Masa itu Jamaris tidak di rumah, sepi dan lengang saja, anak si Minah sedang tidur, anak nan besar dibawa oleh bapaknya, si Minah duduk menambal, dan menjahit kain di badan, dihampiri anak kandung, dilawan ia berunding, berkata mande si Minah, elok untungnya si Naruma, setahun baru bersuami, terbeli olehnya gelang rantai emas, dan kalung ringgit bakarang, pandai sekali si Naruma, membujuk suaminya, diperlihatkan benar rancaknya, apa kehendak langsung dikabulkan, apa nan dipinta langsung diberikan, kalau badan sudah seperti, anjing beranak enam, maka lelaki berangsur pergi, berjalan seperti pantun orang.
Teluk bayur jalan ke Padang
Lepas menurun mendaki;
Bunga layu kumbang terbang
Begitulah adat laki-laki.
Seperti makan tebu, habis manis sepah dibuang, begitu sifat sebagian orang jantan, bila istrinya sudah buruk, tidak dapat dijadikan, tempat bergantung lagi. kalau dilihat suamimu, pergi ke kantor Angko Palo, berbaju putih celana putih, sepatu berkilat pula, seperti engku jaksa, asalkan kita gagah, biarlah istri di rumah berkain buruk, seperti pembantu nyonya Belanda, kata si Rombok dengan suara keras, sambil menujuk anaknya dengan ujuang jari, mendengar itu anaknya tenang saja.
Ia tahu hati ibunya, kalau dijawab bertambah jadi, berkata si Rombok lihat sama kamu, Sutan Sati setahun bersama, penuh kain di lemari, terbeli ringgit emas berbentuk, kalau dilihat roman si Upik, dia tidak rancak, rancak kamu daripadanya, kalau berpakaian seperti, gadis perawan tidak tahu orang, bahwa sudah beranak, mintalah cerai dengan suamimu, boleh dapat menggantikan saudaramu, si Upik nan meninggal, jemput suaminya untukmu, Sutan Sati orang muda, ia giat bekerja, kalau si Sati suamimu, kenyang engkau dengan barang, akan halnya Si Rombok, anak digili dihasut, menantu terus dikias dibandingkan, tidak tahu dengan atah terkunyah, seperti lalat menggerubuti ekor kerbau.
19