairul berstatus sebagai wartawan dan menduduki jabatan Kepala Perwakilan Harian Aman Makmur Padang. Ketika aksi Angkatan 66 berlangsung, harian Aman Makmur tidak diizinkan lagi terbit. Harian Aman Makmur merupakan koran pertama tempat Chairul menumpahkan ide-idenya.

Setelah koran tersebut tidak lagi terbit, Chairul Harun memutuskan pulang kampung dan memulai karir sebagai wartawan Angkatan Bersenjata di Padang pada tahun 1967. “Letih” menyandang status sebagai wartawan Angkatan Bersenjata, Chairul bergabung menjadi salah seorang kontributor di Mingguan Singgalang. Pada awal Orde Baru, Mingguan Singgalang memiliki daya tarik dalam penggunaan bahasa dan ruang lingkup Minangkabau. Konon, kehadiran Singgalang dirasakan sebagai pembebasan sekaligus penemuan kembali identitas orang Minangkabau yang terpuruk akibat dihajar pengalaman traumatis pasca-PRRI dan Nasakom. Di koran tersebut, Chairul diserahi sebuah rubrik khusus, yartu rubrik “Iduik Baraka Mati Bariman”, Dalam waktu yang cukup lama, Chairul “menggeliatkan” diri dengan harian Singgalang. Kemudian, is memutuskan untuk berhenti di harian tersebut dan mufai berkiprah di koran Jain.

Ia “diundang” untuk bekerja di surat kabar harian Haluan. Sebagai wartawan, ia memiliki reputasi yang hebat. Dalam usia 29 tahun, ia Sudah diangkat dan dipercayai menjadi Pemimpin Redaksi Harian Haluan ketika surat kabar itu diizinkan lagi terbit pada tahun 1969. Harian Haluan pernah dilarang terbit pada tahun 1958 karena dicap sebagai pendukung PRRI oleh Pemerintah Orde Lama, Chairul diserahi tugas itu pada tahun 1969-1970. Akan tetapi, karena suatu konflik internal, Chairul memutuskan berhenti dari media tersebut.

Setelah memutuskan berhenti, Chairul bekerja sebagai koresponden di majalah berita Ekspres dan Tempo yang terbit di Jakarta dari tahun 1975 sampai dengan 1979 untuk daerah Sumatra Barat dan Riau. Oleh karena ambisi yang cukup menggebu-gebu, Chairul memutuskan untuk berhenti pula dari kedua media tersebut dan melanjutkan karirnya di

54