mustahil bahwa dialah yang menyuruh memperbaharui Candi Jago itu pada kira-kira tahun 1350, setelah ia berdiri sendiri sebagai raja, dan ingin menunjukkan hubungan kekeluargaannya. Dan pada waktu itu ia menambahkan arca yang menggambarkan dirinya sebagai pelindung pada candi itu, yang tentu saja dahulu tidak merupakan bagian darinya.
CANDI KIDAL
Candi ini terletak di Desa Rejokidal tidak jauh di sebelah timur jalan kecil antara Tumpang dan Tajinan. Nagarakartagama dan Pararaton mengatakan bahwa di Kidal-lah Anusapati, raja Singhasari yang ke dua yang meninggal pada tahun 1248, dimakamkan. Karena di situ tidak didapatkan candi-candi yang lain, kecuali beberapa landasan-landasan batu bata, maka mungkin Candi Kidal itulah candi penjenazahan raja tersebut.
Candi Kidal adalah salah satu dari candi-candi di Jawa Timur yang masih tinggal dalam keadaan yang terbaik. Bangunan itu tidak berdiri di pusat lapangan percandian yang sekarang dikelilingi oleh tembok rendah, tetapi sedikit terdorong ke utara. Hal ini terdapat juga di beberapa tempat lain, tetapi bagaimana keterangannya masih belum kita dapatkan. Di depan candi itu di sebelah barat masih terdapat sebuah batur dari batu alam yang persegi panjang. Di atasnya dahulu ada 3 bangunan yang lebih kecil, dibuat dari batu bata atau bahan yang ringan.
Candi itu berdiri di atas batur yang rendah dan mempunyai kaki yang tinggi dengan sebuah penampil pada pintu masuk. Pada penampil itu ada tangga masuk. Kaki candi dihias dengan turus-turus yang berukiran gambar jambangan dan dengan lingkaran yang diisi gambar-gambar binatang dan tumbuh-tumbuhan yang sudah diubah bentuknya. Pada tiap-tiap sudut terdapat arca Singa. Bagian tengah dari tiap-tiap sisi kecuali bagian depan dihias dengan lukisan-lukisan dari ceritera Garuda. Ibunya, Winata, diperbudak oleh ular-ular dan Garuda hanya dapat membebaskannya dengan membawa amrta untuk ular-ular itu. Betullah hal itu dapat dilaksanakannya, tetapi kemudian dengan tipu muslihat para dewa amrta itu dicuri kembali dari para ular. Urut-urutan maupun susunan lukisan-lukisan itu terang bagi kita. Kalau kita berjalan mengelilingi bangunan itu menurut pradaksina akan kita lihat berturut-turut: Garuda dengan ibunya, Garuda dengan guci amrta, Garuda dengan ular-ular. Relief-relief pada pigura-pigura tidak melukiskan suatu ceritera yang berturut-turut, melainkan bagian-bagian dari ceritera tentang kelepasan jiwa. Ini penting untuk kelepasan jiwa dan oleh karenanya sesuai dengan sifat candi itu sebagai bangunan penjenazahan.
Pintu masuk ke bilik candi diukiri dengan perhiasan daun-daunan dan pada ambang atasnya terdapat banaspati yang besar. Di kanan kiri pintu masuk dan di tengah-tengah muka-candi yang lain terdapat relung-relung, juga dengan hiasan-hiasan kala. Tubuh candinya mempunyai pelipit bawah, pelipit tengah dan pelipit atas, selanjutnya dihiasi dengan lingkaran-lingkaran yang hampir serupa dengan yang ada pada kaki candi. Atapnya masih tinggal sebagian dan barangkali puncaknya serupa dengan yang terlihat pada relung-relung.
Bilik candinya kosong, dahulu memuat sebuah arca Ciwa yang sekarang tidak ada lagi di sana. Juga relung-relung di luar kosong, hanya yang di kanan kiri pintu masuk memuat arca Mahakala yang rusak (sebelah utara) dan arca Wisnu yang rusak dan tidak berkepala. Arca Wisnu itu tentu dahulu tidak disitu tempatnya.
CANDI SINGOSARI
Kalau kita di Singosari setelah melewati pasar membelok ke kiri ke barat, maka kira-kira 300 m kemudian di sebelah kanan kita akan mendapatkan candi Singosari, dan tidak jauh dari sana, di alun-alun, dua buah arca penjaga besar-besar. Pun banyak lagi arca-arca serta bagian-bagian candi yang ditempatkan di pinggir lapangan percandian yang berpagar. Semuanya itu merupakan sisa-sisa dari kelompok bangunan-bangunan suci yang dulu pernah meliputi suatu daerah yang luas sekali di sebelah baratdaya candi yang sekarang masih ada. Candi Singosari itu dihubungkan dengan Krtanagara, raja terakhir dari kerajaan Singosari, yang meninggal pada tahun 1292 M dan dimakamkan di Singosari.
Sejak didapatkannya kembali pada permulaan abad yang lalu candi itu banyak dikunjungi orang, dan ia termasuk bangunan-bangunan di Jawa Timur yang terbanyak dikarangkan. Uraian yang paling terkenal ialah monografi Brandes yang terbit pada tahun 1909. Pada tahun 1934 keadaan
15