Lompat ke isi

Halaman:20 Mei Pelopor 17 Agustus - Museum Dewantara Kirti Griya.pdf/47

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

runan, maka banjak didalam keluarga Wahidin Sudirohusodo itu terdapat perkawinan dengan anggauta-anggauta suku bangsa lain. Setidak-tidaknja adat pernikahan dengan saudara-saudara „misan” atau „mindo” dan sebagainja tidak terdapat. Dr. Wahidin sendiri bernikah dengan seorang puteri „Betawi”. Seorang puteranja, Abdullah Senior, jang terkenal sebagai pelukis jang ulung, bernikah dengan seorang puteri Sunda. Basuki Abdullah Junior, tjutju Wahidin, beristerikan seorang puteri Belanda.

Dr. Wahidin adalah putera seorang tani jang terhormat didesa Mlati dan tjutju Lurah desa tersebut. Salah seorang saudara Bapak Lurah tadi adalah nenek Dr. Radjiman Wedyodiningrat. Disinilah kita lihat, seorang pemimpin jang dalam tahun 1908 ikut mengemudikan „Budi-Utomo”, kemudian terkenal sebagai tabib jang ulung dan tabib-keraton jang berdjasa (hingga dapat kerunia sebutan „Kangdjeng Raden Tumenggung” dari Sri Sunan Paku-Buwono ke-X), djuga terkenal sebagai seorang tjerdik-pandai jang bersemangat filsafat, kini anggauta „Dewan Pertimbangan Agung”, adalah saudara „misan” Wahidin Sudirohusodo, jang sama berketurunan Daeng Kraeng Nobo djuga.

Dr. Wahidin berputera dua orang; jang tertua ialah Dokter Suleiman Mangunhusodo, jang sedjak lama berdjabat „hofarts” di Solo, dan jang kedua ialah marhum Abdullah Sr., seorang pelukis jang terkenal, teristimewa sebagai „aquarellist”.

Banjak orang sudah kenal Basuki Abdullah, seorang pelukis jang ulung pula, teristimewa terkenal sebagai „portretschilder”. Pelukis muda ini adalah putera Abdullah Sr. Jang sangat menarik perhatian pula ialah seo-

48