Hal Bunji Dalam Bahasa-Bahasa Indonesia/Bab 13

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
52271Hal Bunji Dalam Bahasa-Bahasa Indonesia — Bab 13Syaukat JayadiningratRenward Brandstetter

BAB XIII.
GEDJALA² BUNJI DALAM HUBUNGAN KALIMAT.

291. Dalam kalimat tampak gedjala2 bunji jang sama seperti dalam kata², atau gedjala2 bunji lain.

I. Dalam dialék jang terpenting dari bahasa Tontémboa baik dalam kalimat maupun dalam kata², k berubah mendjadi c djika mengikuti i. Oleh sebab itu dalam tjerita² S. Pandey (Téks Schwarz, hal. 12) terdapat kata² (hal. 13): lalic (= lalik (mengeluh) dan djuga si cayu (= si kayu (pohon).

II. Dalam dialék Kawankoqan k hanja berubah mendjadi c dalam kata² sadja. Dalam kalimat bunji itu tak berubah. Dalam tjerita² A. W. Rompas dalam dialék Kawankoqan (hal. 156) terdapat kata pasicolaan (sekolah) jang dibentuk dari kata dasar sicola (= sikola), tetapi pada halaman 155 terdapat kata² si kayu (pohon).

292. Suatu kalimat ialah suatu kesatuan atau didalamnja terdapat bagian2 jang tertentu jang merupakan kesatuan jang lebih mendalam sifatnja. Kesatuan atau golongan kata² jang dimaksudkan jang terachir itu lebih erat bertali dengan rasa hati; bagi bangsa Nias hubungan kata anteseden (Beziehungswort) + génitif subjéktif lebih mendalam sifatnja daripada hubungan kata anteseden + génitif objéktif; atau hubungan antara bagian² kalimat terdjadi karena tekanan jang sama. Begitulah halnja tentang hubungan proklitika atau énklitika + kata lengkap jang merupakan satu golongan kata². Dalam golongan² kata sematjam itu bisa terdapat gedjala² bunji jang tak tampak dalam kalimat lengkap (lihat keterangan dibawah nomor 302).

293. Gedjala² bunji jang tampak dalam kalimat lengkap ialah terutama: asimilasi, métathese (perubahan tempat bunji), terdapatnja bunji perantara, konsonan2 jang diduakalikan pada achir kata, vokal jang mendjadi konsonan, hilangnja konsonan. Gedjala² bunji itu ialah sebagian sama dengan gedjala² bunji jang telah tampak oléh kita pada hubungan kata dasar dengan suku kata (lihat keterangan dibawah nomor 266). 294. Asimilasi terdapat dalam banjak bahasa Indonésia antara lain dalam bahasa² di Toba. Dalam tjerita tentang Nan-Jomba — Ilik ("Bataksch Leesboek" oléh H.N. van der Tuuk, hal. 1) terdapat kalimat di-bahen ro hamu (mengapa kamu datang ?) tetapi dalam bentuk bahasa lisan kalimat itu berbunji: di — baher ro hamu.

295. Métathese dalam bahasa Kupang. Menurut téks Bihata Mesa ("Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde van Nederlandsch-Indië", 1904) dalam beberapa hal jang tertentu dalam hubungan kalimat métathese terdjadi pada suku kata jang kedua dari kata dasar. Kata aku dalam bahasa Indonésia purba terdapat djuga dalam bahasa Kupang dengan tak berubah, tetapi kata laku (pergi) dalam bahasa Indonésia purba mendjadi lako. Pada halaman 253 dalam madjalah jang dimaksudkan tadi terdapat kata² lako, ti tek (pergilah ia dan memberitahukan tentang hal itu), tetapi pada halaman itu djuga terdapat kata² auk laok tai (Saja menggantungkannja).

296. Muntjulnja bunji perantara vokal dan konsonan. Dalam tjerita tentang "Kariso und seine Kinder" (Kariso dan anak²nja) dalam bahasa Tontémboa (Téks Schwarz, hal. 129) terdapat kata² esa taranak — ê — na (keluarganja). Pada kata² itu bunji pěpět jang ditambahkannjalah jang merupakan bunji-perantara; na — miliknja. Hainteny, hal. 186. Pada sjair ke-5 terdapat kata²: nahatan-d-riaka (dapat) menahan aliran air). Pada kata² dalam bahasa Howa itu, konsonanlah jang mendjadi bunji perantara antara nahatan (a) dengan riaka.

297. Hal menduakalikan konsonan pada achir kata. Dalam bahasa Ibanaq terdapat kalimat dakall ak (dakal + ak; saja besar).

298. Vokal jang mendjadi konsonan. Hal itu terdjadi dalam beberapa bahasa, antara lain dalam bahasa Djawa kuno, bahasa Timor, dsb. Dalam bahasa Djawa kuno dalam sjair tentang Mpu Tanakung terdapat kata² paksy adulur (paksi + adulur; seperti burung).

299. Kontraksi dalam bahasa Djawa kuno dan bahasa² lain. Dalam tjerita Ramayana II terdapat kata2² laras niragön (nira + ugön; busurnja jang besar).

300. Hilangnja vokal.

I. Djika vokal itu terdapat pada achir kata dan kata jang mengikutinja dimulai dengan vokal. Hal itu terdjadi antara lain dalam bahasa Howa. Dalam téks Hainteny, hal. 136 terdapat kata² manan eritreirita (manana eritreritra; gelisah).

II. Djika vokal itu terdapat pada achir kata dan kata jang mengikutinja dimulai dengan konsonan, misalnja dalam bahasa Kupang. Dalam tjerita tentang Bihata Mesa ("Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde van Nederlandsch-Indië", 1904, hal. 257) terdapat kata²: dad buan (dada + buan; meréka duduk berdampingan).

III. Dalam bahasa Timor vokal hilang djika terdapat antara dua konsonan. Tjerita Atonjes ("Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde van Nederlandsch-Indië". 1904 hal. 271) mengandung kata² : ainfi (ainaf + i; ibu ini).

301. Dalam bahasa Kamberi konsonan hilang. Dalam tjerita Kreisel ("Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde van Nederland-sch-Indië", 1913 hal. 82) tampaklah kata2: Pada njara (padah + njara; tempat gembalaan kuda).

302. Gedjala2 bunji chusus dalam golongan bahasa jang ketjil, jang telah dikemukakan dibawah nomor 292.

I. Pada kataganti (pronomen) jang bersifat proklitis dalam bahasa Djawa kuno, vokal pada achir kata dapat hilang; hal itu dapat djuga terdjadi vokal itu terdapat depan kata jang dimulai dengan konsonan. Dalam tjerita Ramayana XXII terdapat kata² nke k tona asih ta (saja mengakui jintamu); bunji k ialah singkatan kata ku, jaitu kata-ganti orang pertama, jang dalam bentuk dan dengan fungsi jang sama terdapat dalam banjak bahasa Indonésia; kata tona ialah bentuk futur dari ton melihat). Dalam hal2 bahasa Djawa kuno mempergunakan kontraksi atau mengubah vokal sehingga mendjadi konsonan.

II. Dalam bahasa Nias bunji jang tak bersuara pada permulaan kata dibuat mendjadi bersuara, djika mengikuti vokal pada achir kata jang mendahului kata itu, misalnja dalam hubungan kata anteseden (Beziehungswort) + génitif subjéktif atau dalam hubungan kata depan (préposisi) + kata anteseden (Beziehungswort). ,,Hati" ialah to do₂ dalam bahasa Nias, tetapi dalam tjerita tentang Siwa Ndrofa ("Bijdragen tot de taal-, lan- en volkenkunde", 1905 hal. 34) terdapat kata² : ba do₂ do₂., (dalam hati).

303. Gedjala² bunji dalam kalimat kadang² terdapat dengan tjara teratur, kadang2 lagi dengan tjara kurang teratur.

1. Hal membuat bunji jang tak bersuara mendjadi bunji jang bersuara berlaku dengan tjara teratur dalam bahasa Nias.

II. Menurut Hainteny hal menghilangkan vokal atau konsonan dalam hubungan sebutan (prédikat) + objék dalam bahasa Howa diserahkan pada kehendak masing2 orang jang memakainja. Dalam téks Hainteny hal. 188 terdapat kata : hitelim batu (hitelin(a) watu; hendak menelan batu) dan manitra wuasari (berbau sitrun); dengan menghilangkan vokal kalimat itu mendjadi mani bausari.

304. Kataseru (interjéksi) dalam kalimat tidak tunduk pada hukum² jang berlaku. Dalam bahasa Toba bunji a pada achir kata — dengan tiada ketjualinja hilang djika terdapat depan kata jang mengikuti kata itu dan dimulai dengan a. Dalam tjerita tentang teka-teki ("Bataksch leesboek" oléh H.N. van der Tuuk) hal. 49, I. terdapat kata²: molo soada adoy (djika tidak mungkin) jang dalam bentuk bahasa lisan mendjadi: molo soad adon. Tetapi djika kata jang berachir dengan a merupakan kataseru atau interjéksi, maka bunji a itu tetap ada seperti dalam kata² indadoŋ ba amàŋ (tidak, o ajah) jang terdapat dalam tjerita tentang teka-teki I dalam karangan van der Tuuk jang dimaksudkan tadi.

305 Satuan ketjil kata² meng-halang2i hukum bunji sehingga tak berlaku.

I. Mengenai kata lengkap. Dalam bahasa Makasar bunji k pada achir kata mendjadi q seperti dalam kata anaq (= anak dalam bahasa Indonésia purba), tetapi k itu tak berubah djika mendahului artikal jang bersifat énklitis seperti dalam kata anak-a (anak itu).

II. Mengenai proklitika dan énklitika. Dalam bahasa Minangkabau bunji 'a pada achir kata mendjadi o seperti dalam kata mato (= mata dalam bahasa Indonésia purba), tetapi dalam kata² jang bersifat proklitis katadepan (préposisi) ka banji a itu tak berubah.

306. Achirnja terdapat hal² jang sedjadjar (paralél) antara bahasa² Indonésia dan bahasa² Indogerman :

I. Asimilasi dalam bahasa Junani dan bahasa Toba. Menurut Thumb dalam karangannja "Handbuch der griechischen Dialékte" dalam dialék bahasa Junani terdapat kata labyadan (= tòn labyadan) dan dalam bahasa Toba: sal lappis (= san lampis; lapisan).

II. Membuat bunji jang tak bersuara mendjadi bunji jang bersuara dalam bahasa Sardi dan bahasa Nias. Tempus dalam bahasa Sardi artinja ,,waktu", tetapi ,,waktu itu" ialah su dempus; dalam bahasa Nias terdapat kata² to2 do2, (hati) dan ba do2 do2, (dalam hati).

III. Vokal hilang. Dalam bahasa Rumania dan bahasa Bali vokal itu hilang dalam kata lengkap djika mendahului énklitika. Dalam bahasa Rumania terdapat kata casa (rumah; casa + artikal a) dan dalam bahasa Bali (dalam téks pada lampiran "Grammatik" oléh Eck, hal. 62) terdapat kata²: muŋgw iŋ surat (terdapat dalam surat; muŋguh iŋ surat). Dalam bahasa Latin dan bahasa Karo vokal hilang pada énklitika, misalnja dalam kata viden (tampaklah oléhmu ?" vides + ne) dan dalam tjerita tentang Dunda Katekutan, hal. 34 dalam bahasa Karo terdapat kata ěŋgom (sudah selesai; ěŋgo + partikal .

IV. Dalam bahasa India kuno dan bahasa Toba hukum tentang phonétik kalimat tidak berlaku bagi kataseru (interjéksi). Mengenai bahasa India kuno dalam hal itu lihatlah karangan Wackernagel "Altindische Grammatik" I dan mengenai bahasa Toba lihatlah keterangan dibawah nomor 304 tentang kata : ba maŋ.