kian pula adanya sekarang. Dan justru sekarang, oleh karena dari segala penjuru, diminta ataupun tidak diminta, sedang mendesak dengan derasnya segala macam anasir-anasir asing Barat, Timur, ataupun apa saja yang ada lebih-lebihlah nyata keharusannya untuk menyadari milik sendiri, bagaimana tumbuh dan hidupnya milik itu. Dengan lain perkataan, sadar akan masa silam. Sebab penyelidikan akan masa lampau, baik yang mengenai zaman yang tertua dari purbakala maupun mengenai zaman yang termuda, terutama sekali adalah penyelidikan akan pertumbuhan dan perkembangan. Akan tetapi untuk menginsafi segala itu haruslah terlebih dahulu ada orang yang dapat menceritakan kepada kita bagaimana adanya dahulu dan menunjukkan bagaimana rupanya. Jadi harus ada orang yang dengan belajar sekuat tenaga menyelidiki masa silam itu.
Tetapi bagaimana orang itu, bagaimana ilmu pengetahuan pada umumnya itu dapat memperoleh bahan-bahan dari masa silam yang diperlukan guna memaparkan dalam uraian yang dapat setiap orang mengerti?
Pada umumnya ada tiga macam bahan: cerita-cerita yang turun-temurun secara lisan, sumber-sumber tertulis, dan peninggalan-peninggalan kepurbakalaan. Perumusan singkat ini bolehlah diberi penjelasan lebih lanjut.
Cerita-cerita yang turun-temurun dari mulut ke mulut dapat berasal dari orangnya sendiri yang menyaksikan atau mengalami sesuatu kejadian. Meskipun dalam perjalanannya dari masa ke masa banyak tambahan atau ubahannya, di dalamnya ada juga tentunya sari kebenaran dari kejadian yang sesungguhnya. Pada cerita-cerita tentang waktu yang telah lama sekali lampau, kebenarannya biasanya hanya berupa mitos atau legenda saja, yang hendak menerangkan tentang penciptaan alam, kejadian-kejadian dunia, dan susunan dalam segala yang ada. Dongeng-dongeng itu harus kita anggap sebagai perlambang yang banyak mengandung kebijaksanaan. Maksud memaparkan sejarah memang tak ada di dalamnya, dan kita akan bersalah jika mencari-cari kebenaran sejarah itu di dalam dongeng-dongeng tadi.
Sumber-sumber tertulis dapat berupa hasil-hasil seni sastra yang mungkin memberi keterangan kepada kita tentang waktu ditulisnya. Atau dapat juga cerita-cerita sejarah sebenarnya, dimaksudkan untuk memberi uraian tentang sesuatu kejadian. Tetapi tidak setiap bangsa merasa rlu untuk dengan tertulis mengekalkan kejadian-kejadian dan menyusun kembali peristiwa-peristiwa yang lampau. Di Jawa misalnya yang kita pergunakan sebagai sumber untuk sejarah tua kebanyakan kitab-kitab yang dikarang dengan maksud lain. Salah satu di antaranya yang terpenting ialah Nagarakertagama, ditulis dalam tahun 1365 Masehi dan dimaksudkan guna memuja dan memuji Raja Hayam Wuruk. Seringkali sumber-sumber itu berasal dari bangsa asing, untuk Indonesia, dari fihak bangsa Tionghoa misalnya. Berita-berita dari luar negeri itu sangat penting, oleh karena mata asing itu biasanya dapat melihat lebih baik. Sumber tertulis lainnya yang amat penting, ialah prasasti-prasasti akan dibicarakan tersendiri dalam sebuah karangan di belakang.
6