Hal Bunji Dalam Bahasa-Bahasa Indonesia/Bab 14

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
52272Hal Bunji Dalam Bahasa-Bahasa Indonesia — Bab 14Syaukat JayadiningratRenward Brandstetter

BAB XIV

TEKANAN


Hal umum.

307. Tekanan dalam bahasa2 Indonésia ialah terikat atau bébas. Tekanan itu terikat djika hukum méngatur tempatnja dan bébas djika tak ada hukum jang mengatur tempatnja.

308. Dalam kata dasar suku kata jang mendahului suku kata jang terachir atau suku kata jang terachirlah jang ditekankan. Tjara lain tentang menekankan kata djarang terdapat.

Tekanan dalam kata dasar.

309. Dalam bahasa2 Indonésia terdapat empat sistim tentang meletakkan tekanan :

I. Dalam semua kata dasar suku kata jang mendahului suku kata jang terachirlah, jang ditekankan, ialah tekanan typus-Pänultima.

II. Dalam semua kata dasar suku kata jang terachirlah jang ditekankan, ialah tekanan typus-Ultima.

III. Dalam kata dasar kadang2 suku kata jang mendahului suku kata jang terachir dan kadang2 lagi suku kata jang terachirlah jang ditekankan, dengan tak menurut hukum jang tertentu. Tjara menekankan itu dinamai typus-Philippinis.

310. Hal menekankan suku kata jang mendahului suku kata jang terachirlah jang paling luas berlaku. Djuga pada typus-Phillippinis dalam bahasa Toba biasanja suku kata jang mendahului suku kata jang terachirlah jang ditekankan. Hal itu ternjata dari téks bahasa Mandailing jang dimuat dalam karangan van der Tuuk „Toba-Grammatik” hal 31 atau dari téks Lumawig jang dimuat dalam téks Seidenadel, hal. 485. Djadi dalam kata2 dasar dalam sebagian besar bahasa2 Indonésia suku kata jang mendahului suku kata jang terachirlah jang ditekankan.

311. Pada hukum umum tentang hal menekankan suku kata jang mendahului suku kata jang terachir terdapat beberapa keketjualinja.

I. Dalam beberapa bahasa jang memakai typus-Pänultima vokal pepet tak pernah ditekankan. Djika suku kata jang mendahului suku kata jang terachir mengandung bunji pepet, maka suku kata jang terachirlah jang ditekankan, seperti dalam kata sĕlùk (memutar) dalam bahasa Gayo. Djika ke-dua²nja suku kata mengandung bunji pepet, maka dalam sebagian idiom suku kata jang mendahului suku kata jang terachir dan dalam idiom² lain suku kata jang terachirlah jang ditekankan.

II. Dalam bahasa2 jang mempergunakan typus-Pänultima pada sebagian ketjil kata² lengkapnja suku kata jang terachir ditekankan seperti dalam kata arát (masuk kedalam) dalam bahasa Mentawai.

III. Beberapa bahasa jang memakai typus-Pänultima mempunjai kata²-bentuk (formword), terutama kata ganti penundjuk (demonstrativa) jang suku katanja jang terachir ditekankan seperti kata otò (dengan begitu) dalam bahasa Mentawai, kata manrà (disana) dalam bahasa Bugis, kata itì (ini) dalam bahasa Howa. Dalam bahasa Nias dalam sebagian besar kataganti penundjuknja suku kata jang terachirlah jang ditekankan.

Dalam beberapa bahasa jang mempergunakan typus-Pänultima terdapat kata² dasar jang kadang² suku katanja jang mendahulu suku kata jang terachir, kadang² lagi suku katanja jang terachirlah jang ditekankan.

IV. Pada kataseru (interjéksi) djuga atjapkali suku kata jang terachirlah jang ditekankan.

312. Typus-Ultima hanja terdapat dalam beberapa bahasa sadja, antara lain dalam bahasa Busang. Dalam bahasa itu terdapat kata anak.

313. Typus-Toba terdapat dalam bahasa Toba dan beberapa idiom jang erat bertali dengan bahasa itu, seperti bahasa Mandailing. Dalam hal itu biasanja suku kata jang mendahului suku kata jang terachir djuga jang ditekankan. Tetapi dalam beberapa hal jang dibatasi oléh beberapa hukum tentang hal itu, tekanan diletakkan pada suku kata jang terachir. Salah satu diantara hukum² itu ialah: dalam kata dasar jang merupakan kata kerdja jang menjatakan suatu keadaan jang ditimbulkan, suku kata jang terachirlah jang ditekankan, misalnja dalam kata tanòm (ditanam), berlainan dengan kata hùndul (duduk). 314. Dalam bahasa² jang mempergunakan typus-Philippinis pada sebagian kata² dasar suku katanja jang mendahului suku kata jang terachir dan pada sebagian kata² dasar lagi suku katanja jang terachirlah jang ditekankan. Dalam hal itu tidak berlaku suatu hukum apa djuapun. Kami tak dapat memahamkan apakah sebabnja dalam kata pitò (tudjuh) dalam bahasa Bontok suku kata jang mendahului suku kata jang terachir dan dalam kata wàlo (delapan) suku kata jang terachirlah jang ditekankan. Tentang kata² itu tidak terdapat petundjuk² jang tentu dilapangan étimologi.

315. Tjara luar biasa tentang meletakkan tekanan. Djika terdapat vokal-penjangga (steunvokaal), maka dalam semua idiom suku kata jang pertamalah jang ditekankan. Djadi dalam bahasa Howa terdapat kata ànaka (= anak dalam bahasa Indonésia purba), dalam bahasa Makasar kata nìpisiq (= nipis dalam bahasa Indonésia purba).

Ke-dua²nja suku kata dalam kata dasar ditekankan. Hal itu terdjadi dalam beberapa bahasa, pada kata² jang me-niru² bunji, seperti dalam kata bùmbàm (memukul) dalam bahasa Toba.

Tekanan pada kata² jang dibentuk dari kata dasar.

316. Djika pada kata dasar jang terdiri atas dua atau beberapa suku kata ditambahkan awalan, maka hal itu tidak mempengaruhi letaknja tekanan; dalam bahasa Bugis terdapat kata pèsěq (berasa) dan papèsěq; pada kedua kata itu suku kata jang mendahului suku kata jang terachirlah jang ditekankan.

317. Djika terdapat achiran, maka tampaklah gedjala² seperti berikut :

I. Dalam bahasa² jang mempergunakan typus-Pänultima tekanan itu ,,bergerak², sehingga selalu terdapat pada suku kata jang mendahului suku kata jang terachir. Dalam bahasa Bugis terdapat kata tiwìq (membawa;= tiwir dalam bahasa Bugis kuno); dari kata itu diturunkan kata tiwìri (membawa kepada seorang orang) dan patiwirìyan (memberikan barang sesuatu untuk dibawa). Hanja dalam beberapa bahasa sadja jang mempergunakan typus-Pänultima tekanan itu tak ,,bergerak", misalnja dalam bahasa Gayo. Dalam bahasa itu terdapat kata kebayakan (kekajaan) dan bàyak (kaja).

II. Pada sistim lain tentang tekanan, tekanan itu bergerak djuga seperti dalam kata isìan (tong) dan isi (isi) dalam bahasa Toba. Di samping itu terdapat djuga achiran jang menarik tekanan kepadanja. Dalam bahasa Toba achiran -an pada tingkat perbandingan (vergelijkende trap) ditekankan seperti dalam kata biroŋàn (lebih hitam) jang diturunkan dari kata biroŋ (hitam). Tekanan dalam kata biroŋàn itu berlainan letaknja dengan tekanan dalam kata isían jang dimaksudkan tadi.

III. Djika terdapat achiran, maka terdjadilah kontraksi dan suku kata jang terachirlah jang ditekankan seperti dalam kata haduwàn (lusa; formans ha + duwa (dua) + formans an). Djika tidak diinsafi, bahwa suatu kata ialah kata jang diturunkan dari kata lain, maka tekanan diundurkan; oléh sebab itu rakjat Mandailing mengatakan. hadùwan (lusa).

318. Djika pada kata² dasar jang terdiri atas satu suku kata - kata² sematjam itu dalam semua bahasa Indonésia kurang banjak terdapat achiran, maka tak ada hal baru jang perlu dikemukakan tentang tekanan. Dalam bahasa Bugis dari kata noq (kebawah; =nor=sor, lihat keterangan dibawah nomor 40) diturunkan kata nòri (dibawa kebawah), jang tak membutuhkan keterangan.

319. Djika pada kata dasar jang terdiri atas satu suku kata terdapat awalan, maka umumnja tekanan tidak pindah dari kata dasar, seperti dalam kata panòq (digerakkan kebawah; noq = kebawah) dalam bahasa Bugis. Dalam hal itu dalam bahasa² jang mempergunakan typus-Pänultimapun suku kata jang terachirlah jang ditekankan. Djika orang tak insaf, bahwa suatu kata ialah kata jang diturunkan dari kata lain, maka atjapkali tekanan diundurkan. Menurut keterangan dibawah nomor 226 dalam bahasa Bunku terdapat kata opà (empat; é + pat (empat) tetapi dalam bahasa Nias terdapat kata ofa (dengan memakai o jang menurut keterangan dibawah nomor 227 menggantikan bunji ě).

Tekanan dalam kata² jang diduakalikan dan dalam komposisi.

320). Dalam suatu bahasa dalam kata² jang diduakalikan bagiannja jang pertama tetap ditekankan, dalam bahasa lain tekanan itu hilang. Kedua kemungkinan itu terdapat dalam bahasa Dajak dalam suatu kata itu djuga, tetapi artinja berubah sedikit, misalnja dalam kata gila-gila (bodoh benar) dan gila-gila (agak bodoh).

321. Dalam hal itu pada typus-Tobapun terdapat hal² jang chas, misalnja dalam kata jalàk-jalak (mentjari di-mana²) disamping kata mànjalak (mentjari) jang diturunkan dari kata dasar jàlak.

322. Dalam bahasa Bugis pada beberapa kata jang tertentu suku katanja jang terachir ditekankan dan pandjang bunjinja seperti dalam kata apěllàŋ (alat untuk memasak), atinròŋ (kamar tidur), arùŋ (radja); kalau kata² itu merupakan bagian jang pertama dari komposisi, maka tekanan diundurkan dan suku kata jang terachir mendjadi péndék bunjinja, seperti dalam kata² àrum-pòne (radja Boné; arùŋ + bone). Dalam bahasa Bugis dalam kalimat hampir tak pernah terdapat dua suku kata ber-turut² jang ke-dua²nja ditekankan; oléh sebab hampir semua kata mengandung énklitik. Oléh sebab itu kata arùm-pòne dipandang kurang baik didengarnja. Tentang bunji mp (jang terdjadi dari mb = ŋ + b) lihat keterangan dibawah nomor 117.

Tekanan dalam hubungan :
kata lengkap + kata jang kurang tegas bunjinja.

323. Dalam hubungan kata lengkapénklitika jang terdiri atas satu suku kata tekanan bergerak (pindah tempat) atau tak bergerak, menurut aturan² jang tertentu :

I. Dalam bahasa Makasar misalnja tekanan berubah tempatnja djika diikuti artikal a dan kata lengkap itu berachir dengan vokal seperti dalam kata ulùw-a (Kepala itu; ùlu - Kepala), tetapi járaŋ-a (kuda itu; járaŋ = kuda).

II. Djika dalam énklitika hilang vokalnja, maka tekanan tetap pada tempatnja, misalnja dalam kata anà-t (anak kami; anà + ta).

III. Dalam bahasa Toba partikel tu (terlampau) menarik tekanan kepadanja misalnja dalam kata madae-tù (terlampau buruk; madàe + tu). Hal itu bersandarkan tingkat perbandingan (lihat keterangan dibawah nomor 317-11).

324. Djika terdapat énklitika jang terdiri atas dua atau beberapa suku kata, maka tekanan pindah tempat atau tidak pindah tempat atau dalam hubungan kata² dua suku kata ditekankan: Dalam tjerita tentang Paupau Rikadòj, hal. 19 (,,Bugischer Grammatik" oléh Matthes) terdapat kata²: na-lettùri-to-n-i (diberitahukannja djuga tentang hal itu). n partikel na jang sama bunjinja dengan na (meréka).

325. Djika terdapat proklitik, maka dalam hal itu tak tampak banjak hal jang perlu dikemukakan. Dalam hubungan sebuah proklitika, jang terdiri atas satu suku kata dengan sebuah kata dasar jang terdiri atas satu suku kata djuga, dalam satu idiom kata dasar dan dalam idiom lain proklitikalah jang ditekankan. Dalam bahasa Toba terdapat kata si-gàk (burung gagak; artikal si + gak) dan dalam bahasa Sunda terdapat kata şi-pus (kutjing).

Tekanan dalam kata² jang diambil dari bahasa lain.

326. Kata² jang diambil dari bahasa lain umumnja tunduk pada hukum² tentang tjara meletakkan tekanan jang berlaku dalam bahasa jang mengambil kata² itu. Dengan begitu kata gezaghebber (orang jang memegang kekuasaan) mendjadi sahèbar dalam bahasa Dajak. Hal jang menjimpang dari aturan itu terdapat dalam kata sikelewa (= schildwacht dalam bahasa Belanda). Hal itu tidak bersandar akan gedjala lain, oléh sebab tak ada kata² dalam bahasa Bugis jang berachir dengan bunji a jang ditekankan.

Kwalitét tekanan.

327. Hingga sampai sekarang penjelidikan kami mengenai letaknja tekanan. Marilah kita sekarang membitjarakan kwalitét tekanan. Dalam bahasa² Indonésia suku kata jang ditekankan, diutjapkan dengan tjara jang tegas, dengan nada tinggi (op hoge toon), dengan suara pandjang.

328. Diantara ber-bagai² uraian tentang kwalitét tekanan dalam bahasa² Indonésia, beberapa tjontoh dikemukakan dibawah ini: ,,Tekanan dalam bahasa² Indonésia berlainan sifatnja dengan tekanan dalam bahasa² Indogerman. Dalam bahasa Belanda dan terutama dalam bahasa Inggeris suku kata jang ditekankan diutjapkan dengan suara jang keras dan sebaliknja suku kata lain diutjapkan dengan suara lemah. Dalam bahasa² Indonésia tak begitu halnja: suku kata jang tidak ditekankan lebih djelas terdengar, tetapi dengan begitu tekanan mendjadi kurang terang. Dalam beberapa idiom suku kata jang ditekankan hanja diutjapkan dengan suara jang lebih pandjang sadja. Tetapi dalam bahasa Sangir tekanan djelas terdengar." (Adriani) - ,,Dalam bahasa² Indogerman aksén diutjapkan dengan suara jang ditekankan, tetapi dalam banjak bahasa Indonésia dengan nada tinggi. Dalam pada itu suara dikeraskan tetapi suku, kata jang tidak ditekankan tidak mendjadi lebih lemah suaranja. Oléh sebab dalam bahasa Tontémboa tekanan diutjapkan dengan nada tinggi dan suku kata jang tidak ditekankan tetap djelas dan lengkap terdengar, maka hal itu menimbulkan kesan bahwa tekanan dalam bahasa Tontémboa lemah. Tetapi djelas djuga terdengar, bahwa tekanan itu diletakkan pada suku kata jang mendahului suku kata jang terachir" (Adriani) ,,Djelaslah, bahwa dalam bahasa Roti suku kata jang mendahului suku kata jang terachirlah jang ditekankan". (Jonker). - ,,Dalam bahasa Minangkabau semua suku kata sama iramanja (dezefde toonsterkte), tetapi suku kata jang mendahului suku kata jang terachir lebih pandjang bunjinja, djadi suku kata itulah jang ditekankan". (van der Toorn). —— ,,Dalam kata² dalam bahasa Atjéh kedua suku katanja ditekankan, tetapi suku kata jang kedua lebih tinggi nadanja (hogeretoon)" (Snouck Hurgronje).

Suku kata jang tidak ditekankan.

329. Dari keterangan dibawah nomor 328 ternjatalah, bahwa suku kata jang tidak ditekankan tidak banjak berbéda kuat nadanja (toonsterkte) dengan suku kata jang ditekankan. Dalam hal itu suku kata jang mendahului suku kata jang ditekankan lebih lemah suaranja daripada suku kata jang mengikuti suku kata jang ditekankan. Telah diterangkan, bahwa dalam beberapa bahasa suku kata jang mengikuti suku kata jang ditekankan pandjang suaranja dan pada suku kata itu dapat terdjadi diftong. Suku kata jang pandjang suaranja dan mendahului suku kata jang ditekankan, djarang terdapat dan diftong lebih djarang lagi terdapat pada suku kata itu. Dalam bahasa Ampano suku kata jang mendahului suku kata jang ditekankan lemah suaranja, ,,hanja kalau orang berbitjara dengan per-lahan barulah dapat didengar vokal jang terdapat pada suku kata itu". (Adriani). Dalam beberapa bahasa vokal hilang pada suku kata jang mendahului suku kata jang ditekankan, seperti dalam kata blaku disamping balaku (mendoa) dalam bahasa Dajak. Dalam suku kata jang mengikuti suku kata jang ditekankan vokal djarang hilang. Hal itu terdjadi dalam bahasa Makian, misalnja dalam kata lim (= lima dalam bahasa Indonésia purba).

Tekanan dalam kata² Indonésin purba.

330. Dalam monografi saja dulu telah dikemukakan, bahwa hal meletakkan tekanan dengan tjara jang terikat, terutama dalam bahasa jang memakai typus-Pänultima, berlaku dalam bahasa Indonésia purba. Kemudian saja menaruh sjak tentang hal itu. Dalam sebagian bahasa Indogerman berlaku tjara meletakkan tekanan jang terikat dalam sebagian lagi terdapat tjara jang bébas; bahasa² Indogerman jang mempergunakan tjara meletakkan tekanan jang terikat belumlah pada taraf pertumbuhannja jang terachir. Apakah begitu djuga halnja tentang bahasa Indonésia jang bersangkutan ? Djika begitu halnja, maka bukan tjara meletakkan tekanan jang terikat (dalam bahasa² jang mempergunakan typus-Pänultima), tetapi typus-Philippinislah jang asli. Dugaan itu timbul ketika dalam bahasa² jang mempergunakan typus-Pänultima tampak beberapa tjara meletakkan tekanan jang menjimpang dari hukum² tentang typus-Pänultima dan lebih sesuai dengan typus-Philippinis. Dalam bahasa² jang memakai typus-Philippinis pada kataganti nama atjapkali suku kata jang terachirlah jang ditekankan; kata amì dalam bahasa² itu diutjapkan dengan tjara jang sama dalam bahasa Nias, jang biasanja mempergunakan typus-Pänultima.

Perbandingan dengan tekanan pada kata²

dalam bahasa² Indogerman.

331. Dilapangan itupun terdapat hal² jang sedjadjar (paralél) dalam bahasa Indogerman. Bahasa Latin dan bahasa Makasar mempunjai sistim jang sama tentang meletakkan tekanan:

I. Aturan jang terpenting. Tekanan diletakkan pada suku kata jang mendahului suku kata jang terachir; djika kata itu terdiri atas tiga suku kata, maka suku kata jang mendahului suku kata jang terachir atau suku kata jang pertamalah jang ditekankan, seperti dalam kata cadavèr (majat) dalam bahasa Latin dan kandàwo (gua) dalam bahasa Makasar, kata càdere (djatuh) dalam bahasa Latin dan kàttereg (memotong) daiam bahasa Makasar.

II. Aturan jang kurang penting. Dalam beberapa hal, karena kontraksi, suku kata jang terachirlah jang ditekankan, seperti dalam kata audit (= udivit; Lihatlah karangan Sommer ,,Handbuch der Lateinischen Laut- und Formenlehre") dan dalam kata kodì (membuat buruk; kata dasar kodi achiran i) dengan huruf i jang pandjang suaranja.

332. Aturan jang terpenting itu dalam bahasa Latin lain dasarnja dengan aturan jang terpenting dalam bahasa Makasar. Dalam bahasa Latin kwantitét suku kata jang pertama (djika kata itu terdiri atas tiga suku kata), dalam bahasa Makasar hal menurunkan suku kata jang terachirlah jang terpenting; apakah suku kata jang bersangkutan adalah asli atau hanja merupakan suku kata-penjangga jang ditambahkan sadja, hal itulah jang penting.

Tekanan dalam kalimat.

333. Soal tekanan dalam kalimat mengenai hubungan tekanan pada bagian kalimat, terutama gedjala² tentang tekanan pada achir kalimat jang amat penting bagi bahasa² Indonésia.

334. Hubungan tekanan pada bagian" kalimat tersendiri. ,,Dalam bahasa Toba hanja suku kata sadjalah jang ditekankan. Hal menekankan kata dalam kalimat tidak terdapat dalam bahasa itu". (van der Tuuk). ,.Dalam bahasa Busang dalam kalimat suku kata jang terachir dari kata jang terachirlah jang ditekankan: tetapi dengan sekehendaknja orang dapat menekankan suatu kata dalam kalimat, djika kata itu menjatakan pengertian jang terpenting". (Barth) —— ,,Dalam bahasa Djawa tekanan diletakkun dengan tjara seperti berikut: dalam tiap² bagian kalimat kedua suku kata jang terachir diutjapkan dengan per-lahan² dan pandjang suaranja, tetapi kedua suku kata itu sama kuat nadanja (toon). Djika orang ingin hendak menekankan suatu kata, maka kata ditempatkan dalam kalimat sehingga kedua suku kata jang terachir tetap dapat ditekankan." (Roorda) - ,,Dalam bahasa Atjéh tekanan bukan diletakkan pada kata² sendiri, tetapi pada himpunan dua atau tiga kata jang dihubungkan mendjadi satuan. Dalam kata anöpbaro na kata na menghilangkan tekanan pada kedua kata jang lain". (Snouck Hurgronje).

335. Hubungan tekanan pada achir kata. ,,Dalamı bahasa Sunda achir kata amat pandjang suaranja dan diutjapkan dengan tjara njanjian dan suku kata jang mendahului suku kata jang terachir ditekankan dengan tjara chusus" (Coolsma). ,,Kata³ dalam dialék Mantangao dari bahasa Dajak diutjapkan dengan tjara jang sama dengan kata² dalam dialék Pulopetak, hanja kata jang terachir dalam tiap kalimat lebih pandjang dan keras suaranja". - ,,Dalam bahasa Minangkabau kata terachir dalam kalimat atau suku kata jang terachir dari kata itu ditekankan, misalnja dalam kalimat: inyo lalòq" (ia tidur) (van der Toorn) — ,,Dalam bahasa Bada suku kata jang terachir dalam kalimat diutjapkan dengan nada tinggi, djadi ditekankan". (Adriani) Dalam bahasa Melaju orang mengatakan inibatu (batukah ini) dengan nada jang meningkat dan inibatu (batulah ini) dengan nada jang merendah.

336. Kalimat jang menjatakan pertanjaan. ,,Dalam bahasa. Buntok suara meningkat dan mentjapai puntjaknja pada vokal terachir dalam kalimat". (Seidenadel). ,,Tekanan dalan kalimat jang mengandung pernjataan dan pertanjaan dalam bahasa Dajak tampak dalam tjontoh seperti berikut: iä hábàn (ia sakit) dan iä hábàn (sakitkah ia?) dengan suku kata terachir jang agak ditekankan dan agak pandjang suaranja jang menjatakan pertanjaan". (Hardeland).

337. Pada bentuk vokatif jang berdiri tersendiri atau dalam hubungan kalimat dalam sebagian besar bahasa² Indonésia suku kata jang terachir dari kata atau himpunan kata² jang bersangkutanlah jang ditekankan. Djadi dalam ber-bagai² bahasa Indonésia terdapat kata iná (o, ibu! bentuk vokatif dari kata iná (ibu). Dalam tjerita Raja Kétêŋahên dalam bahasa Karo (,,Karo-Bataksche Vertellingen" hal, 92 oléh Joustra) terdapat kata²: ola kam taŋis bapà (djangan nangis ajah!) dan man kita ku rumah, raja-ŋkû (sudilah pulang untuk makan, radjaku). Hal meletakkan tekanan pada bentuk vokatif dengan tjara itu terdapat dalam bahasa Indonésia purba.