Halaman:Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatera Barat.pdf/171

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatra Barat


akan sebuah kegagalan ketika membaca novel ini, namun menerimanya sebagai suatu kewajaran. Ini disebabkan sikap yang diambil tokoh-tokohnya merupakan jalan terbaik dari sebuah arti kedewasaan seorang remaja.
 Ungkapan rasa kesosialan yang tinggi dari sebuah penderitaan akibat bencana alam menjadi dasar cerita ini. Bencana alam galodo Gunung Marapi tanggal 30 April 1979 yang melanda negerinya membuat sepasang sahabat kecil hidup sebatang kara setelah terhindar dari bencana alam dan “diselamatkan” oleh kehidupan. Nini, Gaga, Bondi, dan Garna merupakan nama tokoh dalam novel ini. Nini seorang perempuan yang hidupnya seorang diri terpisah dari keluarga karena bencana alam itu. Bondi adajah laki-laki yang juga hidupnya seorang diri, korban yang selamat dari musibah bencana alam meluapnya Batang Kuranji pada tahun 1960. Nimi tinggal dengan orang tua angkatnya hingga ia menjadi seorang mahasiswi di Universitas Andalas Padang. Bondi adalah kakak angkat Nini yang memendam cinta padanya, namun dalam kesehariaannya Bondi selalu memunculkan sikap memusuhi Nini. Ketika Bondi mengetahui kalau ia senasib (sama-sama korban bencana) dengan Nini, dirinya merasa terpukul, apalagi sikapnya selama ini yang selalu memusuhi adik angkatnya itu. Di tengah aktivitas Nini sebagai seorang mahasiswi, ia bertemu dengan Gaga, seorang pengarang kesukaannya yang tidak lain merupakan teman masa kecilnya dulu. Perkenalannya dengan Gaga merupakan bantuan dari Garna, satu-satunya teman perempuan Nini. Namun, Garna sahabatnya itu memendam cinta pula pada Gaga, sebuah cinta yang tidak diinginkan oleh pengarang itu.
 Bahasa Gus sebagai pengarang novel remaja ini indah, penuh dengan perumpamaan, dan tetap bersikukuh dengan EYD sehingga berkesan mendukung proses kedewasaan seorang sastrawan dalam penuturan, pemikiran dalam masalah, kedewasaan dalam menerima masalah, serta bagaimana menyikapi masalah.
 Sebagai bacaan remaja, novel itu memang agak berat karena biasanya remaja menyukai bacaan yang ringan-ringan, Dalam novel SEPS Gus berhasil memadu dua jenis karya sastra, yaitu puisi dan novel dalam suatu sajian yang penuh dengan ajaran-ajaran atau prinsip hidup dan kehidupan. Tidak heran kalau Gus sendiri mengatakan bahwa novel ini diperuntukkan bagi remaja yang mulai mapan dalam arti kedewasaan atau buat remaja yang matang, sebab novel SEPS ini penuh makna dalam penulisannya, cara pengungkapan yang berbeda, dan dengan bahasa yang puitik.

159