Hal Bunji Dalam Bahasa-Bahasa Indonesia/Bab 9

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
52265Hal Bunji Dalam Bahasa-Bahasa Indonesia — Bab 9Syaukat JayadiningratRenward Brandstetter
BAB IX

GEDJALA² DALAM HAL BUNJI JANG SALING BERTALI
MENDJADI SUKU KATA.

261. Tiap² suku kata mempunjai bunji jang terpenting. Dalam bahasa Indonésia bunji itu umumnja ialah suatu vokal, kadang² sebagai ketjualian bunji lain jang bersuara. Dalam bahasa² Indonésia benar terdapat kata²-bentuk jang tak mengandung vokal, seperti n (dari pada) dan m (punja mu = "yours"), tetapi kata² itu umumnja mengikuti vokal dan bersatu dengan vokal itu merupakan suku kata. ,,Labamu" ialah dalam bahasa Toba labàm (laba + m), tetapi rumahmu ialah bagasmu. Suatu hal jang menjimpang dari keadaan jang dimaksudkan tadi terdapat dalam bahasa Gayo; dalam bahasa itu n (dari pada) bisa terdapat antara dua konsonan, seperti dalam kata bêt n se (dengan tjara ini). Dalam kata² itu bunji sengau n terdapat antara dua bunji jang bersuara keras, djadi merupakan vokal-sengau, ialah bunji jang terpenting dari suku kata. Begitu djuga halnja tentang gedjala jang terdapat dalam bahasa Dajak seperti dalam kata bliòn-m (kampakmu); dalam kata itu bukan mu tetapi m mengikuti konsonan dan merupakan vokal-sengau. Bukti tentang hal itu terdapat dalam tjerita Sangumang ("Bijdragen tot de taal-, landen volkenkunde van Nederlandsch-Indië", 1906 hal. 201) jang me- ngandung kata²: pirä aton bliòn-m (Berapakah kampakmu?) Scidenadel mengatakan dalam karangannja "Bontokischen Grammatik": ,,Bunji l pada achir kata atjapkali merupakan vokal-lebur (liquida somans) seperti dalam kata bottle dalam bahasa Inggeris", tetapi tjontoh tentang hal itu tidak diberikannja dan dalam téks² jang bersangkutan tidak terdapat barang sesuatu jang dapat membuktikan pendapatnja itu.

262. Prosés²-bunji jang tertentu dapat memindahkan bunji jang terpenting dari suku kata. Dalam sebagian besar bahasa² Indonésia suku kata jang mendahului suku kata jang terachir ditekankan (lihat keterangan dibawah nomor 4), misalnja dalam kata áwak, báyar, dsb. Bunji jang terpenting dari suku kata jang pertama dalam kedua kata itu ialah bunji a depan setengah-vokal. Dalam bahasa Toba kata awak berubah mendjadi aoak dan dalam bahasa Tawaela kata bayar berubah mendjadi baèari. Dalam hal itu bunji o dan e tidak mempunjai fungsi konsonan dari w dan y lagi, tetapi mendjadi vokal penuh dan oleh sebab itu ditekankan dan merupakan bunji jang terpenting dari suku kata, djadi terdjadilah kata aòak jang terdiri atas tiga suku kata dan baèari jang terdiri atas empat suku kata.

263. Djika sebuah kata terdiri atas beberapa suku kata, maka timbullah pertanjaan dimanakah letaknja batas² suku kata. ,,Dalam bahasa Bontok dua konsonan diantara vokal² di-bagi²kan diantara kedua suku kata dan ds dan ts dipandang sebagai satu bunji". (Seidenadel). Menurut keterangan dibawah nomor 60 bunji ds dan ts mewakili konsonan langit² (palatal) dalam bahasa Indonésia purba. ,,Dalam bahasa Atjéh pada kombinasi bunji sengau dan bunji penutup, bahkan pada kombinasi bunji sengau + bunji penutup + bunji-lebur (liquida) 'seperti dalam kata cintra (roda) suku kata berachir dengan vokal dan suku kata jang kedua dimulai dengan kombinasi itu" (Snouck Hurgronje). Aturan itu berlaku djuga bagi bahasa² Indonésia jang lain, ber-bagai² gedjala menundjukkan hal itu. Dalam beberapa bahasa Indonésia kata dasar dapat dimulai dengan bunji sengau + bunji letus (éksplosiva), antara lain dalam bahasa Nias (lihat keterangan dibawah nomor 188); dalam bahasa Indonésia jang lain vokal jang mendahului kombinasi itu tidak péndék, seperti dalam bahasa Djawa sekarang (lihat keterangan dibawah nomor 69). Apakah barangkali bět n se itu (lihat keterangan dibawah nomor 261) bět + nse ?

264. Dalam hal mem-bagi²kan suku kata djuga terdapat hal² jang tak tentu. "Dalam bahasa Madura hamza bisa terdapat antara dua vokal sebagai penutup suku kata jang pertama atau sebagai permulaan suku kata jang kedua". (Kiliaan); kata poqon.(pohon) ialah poq-on, po-qon atau poq-qon.

265. Dalam bahasa Bontok dalam beberapa hal batas suku kata ditundjukkan dengan hamza. Dalam téks Seidenadel tentang upatjara mengajau (hal. 512) terdapat kata totokąkoŋan (mendjaga).