Lompat ke isi

Dr. Soetomo: Riwayat Hidup dan Perjuangannya/Bab 1

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas

BAB I. SEDJARAH HIDUP SELAJANG PANDANG


Pak Tom! Demikianlah almarhum Dr Soetomo biasa disebut oleh kawan-kawan seperdjuangannja dan oleh para pengikutnja. Pengikut Dr Soetomo ialah rakjat Indonesia dalam arti seluas-luasnja, jaitu meliputi lapisan bawah sampai kelapisan atas. Bagi mereka jang hidup didekatnja, sebutan ‘Pak’ itu mengandung arti ‘bapak’ dalam segala hal. Bagi jang lain, Dr Soetomo adalah ‘bapak pergerakan nasional Indonesia’. Tjinta dan simpati kawan-kawan seperdjuangan dan para pengikutnja itu terbukti dengan njata sekali pada waktu ‘Pak Tom’ wafat: pernjataan turut berduka-tjita melimpah-limpah seperti tidak pernah sebelum itu ditundjukkan orang terhadap seorang pemimpin pergerakan nasional Indonesia jang meninggal dunia.

Soetomo dilahirkan di Ngepeh, kabupaten Ngandjuk, residensi Kediri, pada tanggal 30 Djuli 1888. Setelah keluar dari sekolah rendah, ia meneruskan peladjaran kesekolah dokter di Djakarta. Disekolah itulah, pada 20 Mei 1908, didirikan olehnja, bersama dengan beberapa orang temannja, perkumpulan pemuda ‘Budi Utomo’, jang mula-mula hanja bertudjuan memadjukan pengadjaran sadja, tetapi kemudian tumbuh mendjadi perkumpulan nasional jang bergerak dilapangan politik, ekonomi dan sosial. Tanggal kelahiran Budi Utomo kemudian dianggap sebagai tanggal kelahiran pergerakan nasional Indonesia.

Pada tahun 1911 Soetomo lulus dari Sekolah Dokter dengan tidak diudji lebih dulu, bersama-sama dengan delapan orang temannja. Ia terus diangkat sebagai dokter di Stadsverband Semarang. Sampai pada tahun 1919 ia tiap tahun dipindahkan ketempat lain, jaitu berturut-turut ke Tuban, Lubuk Pakam (Sumatera), Kepandjen, Magetan, Blora dan Baturadja (Sumatera). Disemua tempat itu ia senantiasa melakukan kewadjibannja dengan kesungguhan hati dan mentjurahkan segenap tenaganja. Disamping itu iapun bekerdja untuk berbagai-bagai perhimpunan jang menjelenggarakan kepentingan umum; banjak pula ia dengan langsung memberikan pertolongan kepada orang-orang jang menderita kesukaran.

Waktu dokter Soetomo diperbantukan pada rumah sakit Zending di Blora pada tahun 1917, ia berkenalan dengan seorang wanita Belanda jang bekerdja disitu sebagai zuster. Dengan zuster ini, njonja E. Bruring, jang telah kematian suaminja, ia kemudian kawin.

Pada tahun 1919 dokter Soetomo melandjutkan peladjarannja kenegeri Belanda. Sesudah menempuh udjian, ia bekerdja pada klinik dermatologi Universiteit, jang dipimpin Prof. Mendes da Costa, di Amsterdam. Kemudian ia pindah pada Dermatologicum Prof. Unna di Hamburg, lalu mendjadi pembantu Prof. Dr Plant di Weenen.

Ketika berada dinegeri Belanda ia turut mendirikan dan pernah pula mendjadi ketua 'Indonesische Vereniging' jang kemudian berganti nama 'Perhimpunan Indonesia'.

Pada bulan Djuni 1923 Dr Soetomo pulang ke Indonesia. Kepada teman-temannja jang masih tinggal dinegeri Belanda, ia antara lain berpesan, hendaknja mereka berdjuang terus dan ia mengharap akan bertemu lagi dengan mereka kelak dikalangan perdjuangan ditanah air, dimana dibutuhkan pemimpin sebanjak-banjaknja.

Setelah tiba kembali di Indonesia Dr Soetomo didjadikan Guru pada Sekolah Dokter di Surabaja. Disamping pekerdjaan itu ia tetap giat berdjuang untuk kemadjuan masjarakat dan bangsa Indonesia. Sudah sewadjarnjalah, bahwa ia kemudian diangkat sebagai anggota Dewan Kota (Gemeenteraad). Tetapi tidak lama ternjatalah kepadanja, bahwa perdjuangannja untuk membela kepentingan rakjat dalam Dewan itu tidak membawa hasil jang diharap-harapkannja. Oleh karena itu bersama-sama dengan kawan-kawannja, jaitu: R. M. H. Soejono, M. Soendjoto dan Asmowinangoen, mogoklah ia, keluar dari badan perwakilan tersebut. Tindakan itu adalah 'pemogokan' jang pertama terdjadi dalam suatu dewan perwakilan di Indonesia. Dalam kalangan pergerakan timbul karenanja bermatjam-matjam kesan: sebagian diantara kaum pergerakan menjetudjui tindakan itu dan menganggapnja sebagai suatu langkah jang tepat dan bidjaksana; sebagian lagi menjatakan, bahwa sebaiknja Dr Soetomo djangan meninggalkan Gemeenteraad, karena dengan oposisi jang dilakukannja didalam badan perwakilan itu achirnja pasti akan tertjapai hasil jang bermenfaat bagi rakjat. Diantara golongan jang menjesali tindakan Dr Soetomo itu terdapat Tan Malaka, jang mengatakan, bahwa orang sebagai Dr Soetomo itu dengan ketjerdasannja pasti achirnja dapat menginsafkan lawannja dalam Gemeenteraad. Tetapi bagaimanapun djuga, Dr Soetomo tetap tidak mau duduk dalam Gemeenteraad lagi, karena jakin, bahwa ia diluar badan perwakilan itu akan dapat mentjapai hasil jang lebih baik bagi kepentingan rakjat.

Pada tanggal 4 Djuli 1924 ia mendirikan 'Indonesische Studieclub', suatu perhimpunan bagi kaum terpeladjar untuk menjelidiki hal-hal dan kemungkinan-kemungkinan jang dapat memadjukan ketjerdasan dan perkembangan politik jang berguna bagi rakjat Indonesia. Sebagai ichtiar untuk mempererat tali persatuan dikalangan perhimpunan itu, pengurus Indonesische Studieclub disusunnja dari anggota-anggota jang berasal dari berbagai-bagai daerah Indonesia. Usahanja jang lain kearah pemberantasan 'provinsialisme' ialah mengadakan 'interinsulaire dag' jang terdjadi pada 11 Djuli 1925, jang a.l. mendapat bantuan dari seorang kiri, Muso, dari 'Sarekat Rakjat'. Pada hari tersebut diundang putera Indonesia dari berbagai daerah untuk berkumpul di Gedung Perlindungan Peladjar, Surabaja.

Indonesische Studieclub menerbitkan madjalah bulanan berbahasa Belanda: 'Suluh Indonesia', jang dalam hampir tiap nomor terdapat buah pena Dr Soetomo. Kemudian madjalah ini disatukan dengan madjalah 'Indonesia Muda', jang diterbitkan oleh Algemene Studieclub jang dipimpin oleh Ir Soekarno di Bandung. Nama madjalah baru itu djadi: 'Suluh Indonesia Muda'.

Untuk rakjat umum diterbitkan mingguan dalam bahasa Indonesia: 'Suluh Rakjat Indonesia', jang isinja bersifat penerangan dan pendidikan kearah persatuan dan kesadaran nasional.

Bahwa Dr Soetomo diakui sebagai seorang pemimpin jang pandai mendamaikan golongan-golongan jang bertentangan paham, terbukti a.l. dalam tahun 1926, waktu di Surabaja terbit perselisihan jang hebat antara kaum buruh dan kaum madjikan. Dr Soetomo diundang dan diminta mendjadi pendamai. Berkat kebidjaksanaannja dapat tertjapai penjelesaian pertentangan jang memuaskan bagi kedua pihak. Diwaktu lain ia berhasil pula mendamaikan Sarekat Islam dan Muhammadijah, jang tentang-menentang.

Pada tahun 1927 Dr Soetomo menerima surat angkatan mendjadi anggota Dewan Rakjat. Meskipun ia sendiri sebenarnja dapat menerima angkatan itu begitu sadja, namun karena ia merasa sepatutnja sebagai anggota Studieclub menjerahkan putusan kepada perhimpunan itu, soal tersebut diserahkan kepada Studieclub. Karena tenaga dan fikiran Dr Soetomo dianggap oleh Studieclub lebih baik ditjurahkan diluar Dewan Rakjat, jang ternjata telah memberi manfaat bagi rakjat, sedangkan keanggotaan Dr Soetomo dalam Dewan Rakjat belum tentu akan membawa keuntungan, Studieclub menolak pengangkatan tadi.


Untuk memperkuat pergerakan politik, pada achir tahun 1927 beberapa partai politik (a.l. Budi Utomo, Partai Nasional Indonesia, Sarekat Islam, Pagujuban Pasundan, Serikat Kaum Betawi, Sumatranenbond, beberapa Studie-club) mengadakan badan gabungan dengan nama Madjelis Permufakatan Perkumpulan-Perkumpulan Politik Kebangsaan Indonesia (P.P.P.K.I.). Sebagai ketua Madjelis P.P.P.K.I. itu diangkat Dr Soetomo.


Pada 16 Oktober 1930 timbullah sebuah partai politik jang diketuai oleh Dr Soetomo, jaitu Persatuan Bangsa Indonesia (P.B.I.). Partai ini adalah pendjelmaan Indonesische Studieclub, jang pada waktu itu ditimbang sudah tjukup masak untuk dilebur, karena telah datang temponja bekerdja langsung untuk kemadjuan rakjat.


Untuk penerangan dan tuntunan bagi rakjat djelata Dr Soetomo mengusahakan penerbitan sebuah surat kabar dengan bahasa Djawa dan Madura: 'Swara Umum'. Setelah meningkat kemadjuannja, madjalah ini didjadikan harian nasional berbahasa Indonesia dengan nama: 'Suara Umum'.


Atas inisiatif Dr Soetomo pada achir Desember 1931 diselenggarakan Kongres Indonesia Raja jang pertama. Pada waktu itu Ir Soekarno, Ketua Partai Nasional Indonesia, djustru keluar dari pendjara Sukamiskin. Untuk menjong- song pemimpin jang sangat populer inilah Kongres Indonesia Raja itu diadakan. Dalam Kongres itu selain lebih eratnja persatuan, ditjapai pula hasil-hasil lain untuk kemadjuan bangsa Indonesia.


Usaha Dr Soetomo dalam hal mempersatukan apa jang mungkin dipersatukan, mendapat hasil jang bagus sekali pada 24 Desember 1935, waktu diadakan fusi antara Persatuan Bangsa Indonesia (P.B.I.) dan Budi Utomo. Partai jang didjelmakan dari kedua partai tadi diberi nama Partai Indonesia Raja, jang lebih terkenal dengan nama singkatan: Parindra. Pada pemilihan setjara undian untuk menetapkan ketua Parindra jang pertama antara Dr Soetomo dan K.R.T.H. Woerjaningrat, bekas ketua Budi Utomo jang terachir, ternjata bahwa Dr Soetomolah jang terpilih.

Parindra sedjak didirikan itu terus madju dengan pesat. Anggotanja terdapat dimana-mana diseluruh Indonesia. Perhimpunan ‘Kaum Betawi’ jang dipimpin oleh M. H. Thamrin dan perhimpunan ‘Tirtajasa’ kemudian djuga menggabungkan diri pada Parindra.

Pada bulan Maret 1936 Dr Soetomo bepergian keluar negeri, menindjau negeri-negeri Djepang, Malaka, India, Sailan, Mesir, Nederland, Inggris, Turki, dan singgah djuga di Palestina.

Disemua negeri jang dikundjunginja itu dipeladjarinja segala sesuatu jang kiranja dapat didjadikan tjontoh bagi Indonesia. Demikianlah maka didalam ichtisar perdjalanannja dituliskan a.l.: tentang bangsa Djepang jang mempunjai keuletan bekerdja dan kepandaian meniru ketjakapan serta keradjinan bekerdja bangsa Barat dengan tidak melupakan kebudajaan sendiri, tentang soal-soal kerochanian dan kebudajaan India jang dalam berbagai-bagai hal sekeluarga dengan Indonesia, tentang bangsa Sailan, jang diantaranja terdapat turunan bangsa Indonesia jang dinegeri Sailan merupakan golongan penduduk jang terkemuka, karena tinggi tingkatan kemadjuannja.

Kini ternjata, bahwa perhubungan jang dilakukan oleh Dr Soetomo dengan orang-orang terkemuka di Sailan itu mendjadi dasar untuk perhubungan jang membawa manfaat bagi perdjuangan kemerdekaan Indonesia. Bukankah Republik Indonesia telah menerima bantuan jang tidak ketjil nilainja dari orang-orang terkemuka Sailan seperti Dr Drahaman, Mr. T. B. Jayah, Mr. Saldin, Mr. T. H. Burah, Mr. Senanayaka, dll. lagi?

Tentang Mesir Dr Soetomo menundjukkan sifat-sifat kemodernan, a.l. dalam susunan Bank of Mesir, jang dikemukakan sebagai tjontoh bagi kaum Muslimin di Indonesia untuk menjusun organisasi jang rapi dan dapat dibanggakan.

Tentang Inggris banjak ditjeriterakan usaha-usaha dalam lapangan pekerdjaan sosial jang dilakukan oleh kaum wanita; dikemukakannja, bahwa kaum wanita Inggris tidak malu-malu mengerdjakan sendiri pengumpulan uang derma guna pemberantasan berbagai-bagai penjakit, guna pemeliharaan penderita sakit paru-paru, dan sebagainja.

Tentang Turki dikemukakan betapa sikap bangsa Turki terhadap agama Islam, adanja pendirian-pendirian jang modern menurut aliran dan tjara Barat. Ia mengandjurkan hendaknja apa jang dikemukakannja itu dapat menimbulkan kesadaran pada bangsa Indonesia untuk mengatur organisasi jang baik dan berguna untuk pesatnja kemadjuan Nusa dan Bangsa.

Tentang Palestina ditjeriterakan keadaan tempat-tempat jang bersedjarah, jang ia telah memerlukan mengundjunginja.

Tentang bangsa dan negeri Belanda, Dr Soetomo a.l. mengemukakan perhubungan-perhubungan jang dilakukannja dengan para tjerdik-pandai: Mr Crena de Jong, Professor Baron van Asbeck, Prof. Idema, Prof. Berg, Prof. Schrieke dan lain-lain sardjana. Didalam suatu pertemuan jang diselenggarakan oleh Indisch Genootschap ia mengadakan chotbah tentang soal pengadjaran bagi Indonesia. Dalam suatu pertemuan jang lain ada seorang Belanda terkemuka jang memadjukan pertanjaan, bagaimana sikap bangsa Indonesia kelak kiranja, apabila bangsa Indonesia sudah sungguh-sungguh mentjapai kemerdekaannja, apakah kiranja orang-orang Belanda akan diusir? Pertanjaan ini dibalas dengan pertanjaan kembali: ‘Apakah ketika Nederland dulu dilepaskan oleh Sepanjol, bangsa Sepanjol bekas pendjadjah Nederland itu diusir oleh bangsa Belanda?” Dengan ramah Dr Soetomo mejakinkan pendengar-pendengarnja, bahwa bangsa Indonesia kiranja tidak akan bersikap sebagai suatu bangsa jang mempunjai pendirian kebangsaan jang sempit, hingga menolak persahabatan dan persaudaran dengan bangsa lain.

Segala kisah perdjalanan Dr Soetomo itu dipaparkannja dalam harian nasional jang diterbitkan atas usahanja sendiri, jaitu Suara Umum dan Tempo di Surabaja, Pewarta Umum di Solo, Berita Umum di Djakarta dan mingguan Panjebar Semangat. Pun pernah diterbitkan orang buku tentang perdjalanannja itu, jaitu dengan nama 'Puspita Mantja Negara' dan 'Melawat ke Mesir'.

Pada 15 Mei 1937, pada waktu Dr Soetomo baru sadja tiba kembali di Indonesia dan Parindra mengadakan kongresnja jang pertama di Djakarta, ia dipilih lagi oleh kongres sebagai ketua umum partai.

Sedjak itu tiada berhentinja ia bepergian kemana-mana untuk kepentingan partai maupun untuk kepentingan umum. Sebagai seorang dokter jang tjinta kepada rakjat, sehabis dan sebelum melakukan kewadjibannja sehari-hari sebagai tabib di Rumah Sakit Pusat dan sebagai guru Sekolah Dokter, pada tiap pagi dan petang hari ia menerima tamu-tamu jang berobat, tamu-tamu itu beratus-ratus banjaknja — dari segala bangsa — semuanja ditolong dengan senang hati dan tidak diwadjibkan membajar ongkos.

Pada bulan April 1938 Dr Soetomo djatuh sakit. Menurut penuturan keluarganja baru itulah Dr Soetomo sedjak mengindjak umur dewasa, menderita sakit. Sakitnja makin hari makin keras, hingga pada tanggal 30 Mei 1938, bertepatan hari Senen Kliwon, pada djam 16.15 pemimpin jang sangat dihargai oleh bangsa Indonesia itu menutup mata untuk selama-lamanja. Ia meninggal dengang tenang.

Pesan jang ditinggalkan kepada kawan-kawannja ialah: hendaknja mereka itu berdjuang terus sampai tertjapai idam-idaman kemuliaan bagi Nusa dan Bangsa.

Ia minta sedapat mungkin hendaknja djenazahnja dikubur dihalaman Gedong Nasional, Surabaja. Dalam pada itu dari fihak keluarga Mangkunegoro VII dimadjukan permintaan untuk mengubur djenazah itu dimakam keluarga istana di Surakarta, sedangkan para bangsawan Surabaja minta, agar ia dimakamkan ditempat makam para bupati di Surabaja; tetapi achirnja diputuskan, bahwa djenazah Dr Soetomo dikubur ditengah-tengah halaman Gedong Nasional, Surabaja.

Betapa besar penghormatan pada waktu pemakaman itu terbukti a.l. dari datangnja 163 putjuk surat kawat dan beratus-ratus surat biasa untuk menjatakan berduka-tjita dari segala lapisan dan segala bangsa. Karangan bunga jang diterima oleh panitia pemakaman ada 364 buah, sedangkan nama tamu-tamu jang datang mendjenguk keluarganja, pada waktu sebelum djenazah dikubur, memenuhi empat buah buku berkabung jang sangat tebal-tebal. Djumlah orang jang mengiringkan upatjara penguburan, menurut taksiran tidak kurang dari 60.000 orang, diantaranja banjak jang datang dari luar Surabaja, seperti Ki Hadjar Dewantara, K.R.T. Woerjaningrat, Mr Muhammad Yamin, M.H. Thamrin. Tak ketinggalan pula orang-orang terkemuka bangsa Belanda, Tionghoa, India dan Arab.

Pesan Dr Soetomo jang terachir, jang diutjapkan kepada tuan Sudirman, pada waktu ia merasa tidak lama lagi akan wafat, jaitu di Rumah Sakit Pusat (C.B.Z.) Surabaja, adalah sebagai berikut:

‘Saudaraku, pesanku padamu dan pada saudara-saudara lain semuanja jang akan kutinggalkan, bekerdjalah terus untuk kemadjuan pergerakan kita. Ketahuilah olehmu, saudara, bahwa pergerakan bangsa kita, masih harus berkembang, harus bersemi dan harus selalu madju. Oleh karena itu, saudara, sampaikanlah pesanku kepada saudara-saudara semuanja jang tidak dapat mengundjungi saja kemari; bersama-samalah bekerdja lebih giat dan kuat guna kemadjuan pergerakan dan perdjoangan kita sehingga tertjapai kemerdekaan dan kemuliaan bangsa’. Keinginannja jang terachir diutjapkan, ketika hendak mangkat, kepada adiknja, Dr Soeratmo, pada tanggal 29 Mei 1938, ialah sebagai berikut:

'Kalau Tuhan Allah sungguh-sungguh akan memanggil saja pulang kezaman baka, saja ingin sekali dikuburkan dihalaman Gedong Nasional, diantara rakjat bangsaku. Djika ditempat ini tidak mungkin, berharaplah saja, supaja dikubur didesa Ngepeh (Ngandjuk), tempat kelahiranku, didekat blumbang (kolam) jang dilingkungi bunga melati, jang dahulu semasa masih kanak-kanak atjap kali mendjadi tempatku berdjalan-djalan dengan nenekku perempuan'.

'Aku berpesan, hendaknja perusahaan 'Indonesia' jang menerbitkan surat-surat kabar 'SUARA UMUM' dan 'PANJEBAR SEMANGAT' dipelihara dengan sebaik-baiknja, sehingga tetap mendjadi perusahaan nasional jang sehat dan berkembang, karena itu adalah alat untuk memberi penerangan dan tuntunan bagi rakjat kita'.

Rumahku jang terletak didesa Tjlaket beserta isinja hendaklah diwakafkan untuk partai sebagai rumah pasanggrahan'.

'Sebagian besar dari harta peninggalanku hendaklah dipergunakan untuk satu fonds jang bunganja guna menolong anak-anak bangsa kita jang mempeladjari soal ekonomi dan lain-lainnja'.