Halaman:ADH 0008 A. Damhoeri - Pengawal Tambang Emas.pdf/22

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

18.


4. ITIK EMAS TERBANG MALAM.


MALAM datang sudah.

Symfoni hutan sudah mulai pula terdengar. Lagu yang tak ber ubah-ubah sepanjang zaman. Kita tak dapat mengatakan dari mana sumber suara-suara itu. " Mbok,..mbok, siamang, gereceh , simpai, pekikan kera bercampur aduk dengan bunyi uir-uir, dan satwa-satwa lainnya dalam hutan itu. Dari seluruh hutan berkumandang suara-suara itu tak henti-hentinya sepanjang malam.

Waktu magrib tadi Sibarani shalat bersama-sama abangnya. Tu' Atin jadi imam dan Sibarani jadi maamumnya. Yang azan abangnya pula karena Sibarani tak pandai azan, ikamat dia pula karena bagi Sibarani lebih hafal gambaran kertas koa dari pada ayat kitab suci. Agak meresap suara Tu' Atin membaca bacaan sembahyangnya entah karena dilingkungi kesepian dalam hutan itu. Selesai salat lama pula abangnya membaca wirid-wird yang satupun tak dapat diikuti Sibarani. Hanya karena segan saja ia ikut ber salat bersama-sama dengan abangnya. Ia kuatir kalau-kalau abangnya bertukar pendapat karena ia kurang melaksanakan ibadat.

Ia masih tafakur diatas tikar sembahyangnya sampai shalat Isya dan lama pula memabaca wirid-wiridnya. Sibarani memuji ketakwaan abangnya dalam beribadat itu.

Sesudah makan malam barulah kedua saudara itu duduk rehat sambil bercakap-cakap.

" Saya percaya bahwa usaha si Layau itu akan berhasil," kata Tu' Atin membuka pembicaraan. " Hanya saya heran kenapa baru sekarang timbul rencananya akan membuka tambang itu. Jika sejak dahulu diusahakannya tentu takkan sampai orang Mungo itu datang membukanya pula."

" Saya pikir mungkin ia mendapat ilham sesudah kami bekerja di tambang timah di Taiping itu," kata Sibarani. Itulah salah satu keuntungan pergi merantau kenegeri orang. Jika tidak dapat kekayaan dapat pengalaman yang berharga."

" Itu mungkin benar juga,"tukas abangnya.