Halaman:Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatera Barat.pdf/46

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatra Barat

Di kedai-kedai kopi tua
Sepanjang jalanan kecil desa
Ada ratap dalam salung


Puisi “Ada Ratap Ada Nyanyi” menggambarkan kehidupan masyarakat di desa-desa di perdalaman Minangkabau yang gemar memainkan alat musik tiup saluang sebagai pengiring dendang (melagukan pantun) yang mengandung ratapan atau ratok tentang penderitaan hidup di kampung. Ratapan itu bisa saja bercerita tentang penderitaan menggarap sawah ladang, kemiskinan, perpisahan dengan orang yang dicintai, atau kerinduan terhadap kehidupan yang layak. Orang-orang di desa di Minangkabau memainkan saluang dan dendang di kedai-kedai kopi yang biasanya dilakukan sambil meminum kopi dan makanan kecil pengusir hawa dingin di malam hari. Berdendang sambil bersaluang merupakan media untuk mengekspresikan perasaan.


Kesusahan itu timbul karena terjadi pemberontakan dan kerusuhan melanda kehidupan petani di desa. Perang PRRI-Permesta yang merupakan pemberontakan daerah di Sumatra Tengah terhadap pemerintah pusat akibat ketidakseimbangan pembangunan itu memberikan dampak langsung terhadap masyarakat di desa. Petani tidak bisa lagi menjalankan kehidupan dengan tenang seperti sedia kala, “kedamaian selalu diimpikan”, akibat hidup semakin menderita. Sawah sudah berlunau (berlumpur tebal) karena tidak tergarap dengan baik, api menyala di perbukitan karena dibakar tentara pusat untuk menghancurkan kubu pertahanan tentara PRRI, serta petani pun harus siap mengungsi setiap waktu untuk menghindari dampak peperangan. Puisi “Lambaian Tangan" mengungkapkan hal itu.


LAMBAIAN TANGAN (1963)

Lambaian tangan petani
Dalam sawah luas berlunau
Di pebukitan ada api
Menyala dan mengilau

Pemberontakan
Dan kerusuhan-kerusuhan
Kedamaian
Selalu diimpikan


34