Halaman:Amerta - Berkala Arkeologi 1.pdf/20

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

runtuhan di sekeliling kakinya, yang lalu ditutupi pasir. Maka hanya bagian tertinggi dari badan candi itulah bisa muncul di atas runtuhan ini. Rakyat di sekitarnya kemudian mengambil batu-batunya untuk memakainya guna mendirikan rumah-rumah mereka atau untuk maksud lain. Maka dari bagian inilah kebanyakan batu-batu itu hilang. Kadang-kadang demikian banyaknya bahan-bahan dari bagian ini hilang, sehingga hubungan tak dapat diperoleh. Yang demikian itu menyebabkan tak mungkinnya diselenggarakan pembangunan kembali. Suatu contoh dari kejadian demikian adalah Candi Jawi dekat Prigen di Jawa Timur (gb. 10 dan 11).

Cara menemukan kembali sebuah bangunan dari batu-batunya yang lama dapat dibandingkan dengan teka-teki yang berdimensi tiga. Jadi seperti mencari kembali gambar-gambar yang telah dipotong-potong dengan gergaji lukis sehingga terdapat bagian-bagian kecil yang tak keruan bentuknya, hanya dengan perbedaan bahwa pada penemuan kembali candi itu, perhatian harus diarahkan ke atas pula. Bangunan-bangunan yang terbuat dari batu-batu kali tidak terdiri atas potongan-potongan yang sama bentuknya, melainkan dari batu-batu yang dipahat di tempat itu juga menurut keperluan. Demikianlah tak ada sebuah batu jua pun yang sama dengan batu lain, masing-masing mempunyai petunjuk-petunjuk yang khusus untuk tempatnya yang disediakan dalam bangunan itu. Lagipula di permukaan batu-batu itu sering kali terdapat petunjuk-petunjuk akan letak batu-batu di sekelilingnya. Dengan demikian batu demi batu dapat dikumpulkan kembali dengan penuh kesabaran dan dengan kepastian yang hampir mutlak, bentuk yang lama dapat ditemukan kembali. Sangat berlainanlah bangunan-bangunan yang terbuat dari batu bata, karena tersusun dari bata-bata yang boleh dikatakan mempunyai ukuran yang sama, seakan-akan dicetak pakai mesin. Di sini hanya batu-batu yang terhias sajalah yang dapat dikumpulkan, karena perhiasan itu memberi petunjuk-petunjuk yang diperlukan. Bagian-bagian yang rata dari bangunan yang demikian harus dipandang hilang lenyap. Perencanaan kembali hanya dapat dibuat dengan tiada kepastian mutlak. Karena banyaknya kemungkinan-kemungkinan yang semuanya tidak dapat dengan pasti dianggap asli, maka pembinaan kepurbakalaan-kepurbakalaan yang terbuat dari bata adalah pekerjaan yang boleh dikatakan mustahil.

Suatu rekonstruksi itu (perencanaan kembali) yang selalu digambarkan saja disusun menurut bahan-bahan yang ditemukan. Jika bahan-bahan itu tak mencukupi, dapatlah pengetahuan tentang langgam-langgam ilmu bangunan dijadikan pertolongan. Maka kekurangan-kekurangannya dilengkapkan menurut pandangan sebagai dibayangkan oleh ahli bangunan yang bersangkutan, sehingga terdapat bentuk semulanya. Betapa berbahayanya cara yang demikian itu, biarpun didasarkan atas ilmu pengetahuan, terbukti dari kenyataan bahwa setiap kali dilakukan penyelidikan, hasilnya selalu didapatnya jalan-jalan pemecahan soal yang baru lagi dan yang tidak tersangka-sangka. Para ahli bangunan zaman dahulu itu dapat menggunakan kekayaan bentuk-bentuk yang tak terhingga. Pun mereka dapat menciptakan rencana-rencana mereka dalam kebebasan yang luas. Kebebasan itu lebih besar dari yang tersangka semula, berhubung dengan berlakunya aturan-aturan keras yang termuat dalam buku-buku pegangan ialah buku-buku cilpacastra. Buku-buku pegangan itu adalah satu-satunya sumber yang menyebutkan sesuatu tentang seni bangunan. Tetapi buku-buku itu lebih mengutamakan soal-soal sihirnya daripada ilmu bangunannya, dan hanya memberi penjelasan tentang bentuk-bentuk yang harus dipakai, meskipun banyak istilah-istilah teknis disebut juga. Sumber-sumber lain yang dapat memperkaya pengetahuan kita tidak ada. Pun tidak ada gambar-gambar lama atau uraian yang dapat memberi sedikit pegangan kepada kita. Satu-satunya petunjuk yang bisa memberitahu tentang bentuk-bentuk asli ialah batu batanya sendiri.

Biarpun demikian, dengan cara ini diperoleh juga hasil-hasil yang memperanjatkan. Demikianlah dari batu-batu yang beribu-beribu banyaknya yang tertimbun di halaman Candi Lara Jonggrang di Prambanan, kita telah berhasil menemukan kembali bentuk luar dan kebanyakan dari bentuk dalam Candi Ciwa pun dari beberapa candi lainnya dalam pecandian itu. Dengan kepastian yang hampir mutlak, bagian-bagian muka candi yang tingginya kira-kira 35 m yang tadinya telah tidak ada, diketemukan kembali sebagai hasil pekerjaan secara mengukur dan mencocok-cocokkan selama 80 tahun yang lampau ini. Maka dalam satu tahun ini akan dapat dikagumi sebuah bangunan yang tak ada taranya di Indonesia, dalam kemewahannya yang dahulu. Tentang pekerjaan ini ada dimuat karangan tersendiri di belakang.

14