Biografi Tokoh Kongres Perempuan Indonesia Pertama/Nyonya Siti Sukaptinah Soenarjo Mangoenpoespito

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas

NYONYA SITI SOEK APTINAH SOENARJO MANGOENPOESPITO

Siti Soekaptinah dilahirkan di Yogyakarta pada 28 Desember 1907. Ayahnya bernama R. Penewu Abdul Wahid Mustopo, bekerja sebagai pegawai Urusan Agama Keraton Kesultanan (setingkat camat) Yogyakarta. Ini berarti Siti Soekaptinah adalah keturunan abdi dalem Keraton Yogyakarta. Masa kanak-kanak Siti Soekaptinah sama dengan anak-anak seusianya. Ia selalu lincah dan gembira. Pada masa kanak-kanak itu, Siti Soekaptinah telah terlihat sebagai anak yang pandai dan dinamis.

Sebagai wanita, sejak muda Siti Soekaptinah tidak setuju dengan istilah dijodohkan. Ia beranggapan bahwa seorang wanita mempunyai hak untuk memilih dan menentukan jodohnya sendiri. Karena itu ketika Siti Soekaptinah bersekolah di MULO, kesempatan yang ada digunakannya pula untuk berkenalan dengan seorang pemuda teman sekelasnya bernama Soenarjo Mangoenpoespito. Masa perkenalan Siti Soekaptinah dengan Soenarjo Mangoenpoespito berlangsung cukup lama. Pada tahun 1929 ketika Siti Soekaptinah berusia 22 tahun, ia melangsungkan pernikahannya dengan Soenarjo Mangoenpoespito yang merupakan tambatan hatinya itu. Sejak pernikahannya ia dikenal sebagai Ny. Siti Soekaptinah Soenarjo Mangoenpoespito.

Dari perkawinannya dengan Soenarjo Mangoenpoespito, Siti Soekaptinah dikaruniai lima orang anak, yang bernama Indiarto, Indiari, Indarjo, Indarsi, dan Indarsono. Salah satu putrinya yang bernama Indarsi telah meninggal dunia. Kelima anak ini kini telah berumah tangga dan telah memberikan empat belas orang cucu kepada Nyonya Siti Soekaptinah Soenarjo Mangoenpoespito. Semenjak menjadi isteri Soenarjo Mangoenpoespito, Siti Soekaptinah selalu merasa hidup tenteram dan bahagia, karena mereka hidup saling mencintai. Semenjak perkawinannya dengan Soenarjo, Siti Soekaptinah tidak selalu menetap di Yogyakarta. Mereka pernah menetap di Jakarta pada tahun 1934 -- 1942. Kemudian pada saat Jepang datang mereka pindah ke Semarang.

Pada tahun 1964, sebelum suami isteri Soenarjo Mangoenpoespito dan Siti Soekaptinah menetap kembali ke Yogyakarta, Soenarjo Mangoenpoespito meninggal dunia karena sakit. Dengan meninggalnya suaminya itu Siti Soekaptinah sangat sedih karena ia merasa sangat kehilangan orang yang sangat dicintai dan pendamping hidup berumah tangga selama 35 tahun. Masa perkawinannya selama 35 tahun itulah yang tak dapat dilupakan oleh Siti Soekaptinah. Pada waktu suaminya meninggal dunia, Soekaptinah berusia 57 tahun yang berarti telah memasuki usia senja. Putra putrinya pada waktu itu telah berumah tangga semua.

Sepeninggal suaminya, kehidupan Siti Soekaptinah Soenarjo Mangoenpoespito ditunjang dari hasil pensiunan Pak Soenarjo Mangoenpoespito yang pada masa hidupnya bekerja sebagai bendahara Universitas Gajah Mada berbekal pendidikan analis bakteriologi. Di samping itu, Ibu Siti Soekaptinah sendiri pun mendapat santunan yang diperoleh dari berbagai jabatan yang pernah ia duduki, sehingga dari segi materi, kehidupan Siti Soekaptinah cukup terjamin.

Pendidikan formal yang diperoleh Siti Soekaptinah dimulai dari HIS (Hollands Inlandsche School) di Yogyakarta. Ia mulai masuk Hollands Inlandsche School pada tahun 1916, dan tamat pada tahun 1921. Ketika tamat dari Hollands Inlandsche School Siti Soekaptinah berusia 14 tahun. Setelah itu Siti Soekaptinah melanjutkan ke Mulo (Meer Uirgebreid Lagere Onderwijs) pada tahun 1922 sampai tahun 1924. Ketika tamat MULO Siti Soekaptinah telah berusia 17 tahun, kemudian ia melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Taman Guru Tamansiswa hingga tahun 1926.

Selama mengikuti pendidikan formal, Siti Soekaptinah rajin dan ulet, karena itu ia dapat menyelesaikan sekolahnya dengan baik. Masa sekolah bagi Siti Soekaptinah merupakan masa yang cukup menyenangkan. Karena di samping memperoleh ilmu, ia juga memperoleh banyak teman. Selesai menamat- kan Sekolah Taman Guru Tamansiswa, Siti Soekaptinah kemudian bekerja sebagai Pamong Tamansiswa Yogyakarta. Ketika suaminya pindah ke Semarang, ia kemudian bekerja sebagai karyawan Balaikota Semarang.

Sejak muda Siti Soekaptinah telah nampak sebagai wanita yang tidak suka berpangku tangan. Bagi Soekaptinah muda hidup adalah masa perjuangan, karena itu ia turut dalam pergerakan. Ketika masih di Meer Uirgebreid Lagere Onderwijs (MULO) tahun 1922, ia menjadi anggota organisasi Jong Java. Sebagai anggota Jong Java, Siti Soekaptinah cukup aktif. Ia selalu turut serta dalam berbagai kegiatan yang diadakan. Melalui organisasi Jong Java inilah Siti Soekaptinah pertama kali terjun dalam pergerakan perjuangan. Dengan menjadi anggota Jong Java, Siti Soekaptinah mulai mengerti politik. Di samping itu wawasan pergaulannya pun bertambah luas. Banyak manfaat yang ia peroleh dari keikutsertaannya dalam organisasi Jong Java tersebut. Siti Soekaptinah menjadi anggota Jong Java hingga tahun 1926.

Lepas dari Jong Java, Siti Soekaptinah lalu masuk menjadi anggota organisasi Pemuda Indonesia. Di sini jelas bahwa Siti Soekaptinah adalah seorang wanita yang selalu aktif dan penuh semangat perjuangan. Terlepas dari anggota organisasi yang satu, bukan berarti ia berhenti, tetapi tetap menjadi anggota organisasi lain yang memungkinkannya untuk mengembangkan diri dalam berpolitik. Siti Soekaptinah menjadi anggota organisasi Pemuda Indonesia dari tahun 1926 hingga tahun 1929.

Ketika menjadi anggota Pemuda Indonesia (1928 -- 1929) inilah Soekaptinah menjadi penulis dalam Kongres Perempuan Indonesia I. Pada waktu Kongres Perempuan Indonesia I, Siti Soekaptinah mengarang Panembrama ”Kinanti Sekar Gending Srikastawa: Ladrang Pelog Barang”. Lagu karangannya itu dinyanyikan pada malam pembukaan Kongres Perempuan Indonesia I. Di samping itu ia juga duduk dalam kepengurusan Kongres Perempuan Indonesia I, sebagai sekretaris bersama dengan Nn. Sujatin, Ny. Hajinah Mawardi, dan Ny. Badiah Gularso yang merangkap anggota.

Siti Soekaptinah menjadi pengurus Kongres Perempuan Indonesia I, sebagai wakil dari Jong Islamiten Bond Afdeeling Wanita cabang Yogyakarta. Kemudian ia terpilih sebagai ketua pengurus besar Jong Islamieten Bond Afdeeling Wanita pada tahun 1930 hingga tahun 1932. Ketika menjabat sebagai ketua pengurus besar Jong Islamieren Bond ini Soekaptinah telah berumah tangga. Rupanya kehidupan berumah tangga bagi Siti Soekaptinah tidak menjadi penghalang untuk tetap melakukan kegiatan politik.

Dari tahun ke tahun berbagai jabatan telah dipegang oleh Siti Soekaptnah Soenarjo Mangoenpoespito. Ia pernah menjadi ketua Pengurus Besar Isteri Indonesia yang berlangsung dari tahun 1932 hingga tahun 1940. Cukup lama ia memegang jabatan ini. Pada waktu menjabat ketua Pengurus Besar Isteri Indonesia tersebut, Siti Soekaptinah masuk menjadi anggota organisasi Budi Utomo dari tahun 1934 hingga tahun 1938. Keaktifan Siti Soekaptinah dalam berbagai organisasi, membuat pemerintah jajahan untuk memilihnya menjadi anggota Dewan Haminte di samping tiga orang wanita lainnya. Dalam sejarah keanggotaan Dewan Haminte, baru pada tahun 1938 itulah pemerintah jajahan memilih empat orang wanita untuk menjadi anggota. Demikianlah sebagai salah seorang wanita yang terpilih Siti Soekaptinah merasa sangat bangga. Hal itu berarti sebagai wanita ia . dianggap mampu untuk duduk. dalam keanggotaan Dewan Haminte tersebut.

Siti Soekaptinah Soenarjo Mangoenpoespito seorang wanita yang mempunyai banyak gagasan. Salah satu gagasannya adalah mengusulkan adanya Harl lbu. Usul itu diajukan atas nama Isteri Indonesia, pada Kongres Perempuan Indonesia III yang berlangsung pada 23 hingga 27 Juli 1938 di Bandung. Usul tentang Harl lbu itu dapat diterima secara aklamasi dan peringatan Hari Ibu pertamakali diadakan pada 22 Desember 1938.

Bagi Siti Soekaptinah Soenarjo kegiatannya dalam berorganisasi merupakan suatu bentuk dinamika kehidupannya. Ketika itu ia sebagai wanita yang masih muda dan cukup mempunyai kemampuan, memang pantas menduduki berbagai jabatan yang dipercayakan kepadanya di samping menjadi anggota organisasi yang diminatinya. Pada tahun 1940 Siti Soekaptinah menjadi ketua Badan Kongres Perempuan Indonesia IV yang berlangsung di Semarang. Dalam Kongres Perempuan Indonesia IV tersebut, Siti Soekaptinah mewakili Parindra (Partai Indonesia Raya). Karena keaktifan Siti Soekaptinah dalam berpolitik maka tahun 1941 ia dipanggil oleh Komisi Visman untuk ditanya tentang bentuk pemerintahan di Hindia Belanda yang bagaimanakah yang ia inginkan. Dengan tegas Siti Soekaptinah menjawab bahwa yang ia inginkan adalah Indonesia Berparlemen.

Pada masa pendudukan Jepang, Siti Soekaptinah menjadi ketua bagian wanita Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA) yang berlangsung dari tahun l943 hingga tahun 1944. Pusat Tenaga Rakyat tersebut pada mulanya bukan merupakan suatu bentuk organisasi, karena ketika itu pemerintah Jepang menghapuskan semua bentuk kepartaian maupun organisasi. Siti Soekaptinah dan kawan-kawannya di Pusat Tenaga Rakyat tersebut berusaha bekerja dan bergerak sesuai dengan keadaan serta perjuangan di masa perang.

Ketika Pusat Tenaga Rakyat dibubuarkan oleh pemerintah Jepang, Siti Soekaptinah menjadi Ketua Jawatan Urusan Kewanitaan dari Jawa Hookokai dan ketua pengurus pusat Fujinkai. Jawa Hookokai dan Fujinkai didirikan oleh Pemerintah Jepang sebagai pengganti Pusat Tenaga Rakyat yang telah dibubarkan. Siti Soekaptinah menjadi ketua Jawatan Urusan Kewanitaan Jawa Hookokai dan ketua pengurus pusat Fujinkai dari tahun 1944 hingga tahun 1945. Dalam Jawa Hookokai dan Fujinkai, Siti Soekaptinah Soenarjo Mangoenpoespito dan kawan-kawan- nya antara lain berusaha mengobarkan semangat cinta tanah air dan bangsa, memupuk sikap suka berkorban, rela menderita untuk tanah air dan bangsa, menyiapkan tenaga dan ikut serta di belakang baris peperangan.

Dalam masa pencapaian kemerdekaan Indonesia tahun 1945 Siti Soekaptinah masuk dalam anggota Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPPKI). Pada tahun 1945 itu juga, ia menjadi anggota Komite Nasional Indonesia (KNI) Pusat yang berlangsung hingga tahun 1950. Setelah Indonesia Merdeka, Siti Soekaptinah yaitu pada tahun 1946 menjadi anggota pimpinan Partai Masyumi. Tahun berikutnya (tahun 1947), Siti Soekaptinah menjadi acting ketua badan Kongres Wanita Indonesia (KOWANI). Kemudian dalam periode tahun 1947 hingga tahun 1949, Siti Soekaptinah menduduki jabatan ketua dewan pimpinan pusat KOWANI yang merupakan puncak karier yang diraihnya.

Kehidupan Siti Soekaptinah Soenarjo Mangoenpoespito memang selalu diwarnai oleh berbagai aktivitas. Namun demikian, Siti Soekaptinah tidak pernah melupakan kodratnya sebagai seorang wanita. Ia cukup bijaksana dalam membagi waktu, untuk karier dan kehidupan rumah tangga. Dalam kesibukannya tersebut Siti Soekaptinah selalu menyisihkan waktunya untuk pulang ke rumah dan mengurus anak-anaknya. Bagi Siti Soekaptinah anak adalah anugerah Tuhan yang paling besar artinya.

Ketika Siti Soekaptinah Soenarjo Mangoenpoespito masih menjabat ketua dewan pimpinan pusat KOWANI, ia masuk menjadi anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat. Keanggotaannya dalam Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat berlangsung dari tahun 1949 hingga tahun 1950 Selanjutnya Siti Soekaptinah menjabat sebagai anggota DPR RI Sementara dari tahun 1950 hingga tahun 1956. Di samping menjabat anggota DPR RI Sementara itu, pada tahun 1951 ia juga menjabat ketua pengurus besar muslimat Masyumi.

Walaupun Siti Soekaptinah sibuk dengan berbagai aktivitas ia masih sempat melakukan hobi membuat desain batik. Desain batik yang ia buat, biasanya dikaitkan dengan peristiwa yang terjadi di Indonesia. Ketika Konferensi Asia-Afrika sedang berlangsung di Bandung pada tahun 1955, Siti Soekaptinah membuat desain batik bermotif peta Asia—Afrika. Juga ketika Presiden RI pertama Soekarno menganjurkan rakyat Indonesia makan jagung, Siti Soekaptinah membuat desain batik yang bermotif jagung.

Pada tahun 1955, Siti Soekaptinah mempunyai aktivitas dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Semula ia menjadi anggota Panitia Rencana Undang-Undang Pendidikan dan Pengajaran. Kemudian menjabat sebagai wakil ketua Panitia Rencana Undang-Undang Pendidikan dan Pengajaran. Setahun berikutnya, yaitu pada tahun 1956 Siti Soekaptinah menjabat sebagai anggota DPR RI. Keanggotaan Siti Soekaptinah Soenarjo Mangoenpoespito dalam DPR RI cukup lama, kurang-lebih 12 tahun.

Selama 12 tahun menjabat anggota DPR RI, aktivitas Siti Soekaptinah dalam berbagai organisasi mulai berkurang. Bersamaan dengan bertambahnya usia secara berangsur jabatan yang pernah dipegangnya mulai berkurang. Siti Soekaptinah menyadari bahwa dirinya sudah mulai tua, dan harus memberi kesempatan kepada yang muda. Namun perhatiannya dalam dunia politik tetap ada. Siti Soekaptinah kemudian aktif sebagai penasihat dan ”'nyepuhi” Organisasi Wanita Islam.

Dalam bidang sosial dan agama, Siti Soekaptinah tidak pula ketinggalan. Ia seringkali memberikan ceramah dan pengajian. Walaupun sering memberikan ceramah dan pengajian, Siti Soekaptinah selalu merasa dirinya tidak semampu mereka yang keluaran perguruan tinggi. Kondisi demikian, dirasakannya bila para peserta bertanya berbagai masalah yang tidak dikuasainya.

Sebagai wanita yang cukup lama bergerak dalam badan legislatif dan berbagai organisasi wanita Siti Soekaptinah mendapat penghargaan dari Kaum Wanita Indonesia pada bulan Desember 1978. Penghargaan tersebut diberikan bertepatan dengan peringatan 50 tahun Kongres Wanita Indonesia. Siti Soekaptinah Soenarjo Mangoenpoespito beserta tiga orang temannya, yaitu Ny. Kartowiyono, Ny. Hajinah Mawardi dan Ny. Gularso mendapat hadiah kalung berantai emas dan kain kebaya. Pemberian hadiah tersebut berkaitan dengan jasa Siti Soekaptinah Soenarjo Mangoenpoespito beserta tiga orang temannya itu, sebagai pencetus gagasan Kongres Perempuan Indonesia tahun 1928.

Pada peringatan Hari Ibu ke-45, 22 Desember 1983, Siti Soekaptinah bersama dua orang wanita lainnya mendapat tanda penghargaan dari Presiden Soeharto dalam peresmian Gedung Mandala Bhakti Wanitatama. Mereka bertiga mendapat penghargaan karena keaktifan mereka dalam Kongres Perempuan Indonesia Pertama. Sebelum menerima penghargaan tersebut, ia mempunyai obsesi untuk mengundang makan beberapa kerabat dekatnya sebagai pelepas kerinduannya ketika masih aktif dalam berbagai kegiatan. Di samping itu ia ingin menyambut tamu dari Jakarta yang akan memberikan tanda penghargaan kepadanya. Rupanya obsesi Siti Soekaptinah menjadi kenyataan, ia telah menerima tanda penghargaan tersebut.

Pada masa tuanya Siti Soekaptinah Soenarjo Mangoenpoespito hidup dengan tenteram. Selain kesehatannya baik, kehidupan materinya juga terjamin. Anak cucunya juga hidup rukun dan damai. Siti Soekaptinah terakhir tinggal bersama putri sulungnya di Namburan Kidul Yogyakarta. Ia meninggal dunia pada 31 Agustus 1991 di Yogyakarta.

Dari berbagai aktivitas yang telah dilakukan Siti Soekaptinah baik pada masa perjuangan maupun setelah kemerdekaan, merupakan ujud pengabdiannya terhadap bangsa dan negara Indonesia yang ia cintai. Siti Soekaptinah Soenarjo Mangoenpoespito merupakan cermin seorang wanita Indonesia yang gigih dan ulet, pemberani, mempunyai pandangan yang cukup luas, dan dinamis. Sebagai seorang wanita, integritas kepribadiannya cukup mantap, sehingga pantaslah ia menduduki berbagai jabatan yang pernah diraihnya dulu. Sikap dan kepribadiannya ini patut dicontoh oleh kaum wanita Indonesia lainnya.