Halaman:Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatera Barat.pdf/64

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatra Barat

Djamil, Padang. Di sela-sela sakit yang mengerogotinya, Chairul selalu aktif membaca koran dan majalah. Meskipun tubuhnya sudah ringkih dan rapuh, napasnya telah sesak digerogoti penyakit kanker paru-paru, namun pikirannya tetap jernih.

Beberapa hari menjelang wafat di rumah sakit itu dengan kesehatan semakin menurun, namun ia tetap tidak mempedulikan kondisinya. Ia menyempatkan diri juga bertandang ke Taman Budaya Padang. Sepatahkata diucapkan oleh Chairul pada senja hari itu ketika warna kemerah-merahan yang mengitari langit biru mulai meleleh. Chairul memandang jauh ke barat, ke arah kaki langit yang berwarna merah tembaga. Dengan sedikit enggan dia bangkit dari tempat duduknya. Tingkah lakunya itu menunjukkan keresahan dirinya menunggu kehadiran seseorang yang berjanji akan menjemputnya, “Ambo ka pulang dulu” (“saya mau pulang”), kata-kata yang diucapkannya terdengar sayup-sayup sampai.

Untuk latar belakang pendidikan Chairul Harun, sedikit sekali inforreasi yang diperoleh. Wal tersebut disebabkan ketika wawancara dilarukan dengan pihak keluarga, yaitu dengan adik bungsunya, Bapak Syafrizal Harun. beliau pun tidak mengetahui dengan pasti tahun-tahun Chairul menamatkan pendidikan. Ia juga tidak mengetahui apakah Chairul pemah mendapatkan nilai terbaik dalam menempuh pendidikan. Namun, satu hat yang diakui olet informan, Chairul merupakan scorang yang hobi membaca, dapat dikatakan “pembaca maniak”. Kegemaran membaca tersebut jupa diiringi dengan hobinya membeli berbagai macam buku dengan disiplin ilmu yang berbeda.

Bagi Chairul, membaca merupakan suatu pengamatan, mulai dari yang tersirat sampai dengan lisan atau tulisan. Dari ketiga hal itu, pada umumnya bangsa kata febih menyukai yang lisan, baru kemudian tulisan, lain sedikat berjerih payah melalui bahasa pengamatan. Tidak setiap nyang dapat mencapa tingkatan paling tinggi dalam membaca, apalagi kemithan dapat pala menyimpulkan. Berbeda bainya dengan Chairul, dia mampu memberikan simpulan dari buku yang dibacanya.

Hal tersebut bukan disebabkan perkara cerdas atau tidaknya seseorang tetapi berangkat dari kebiasaan, lalu pengalaman, kemudian membudaya. Peases demikian tidak dapat terjadi dalam waktu yang singkat Di dalamnya terdapat waktu, keinginan, dan kesempatan yang terbentuk dari suatu lingkungan tempat seseorang dibesarkan. Untuk Chairul, tulis baca itu sebenarnya sudah dimulai sejak lama ketika ia masih berusia belia