Biografi Tokoh Kongres Perempuan Indonesia Pertama/Raden Ayu Catharina Sukirin Harjodiningrat

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas

RADEN AYU CATHARINA SUKIRIN HARJODININGRAT

Pada tahun 1904 lahirlah seorang bayi perempuan di lingkungan Puro Paku Alaman Yogyakarta, putera Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Sosroningrat, sedangkan ibunya bernama Raden Ajeng (RA) Mudmainah, yang kemudian sesuai dengan nama suaminya disebut Bendoro Raden Ayu (BR Ay) Sosroningrat. KPH. Sosroningrat adalah putra Sri Paku Alam III dari garwo permaisuri dan biasa disebut oleh rakyat sebagai "Gusti Wakil". Hal ini disebabkan KPH. Sosroningrat pernah diangkat menjadi penjabat Sri Paku Alam sebelum Sri Paku Alam VI diangkat. Bayi perempuan tersebut oleh KPH. Sosroningrat diberi nama RA Sukirin yang nantinya dikenal dengan nama Raden Ayu (R Ay) Catharina Sukirin Harjodiningrat seorang pendiri organisasi "Wanita Katholik" dan aktivis dalam penyelenggaraan Kongres Perempuan Indonesia I.

RA. Sukirin adalah puteri ke-6 KPH. Sosrodiningrat dengan RA. Mudmainah. Jumlah putera-puterinya semua ada tujuh yaitu: RA. Sumardinah, setelah menikah bernama R. Ay. Martodirjo (seorang dari 11 gadis bangsawan yang pertama kali lulus Europeesche Lagere School (ELS) tahun 1892 dan menjadi pengurus Rooms Katholieke Meisyes School Mendut), RA. Sutartinah yang setelah menikah bernama Nyi Hajar Dewantoro, RA. Sulastri, setelah menikah bernama R. Ay. Suyadi Darmoseputro seorang perintis dan pendiri organisasi "Wanita Katholik", RM. Sidarto Sosroningrat, RA. Sukemi, lebih dikenal sebagai Zuster Maria Clara, seorang wanita Indonesia yang pertama menjadi biarawati Katholik, RA. Sukirin, dan RM. Sancoyo Sosroningrat (pada zaman pemerintahan Hindia Belanda beberapa kali mewakili golongan nasionalis Katholik di dalam Gemeente Raad dan pada zaman permulaan revolusi tahun 1945 menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat sebagai wakil rakyat Sumatra Selatan.

Di samping itu KPH. Sosroningrat masih mempunyai empat orang putera lagi dari isteri yang lain. Adapun keempat putera puterinya tersebut yaitu: Dr. H. RM. Notoningrat, RM. Prawironingrat, Surojo seorang tokoh Sarekat Islam Bogor, dan RA. Sutapsilah. Jadi jumlah putera-puteri KPH. Sosroningrat semuanya sebelas orang. Apabila diurutkan sesuai dengan usianya sebagai berikut: Dr. H. RM. Notoningrat, RM. Prawironingrat, RM. Surojo, RA. Sumardinah, RA. Sutapsilah, RA. Sutartinah, RA. Sulastri, RM. Sidarto Sosroningrat, RA. Sukemi, RA. Sukirin, dan RM. Sancoyo Sosroningrat.

Mungkin kita merasa heran bahwa putra putri KPH. Sosroningrat ternyata memeluk agama yang berbeda-beda. Dr. H. RM Notoningrat, RM. Prawironingrat, RM. Surojo, RA. Sutapsilah, dan RA. Sutartinah memeluk agama Islam, sedang lainnya memeluk agama Katholik. KPH. Sosroningrat beranggapan bahwa azas kemerdekaan itu berada di atas segala-galanya, termasuk kemerdekaan bagi putera-puterinya dalam memilih agamanya masing-masing. Itulah sebabnya KPH. Sosroningrat memberi kebebasan kepada putera-puterinya untuk memeluk agama yang sesuai menurut pendiriannya.

KPH. Sosroningrat dan isterinya selalu mendidik putera-puterinya untuk hidup prihatin dan tahu keadaan. Apa yang lebih diutamakan bagi KPH. Sosroningrat adalah kepentingan sekolah putera-puterinya. Putera-puterinya dianjurkan untuk sekolah, sebagai syarat untuk mencari bekal bagi perjuangan hidupnya kelak. Ini satu pendirian yang lahir dari sikap hidup merdeka sang pangeran.

Sehabis makan bersama dan juga saat-saat menjelang tidur merupakan waktu yang bagus dan mengesankan bagi RA. Sukirin dan saudara-saudaranya. Pada saat-saat itulah BR. Ay. Sosroningrat selalu menceritakan kisah-kisah yang membangkitkan semangat patriotisme seperti kisah perjuangan P. Diponegoro. Untuk menanamkan pengertian dan semangat menegakkan keadilan dan memberantas kejahatan banyak mengambil suri teladan dari cerita Ramayana dan Mahabarata. Itulah cara BR. Ay. Sosroningrat mulai mengajarkan heroisme kepada RA. Sukirin dan saudara-saudaranya.

Pada usia tujuh tahun RA. Sukirin oleh orang tuanya dimasukkan sekolah ke Katholieke Europeesche Lagere Meisjes School milik Zuster Francascanes Yogyakarta. RA. Sukirin dapat bersekolah di sini berkat bantuan Pastur Van Lith sahabat KPH. Sosroningrat. Di sekolah Katholik ini tidak ada diskriminasi. Para siswa tidak semata-mata menerima pendidikan intelek, namun juga pendidikan watak dan budi pekerti. Para siswa diajar untuk mencintai sesama manusia dan untuk melakukan kebaktian serta ajaran-ajaran yang baik. Sejak masuk sekolah di ELS Zusteran Yogyakarta inilah RA. Sukirin menerima pelajaran agama Katholik sebagai kepercayaannya. Ternyata RA. Sukirin dapat menyelesaikan pelajaran di ELS Zusteran ini tepat pada waktunya dan berhasil lulus dengan nilai yang bagus. Setelah lulus ELS, RA. Sukirin melanjutkan ke Kweekschool di Mendut Muntilan. Di Kweekschool Mendut ini pun RA. Sukirin juga berhasil menyelesaikan studinya tepat pada waktunya dan mendapat nilai yang bagus juga. Lulus dari Kweekschool Mendut ini, RA. Sukirin mengajar di Zusteran Yogyakarta bersama-sama dengan Ny. R.C. Harjosubroto yang juga lulusan Mendut dan merupakan kawan kerjanya di "Wanito Katholik".

Pada tahun 1921 RA. Sukirin menikah dengan RM. Henricus Harjodiningrat yang juga masih bangsawan Paku Alaman. Pernikahan RA. Sukirin dengan RM. Henri Cus Harjodiningrat ini mendapat restu dari kedua belah pihak orang tua. Setelah menikah inilah RA. Sukirin lebih dikenal dengan nama R Ay. Catharina Harjodiningrat. Suaminya bekerja di pabrik rokok NV. Nigresco (Tarumartani). Pernikahan RA. Sukirin dengan RM. Henricus Harjodiningrat dikaruniai lima orang putera yaitu: Fransisca Pratiwi bekerja sebagai bidan di Semarang dan sekarang sudah meninggal, Yuliana Sulastri bekerja sebagai guru di Bogor, Christine Suprapti sudah meninggal ketika masih kecil, Paulus Sulistyo bekerja di Perusahaan Perkebunan Negara Medan, dan Susanto sudah meninggal ketika masih kecil.

Jika dilihat dari latar keluarga dan pendidikan, maka jelaslah bahwa R. Ay. Catharina Harjodiningrat betul-betul seorang pejuang yang tahu apa yang sangat diperlukan oleh bangsanya, khususnya pada kaum wanita. Hampir semua saudaranya adalah aktivis dalam organisasi sosial politik serta semuanya berpendidikan.

R. Ay. Catharina Harjodiningrat pertama kali terjun dalam organisasi di perkumpulan "Wanito Katholik". Sejak itu pikiran dan tenaganya disumbangkan untuk kepentingan agama, kaumnya dan kepentingan umum. Melalui organisasi wanito Katholik inilah R. Ay. Catharina Harjodiningrat menjadi seorang tokoh wanita Katholik dan penyelenggara Kongres Perempuan Indonesia I. Hal ini disebabkan R. Ay. Catharina Harjodiningrat adalah Ketua Wanito Katholik yang pertama di Indonesia.

Sebelum "Wanita Katholik" berdiri di Indonesia sudah ada perkumpulan De Katholieke Vrouwen Bond yang anggotanya terdiri wanita-wanita bangsa Belanda yang beragama Katholik. Pada waktu itu ada seorang wanita Belanda mengusulkan agar supaya para wanita Indonesia yang berbahasa Belanda masuk menjadi anggota De Katholike Vrouven Bond. Temyata usaha tersebut ditentang oleh R. Ay. Maria Sulastri Darmoseputro, kakak kandung R. Ay. Catharina Harjodiningrat. Hal ini disebabkan R Ay. Maria Sulastri Darmoseputro berkeinginan untuk mendirikan perkumpulan Wanita Katholik pribumi.

R. Ay. Maria Sulastri Darmoseputro kemudian mengutarakan gagasannya kepada Pastur HV. Driesche S. Y. dan disetujui nya. Maka untuk mewujudkan gagasannya itu pada 26 Juni 1924 diadakan rapat wanita Katholik pribumi di gedung HIS Zusteran St. Franciscus Asisi Yogyakarta. Rapat wanita Katholik pribumi ini dihadiri ± 120 orang dan memutuskan berdirinya perkumpulan wanita Katholik pribumi yang diberi nama "Wanita Katholik". Pada rapat tersebut juga diputuskan susunan pengurus "Wanita Katholik" yang pertama kali. Adapun susunan pengurusnya sebagai berikut:

Ketua : R. Ay. Catharina Harjodiningrat
Penulis : Ny. Th. Subirah Harjosubroto
Bendahara : Ny. C. Murdoatmojo
Komisaris : Ny. Y. Suratinah Adisumarto
Penasihat : Pastur Strater SY

Pengurus Wanita Katholik ini berkedudukan di Yogyakarta.

Penunjukan R. Ay. Catharina Harjodiningrat sebagai ketua Wanita Katholik ini sebenarnya atas restu kakaknya yaitu R. Ay. Maria Sulastri Darmoseputro. Oleh sebab itu jabatan sebagai ketua ini diterimanya dengan senang hati.

Perkumpulan wanita Katholik ini didirikan dengan tujuan untuk mempertinggi martabat wanita Katholik atas dasar agama Katholik, sehingga Wanita Katholik Indonesia dapat menjadi anggota gereja dan negara yang wajar. Wanita Katholik adalah organisasi sosial dan program kerja pada waktu berdiri yaitu:

  1. Mengadakan kursus menjahit untuk keperluan gereja dan diri sendiri
  2. Mengadakan kursus Pemberantasan buta huruf
  3. Mengadakan baby crash di pabrik Cerutu Taru Murtani
  4. Mengadakan kursus PPPK, dan
    1. Mengadakan perawatan untuk orang sakit di kampung-kampung

Langkah-langkah selanjutnya yaitu memperhatikan pendidikan anak-anak pada umumnya dan wanita pada khususnya. Hal ini disebabkan pendidikan dan pengajaran perlu untuk mempertinggi status sosial. Kecuali duduk sebagai ketua Wanita Katholik, R. Ay. Catharina Harjodiningrat juga menjadi ketua Komite Buruh Perempuan Indonesia yang bertujuan melindungi perlakuan buruk dari para pengusaha Jepang dan Cina terhadap buruh wanita Indonesia.

R. Ay. Catharina Harjodiningrat sangat peka pada ketimpangan-ketimpangan sosial yang terjadi di sekitarnya. Ia tidak senang melihat kaumnya diperlakukan sewenang-wenang. Itulah sebabnya R. Ay. Catharina Harjodiningrat menentang perlakuan sewenang-wenang terhadap buruh wanita di Pabrik Cerutu Taru Martani dan Lasem. Ia menuntut agar kaum wanita diperlakukan secara wajar sesuai dengan kaum laki-laki.

Ternyata Wanita Katholik di bawah pimpinan R. Ay. Catharina Harjodiningrat dapat berkembang pesat. Pada tahun 1927 sudah mempunyai delapan cabang yaitu Yogyakarta, Solo, Klaten, Semarang, Magelang, Muntilan, Ganjuran, dan Surabaya. Bahkan menjelang Kongres Perempuan Indonesia I tahun 1928 jumlah cabangnya sudah menjadi 16 dengan 2000 orang anggota.

Pada 22 -- 25 Desember 1928 atas inisiatif tujuh organisasi perintis pergerakan wanita Indonesia yaitu Wanito Utomo, Wanita Taman Siswa, Putri Indonesia, Aisyiah, Jong Islamiten Bond Bagian Wanita, Wanita Katholik, Jong Java Bagian Wanita diselenggarakan Kongres Perempuan Indonesia I di Pendopo Joyodipuran Yogyakarta. Adapun pemrakarsa kongres yaitu R. Ay. Sukanto dari Wanito Utomo; Nyi Hajar Dewantoro dari Wanita Taman Siswa dan RA. Sujatin dari Putri Indonesia.

Maksud dan tujuan Kongres Perempuan Indonesia I ini yaitu:

  1. Supaya menjadi pertalian antara perkumpulan-perkumpulan wanita Indonesia.
    1. Supaya dapat bersama-sama membicarakan soal-soal kewajiban, keperluan dan kemajuan wanita.

Pada Kongres Perempuan Indonesia I ini R Ay. Catharina Harjodiningrat dipercaya menjadi bendahara I sebagai wakil dari Wanita Katholik. Adapun susunan panitia Kongres Perempuan Indonesia I sebagai berikut:

Ketua : R Ay Sukonto dari Wanito Utomo
Wakil Ketua : Nn Siti Munjiah dari Aisyiah
Penulis I : Nn. Sukaptinah (Ny. Sunaryo Mangunpuspito) dari JIBDA
Penulis II : Nn. Sunaryati (Nyi Sukemi) dari Putri Indonesia
Bendahara I : R Ay Catharina Harjodiningrat dari Wanita Katholik
Bendahara II : RA. Sujatin (R Ay S. Kartowijono) dari Putri Indonesia
Anggota : Nyi Hajar Dewantoro dari Wanita Taman Siswa

Ny. Driyowongso dari Wanita PSII

Ny. Muridan Noto dari Wanita PSII

Ny. Umi Salamah dari Wanita PSII

Ny. Johanah dari Aisyiyah

Nn . Badiah Muryati dari Jong Java Dames Afdeeling

Nn . Hajinah (Ny. Mawardi) dari Aisyiyah

Nn. Ismudiyati (Ny. Abdul Rahman Saleh) dari Wanita Utomo

R. Ay. Mursandi dari Wanita Katholik

Keikutsertaan R.Ay. Catharina Harjodiningrat dan R.Ay. Mursandi dalam Kongres Perempuan Indonesia I membuktikan bahwa wanita Katholik ikut aktif dalam menyiapkan Kongres Perempuan Indonesia I. Dalam Kongres Perempuan Indonesia I ini berhasil memutuskan:

  1. Mendirikan badan federasi bersama "Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI)
    1. Menerbitkan surat kabar, yang redaksinya dipercayakan kepada pengurus PPPI, anggota-anggota redaksi terdiri atas: Nyi Hajar Dewantoro, Nn. Hajinah, Ny. Ali Sastroamijoyo, Nn. Ismudiyati, Nn . Budiah dan Nn. Sunaryati (Ny. Sunaryati Sukemi)
    2. Mendirikan studie fonds yang akan menolong gadis-gadis yang tidak mampu
    3. Memperkuat pendidikan kepanduan putri
    4. Mencegah perkawinan anak-anak
    5. Mengirimkan mosi kepada pemerintah agar:
    1. Secepatnya diadakan fonds bagi janda dan anak-anak
    2. Tunjangan bersifat pensiun jangan dicabut
    3. Mengirimkan mosi kepada Raad Agama agar setiap talak dikuatkan secara tertulis sesuai dengan peraturan agama.

Dalam PPPI ini R. Ay. Catharina Harjodiningrat dipercayalagi duduk sebagai bendahara. Susunan Pengurus PPPI tahun 1928 secara lengkap sebagai berikut:

Ketua : R. Ay. Sukonto
Wakil Ketua : RA. Sujatin
Penulis I : Nn. Siti Sukaptinah
Penulis II : Nn. Mugarumah
Bendahara : R. Ay. Catharina Harjodiningrat
Komisaris : Nyi. Hajar Dewantoro dan Nn. Siti Munjiah

Pada 28 -- 31 Desember 1929 di Jakarta diadakan Kongres PPPI. Dalam Kongres PPPI ini berhasil mengambil keputusan antara lain:

  1. Nama Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI) diganti menjadi Perikatan Perkumpulan Isteri Indonesia (PPII)
  2. Mengirim mosi kepada pemerintah agar ada undang-undang yang melarang pergundikan
    1. Pengurus PPII yang baru tetap berkedudukan di Mataram dan diketuai R. Ay. Sukonto
    2. Studie fonds PPII dinamakan "Seri Derma"
    3. Surat Kabar Isteri diterbitkan di Jakarta

Pada Kongres PPPI ini R. Ay. Catharina Harjodingrat terpilih lagi sebagai bendahara pengurus PPII periode 1929 -- 1930. Susunan pengurus Kongres PPII tahun 1929 -- 1930 sebagai berikut:

Ketua : R Ay. Sukonto
Wakil Ketua : Nn. Sujatin
Penulis I : Nn. Sunaryati
Penulis II : Nn. Salmiyati
Bendahara : R Ay. Catharina Harjodiningrat
Pembantu : Ny. Hajar Dewantoro dan Ny. Siti Munjiah.

Pada Kongres PPII 13 -- 18 Desember 1930 di Jakarta R.Ay. Catharina Harjodiningrat tidak bersedia lagi duduk sebagai pengurus, la memberi kesempatan kepada orang lain untuk duduk dalam kepengurusan Kongres PPII.

Pada tahun 1930 R.Ay. Catharina Harjodiningrat mengadakan Konferensi Wanita Katholik di Yogyakarta. Konferensi Wanita Katholik ini berhasil memutuskan:

  1. Membentuk Pusara Wanita Katholik
  2. Membentuk pemuda Wanita Katholik yang diberi nama Muda Wanita Katholik (MWK) sebagai kader wanita

Sayang sekali R.Ay. Catharina Harjodinigrat tidak panjang usianya. Pada tahun 1933 ia meninggal karena sakit typus, dan dimakamkan di pemakaman Celeban Yogyakarta.