tia selamat tinggal.... sampai berdjumpa .....” Liem Tjiong menganggukkan kepala tanda memberi hormatnja pada sang ajah dan kekasihnja. Ia tak dapat Kiongtjhiu karena tangan dan lehernja diborgol dengan kuat.
”Liem Koko, . . . kuatkan hatimu, aku akan selalu menantimu. Djangan chawatirkan kami, kami dapat membawa diri baik². “
“Liem Tjiong, ber-hati2lah nak. dalam perdjalananmu, ajah memberi sangu, selamat..... selamat ....” Berangkatlah iring²an Liem Tjiong dan 2 pengawalnja untuk menudju kekota Tjhung Tjhiu Too Bertiga mereka djalan tanpa menoleh-noleh lagi, makin lama bajangan mereka makin ketjil gan kian kabur.. ... Ajah mertua Liem 1jiong memapah putrinja untuk diadjak julang kembali kerumah, untuk berkumpul dengan ibunja lagi.
Den ikianlah perpisahan jang mengharukan antara Liem Tjiong dan istrinja jang tertjinta. Betapa tak terduga bentjana telah menimpa kehidupannja. Bukankah mereka sedang gembiranja menikmati kehidupan rumah tangga baharu, sedang teisemangat nerantjang hari depannja. Berusaha untuk mendjadi suami istri jang rukun dan berbahagia. Tetapi memang didunia ini, kadang2 perubalannja amat tjepat, sebagaimana jang mengatakan :
” Time and Tice wait for 10 man! ”
54