Halaman:20 tahun G.K.B.I.pdf/168

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

hadi dan Bapak Zarkasi. Mereka datang ke Djakarta dan mendapat sambutan baik dari Pemerintah Belanda c.q. Dept. v.E.Z. Maksud Pemerintahan Belanda ialah mengadakan perundingan dengan wakil² pengusaha batik untuk membatasi masuknja mori Djepang ke Indonesia. Wakil Solo dan Jogja tidak dapat menjetudjui politik Belanda dalam pembatasan masuknja mori Djepang, karena mori Djepang ini harganja murah dan kwalitasnja tidak kalah dengan mori Belanda. Akibat adanja politik kontingentering ini, harga² mori naik dipasaran dan jang akan menderita ialah pengusaha² batik djuga, ditambah lagi importir² Belanda membentuk kumpulan jang dinamakan ”Cambrics Convenant” dan ”Grey Convenant”. Cambrics Convenant dan Grey Convenant ini jang akan menetapkan harga² mori dan badan² penjalurnja. Sebagian besar penjaluran dipegang oleh Tjina dan sedikit sekali pedagang /pengusaha batik Indonesia.

Tokoh² pengusaha batik Surakarta dan pendiri Koperasi PPBS tahun 1935: Keterangan gambar dari kiri : K.H. Muftie, R.M.S. Wongsodinomu dan S.P. Pusposumanto

Untuk menghadapi kumpulan ini, pengusaha² batik di Solo jang dipelopori oleh: Bapak² R. Wongsodinomo, R.H. Muftie, S.P. Pusposumarto, M. Mursidi Bakri, R. Muljohartono, H.M. Sofwan . M. Wirjodinolo, H. Samsjuri, R. Hardjosukarno, H. Muhtadi, R. Wongsohartono, Tjokrosumarto, dan Ibu H. Sofwan , pada tahun 1935 mendirikan koperasi batik jang dinamakan „Persatuan Perusahaan Batik Bumi Putera Surakarta (P.P.B.B.S.)”. Pengusaha² batik besar di Solo didorong oleh gagalnja perundingan dengan pihak Belanda di Batavia

157