Adat Istiadat Daerah Sulawesi Utara/Bab 3

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Adat Istiadat Daerah Sulawesi Utara
Bab 3Adat Istiadat Daerah Bolaang Mongondow

BAB III

ADAT ISTIADAT DAERAH BOLAANG MONGONDOW

I. IDENTIFIKASI

A. LOKASI DAN LINGKUNGAN ALAM.
1. Letak dan keadaan geografis.

  Daerah Tingkat II Bolaang Mongondow terletak diantara B.T. 123° - B.T. 124o dan L.U. 0.30 - L.U. 1 dengan luas seluruhnya 7600 km2.

Batas wilayah :
Sebelah Utara berbatasan dengan laut Sulawesi
Sebelah Selatan berbatasan dengan laut Maluku
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Minahasa.
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Gorontalo

Iklim :
Iklim di daerah Bolaang Mongondow adalah iklim basah. Curah hujan tahunan berkisar 1662 mm s/d 2752 mm setahun.

Curah hujan tertinggi jatuh pada bulan Januari dan Februari, yakni 100 mm/bulan. Iklim basah mulai pada bulan Nopember s/d. April rata-rata berkisar 60 - 100 mm/bulan. Hujan yang minim yaitu pada bulan Agustus dan September. Angin basah yang mengandung banyak air hujan, bertiup mulai pada bulan November s/d Maret, membahasahi pantai Utara sampai pedalaman daerah Bolaang Mongondow. Pantai Selatan dibasahi hujan karena pengaruh angin Timur. Adakalanya pula sebagaian dari daerah pedalaman pada musim-musim angin Timur dapat dibasahi dalam keadaan yang minim (kurang dari 60 mm/bulan), yaitu pada bulan Mei s/d Oktober. (Monografi Kabupaten Dati II Bolaang Mongondow). Pengaruh kedua

musim ini menimbulkan iklim yang amat ideal bagi daerah pertanian sehingga persawahan yang luas didaerah pedalaman dapat diolah/ditanami sepanjang tahun (kecamatan-kecamatan Kotamobagu, Moda yang, Passi, Lolaya dan Dumoga ).

Daerah Bolaang Mongondow sebagian besar tediri dari tanah pegunungan. Gunung yang tertinggi terdapat di perbatasan daerah Tingkat II Kabupaten Gorontalo, yakni Gunung Gambuta tingginya 1954 m dan gunung Moayat tingginya 1689 m. Dataran tinggi adalah dataran tinggi Mongondow dimana terletak wilayah wilayah kecamatan Kotamobagu, kecamatan Passi, Kecamatan Lolayan, Modayang dan Kotamobagu (ibukota Kabupaten Bolaang Mogonow).

Namun demikian terdapat daerah-daerah dataran tepi pantai dan dataran pegunungan.

Dataran yang terkenal dataran Dumoga (31.000 ha) dataran Nonapan di kecamntan Poigar, dataran Lolak, dataran Ayong di kecamatan Pinolosian, dataran Nuangan di kecamatan Kotabunan, dataran Bintauna di kecamatan Bintauna, dataran Tuntang dan Kayuago di kecamatan Kaidipang.

Areal tanah persawahan yang luas terdapat pada Kecamatan Lolayan, Kota Mabagu, Dumega dan Modayang. Sungai. sungai yang terdapat didaerah Bolaang Mongondow adalah Ongkang Dumoga (87 Km panjangnya) yang mengalir melintasi kecamatan Domoga, Lolak dan kecamatan Bolaang. Sungai Ongkang Mongondow (42,1 Km) mengalir melintasi kecamatan Lolayan Kotamobagu, Passi kemudian bertemu dengan sungai Ongkang Dumoga di desa lagogan di kecamatan Bolaang. Sungai-sungai lainnya adalah sungai Ayong, sungai Poigar dan sungai Sangkub. Untuk meningkatkan prasarana produksi di sektor pertanian dan perluasan tanah pertanian telah dibangun irigasi Kosinggolan yang terletak didataran Dumoga dan dapat mengairi areal tanah persawahan seluas 5.500 ha. "Kini sedang dalam taraf penyelesaian irigasi Taroat yang dapat mengairi persawahan 5500 ha.

Fauna dan flora

Disepanjang pantai hingga ketinggian 600 meter ditumbuhi berjenis-jenis tanam-tanaman seperti kelapa, sagu, enau, berjenis-jenis buah-buahan, padi, jagung, berjenis sayuran dan lain-lain. Antara 600 s/d 900 m dari permukaan laut ditanam cengkih, coklat, kopi, kentang dan lain-lain. Tanaman-tanaman tersebut diatas selain untuk memenuhi keperluan hidup masyarakat, juga dapat diexport keluar daerah. Disamping itu terdapat jenis kayu yang ekonomis potensial antara lain kayu meranti, kayu hitam, kayu besi, cempaka, nantu, rotan, bambu dan lain-lain. Hewan yang hidup di daerah ini dapat dikatakan jenis maupun jumlahnya tidak terlalu banyak, yang menarik adalah: anoa atau sapi hutan, babi rusa, burung Moleo, burung Kun-kun, burung gagak, manguni dan jenis binatang lainnya, yang berbahaya ialah ular patola (ular sawah) dan buaya.

2. Pola perkampungan.

Pada umumnya daerah-daerah pemukiman penduduk Bolaang Mongondow baik di dataran tinggi maupun di dataran rendah selamanya mengelompok Baik di daerah perkotan maupun di daerah pedesaan, letak rumah-rumah mereka berjajar menghadap jalanan umum. Bentuk rumah pada masa sekarang ini dapat dikatakan serba hetorogeen dalam arti rumah-rumah ada yang dibuat dari batu, ada yang campuran dari

batu dan kayu, dan ada yang seluruhnya bahannya dari kayu, dan ada yang seluruhnya bahannya dari kayu, ada pula campuran kayu dan bambu (bagian depan dari kayu dan belakang dari bambu) dan ada
la dari bambu.
Demikian pula atap rumah berbeda-beda ada yang dari atap seng, ada yang dari rumbia, ada yang dari alang-alang (terdapat di desa-desa) dan daun kelapa, daun rotan dan lain-lain.
Rumah-rumah orang Bolaang Mongondow di zaman dahulu dibangun pada tiang-tiang yang tinggi (± 4 meter s/d 8 meter). Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan diri dari gangguan binatang buas.
B. GAMBARAN UMUM TENTANG DEMOGRAFI.
1. Penduduk asli.
Penduduk asli Kabupaten Bolaang Mongondow tahun 1961 berjumlah :

150.217 jiwa.

Tahun 1971, penduduk berjumlah : 212.814 jiwa.

Tahun 1972, penduduk berjumlah : 219.520 jiwa.

Tahun 1973, penduduk berjumlah : 224.373 jiwa.

Tahun 1974, penduduk berjumlah : 230.566 jiwa.

Tahun 1975, penduduk berjumlah : 238.406 jiwa.

Tahun 1976, penduduk berjumlah : 246.512 jiwa.

Tahun 1977, penduduk berjumlah : 258.894 jiwa.

Menurut catatan pemerintah Dati II Bolaang Mongondow, kenaikan penduduk sejak tahun 1971 rata-rata 2,8%. Kepadatan penduduk untuk tahun 1974 terdapat 25 orang/km2. Seperti halnya dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia, kepadatan penduduk terdapat di jantung kota/pusat kota, juga Bolaang Mongondow (Dataran Mongondow dan dataran Dumoga, sedangkan wilayah pesisir pantai Timur dan Selatan yang panjangnya 200 Km masih sangat kurang penduduknya.

Perpindahan penduduk dari daerah-daerah Sangir Talaud, Minahasa, Gorontalo (transmigrasi lokal) Sangir Talaud, Jawa, Bali, Bugis dan juga akhir-akhir ini warga negara asing semakin bertambah -
banyak jumlahnya antara lain :

 R.R.C berjumlah : 562 jiwa
 Arab berjumlah : 35 jiwa
 Pakistan berjumlah : 4 jiwa
 Belanda berjumlah : 2 jiwa
Bangsa asing berdomisili di ibukota Kabupaten atau di Ibukota kecamatan. (Selayang padang tentang perkembangan Tata pemerintahan dan pembangunan Kabupaten Dati II Bolaang Mongondow).

C. LATAR BELAKANG HISTORI

1. Sejarah ringkas kebudayaan yang pernah mempengaruhi wilayah ini menurut H.M. Taulu dalam bukunya: Sejarah Bolaang Hongondow :

Masuknya agama Islam Tahun 1660 di tandai dengan adanya seorang raja muda di Bolaang Mongondow telah memeluk agama Islam. Raja Datu Binangkang disaat itu juga telah memeluk agama Islam , itulah sebabnya disebut agama ini Datu atau raja (Seminar adat se Kabupaten Bolaang Mongondow tanggal 22 - 23 November 1972, di Kotamobagu). Setelah raja memeluk agama baru itu berangsur-angsur masyarakatnya memeluk agama Islam, sehingga dewasa ini masyarakat Bolaang Mongondow pemeluk agama Islam yang terbesar, Demikian pula masuknya agama Kristen, menurut Taulu (ibid, hal 47) mula-mula yang membawanya ialah seorang guru yang bernama Ferdinand bekas murid pendeta UI fers dari Kumelembuni (Amurang). Pada tahun 1904 pekabar injil Dunnebier mendapat izin memasuki daerah ini dan disamping menabarkan injil, juga berhasil menlis tentang Bolaang Mongondow (Ds. Th. Muller Kruger, Sejarah Gereja di Indonesia, hal. 124).

 2. Hubungan cdengan kebudayaan tetangga.

 Hubungan Bolaang Mongondow terutama
dengan daerah Minahasa dan Gorontalo karena pengislaman pada abad 19 banyak dilakukan oleh pihak Gorontalo.
Masuknya agama Kristen ke daerah ini dilakukan oleh pekabar-pekabar injil dari Minahasa.
D. BAHASA DAN TULISAN.
1. Gambaran umum tentang bahasa.
Bahasa Bolaang Mongondow mempunyai satu induk bahasa yaitu : Bahasa Mongondow. Dalam perkembangan bahas daerah Mongondow dapat dibagi atas dua bagian :
a. Bahasa Mongondow asli (lama).
Bahasa ini dipergunakan untuk penyampaian bahasa adat, dengan mempergunakan kiasan, perumpamaan, sindirinya tolibag. Aimbu (upacara pengobatan orang sakit), tangki-tangkian (teka-teki) dan selamat (tanda selamat).
b. Bahasa Mongondow sebagai pengantar bahasa sehari-hari di pengaruhi oleh bahasa asing misalnya :
masina   artinya   mesin
bangko   artinya   bangku
gelas   artinya   bangku
kadera   artinya   kursi
garagaji   artinya   gergaji.
2. Memperhatikan keadaan alam Bolaang Mongondow yang tempatnya begunung-gunung dan di balik gunung-gunung ada lembah dan dataran yang luas, turut pula mempengaruhi masyarakat penghuninya dalam gerak lagu dan bahasanya, namun demikian tetap ada ciri-ciri khas kesamaannya pada tutur kata bahasanya sehari-hari.
Dalam bahasa Mongondow ada beberapa dialek yaitu:
- Dialek bahasa Bintauna
- Dialek bahasa Kaidipang
- Dialek bahasa Bolaang Uki
- Dialek bahasa Lolak
- Dialek bahasa Bantik.
Jenis bahasa daerah di Bolaang Mongondow wilayah pemakaiannya lebih mengarah pada batas-batas administratif kecamatan.
Bahasa-bahasa daerah itu adalah sebagai berikut :
  1. Bahasa Bolaang Mongondow dipakai di kecamatan - kecamatan : Kotamobagu, Modayag, Kotabunan, Passi, Lolayan, Dumoga, Pinolosian (sebagian), Sang Tombolang (sebagian), Bolaang (sebagian) dan, Poigar.
  2. Bahasa Lolak dipakai di kecamatan : Lolak, dan Sang Tombolang (sebagian).
  3. Bahasa Bintauna dipakai di kecamatan : Bintauna.
  4. Bahasa Molibagu (Bahasa Bolango) dipakai di kecamatan : Bolaang - Uki.
  5. Bahasa Bolaang Itang (dipakai di kecamatan: Bolang Itang.
  6. Bahasa Kaidipang dipakai di kecamatan : Kaidipang.

Sesuai dengan pembagian kelompok bahasa menurut Dr. S.J. Essre dalam "Atlas de Tropisch Nederland" tahun 1938 maka bahasa-bahasa di daerah ini termasuk peralihan/garis pemisah antara kelompok babasa Gorontalo dan kelompok bahasa-bahasa Philipina/Minahasa, sebagaimana jelas dibawah ini :

  1. Kelompok bahasa Gorontalo termasuk di dalamnya bahasa Kaidiping, (Bolang Uki dan Bolang Itang.
  1. Kelompok bahasa Philipina/Minahasa termasuk di dalamnya bahasa Bintauna dan Bolaang Mongondow.
Selain dari pada itu ada pula bahasa-bahasa daerah yang dipakai oleh golongan pendatang seperti :
  1. Bahasa Bantik (penduduk sebagian kecamatan Bolaang).
  2. Bahasa Minahasa dipakai sebagian kecil kecamatan Dumoga dan Passi.
  3. Bahasa Sangir dipakai di beberapa desa di kecamatan kaipang, Bolaang Itang dan Sang Tombolaang.
  4. Bahasa Gorontalo dipakai di perbatasan dengan daerah Kabupaten Gorontalo.

Dialek-dialek yang paling luas daerah pemakaiannya ialah dialek :

  1. Dialek Mongondow dipakai di daerah pedalaman (kecamatam Passi. Lolayan, Dumoga, Modayag).
  2. Dialek Bolaang dipakai di daerah pesisir pantai (kecamatan Poigar, Bolaang, Sang Tombolang, Pinolosian dan Kotabunan)


II. SISTIM MATA PENCAHARIAN HIDUP
A. BERBURU
  1. Lokasi.

    Dewasa ini berburu bukan lagi merupakan mata pencaharian yang pokok dari penduduk di desa maupun di kota, melainkan sebagai sampingan, sebagai rekreasi atau sekedar mengisi waktu yang lowong.

    Lokasinya adalah : hutan-hutan Pogat, Dangin, Kotabunan, Pinolosian.

  2. Jenis-jenis binatang yang diburu ialah : Anoa babi rusa, rusa dan lain-lain.
  1. Waktu pelaksanaan biasanya pada saat petani selesai mengerjakan kebun, hari libur, dan saat-saat menjelang hari raya.
  2. Tenaga-tenaga pelaksana terdiri dari pemburu berkelompok (biasanya 2 orang atau lebih dalam satu kelompok) dengan menggunakan tombak, pedang dan sering-sering pula menggunakan senjata/bedil pemburu.
  3. Tata cara dan pelaksanaan.
    1. Pemburu yang terdiri dari beberapa orang dengan menggunakan tombak, perang/pedang dan dibantu beberapa ekor anjing pemburu memasuki hutan tempat berburu mencari binatang buruan.
    2. Ada pula pemburu yang menggunakan jerat.
  4. Hasil dan kegunaannya :

    Hasil buruan untuk dimakan dan selebihnya dijual.

B. MERAMU.
  1. Lokasinya

    Hutan Pogat (Kecamatan Passi), Dumoga, lolak. Meramu hanya sebagian kecil rakyat yang melakukannya, hal ini disebabkan karena tempatnya agak jauh dan kadang-kadang ditempuh dengan perjalanan kaki 3 sampai 6 hari lamanya.

  2. Jenis remuan ialah : rotan, damar, kayu manis.
  3. Tenaga-tenaga pelaksana ialah : penduduk desa, yang terdiri dari 2 sampai 4 orang tiap kelompok.
  4. Hasil kegunaannya : dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup dan keperluan rumah tangga.
C. P E R I K A N A N
  1. Lokasi perikanan darat.
    Perikanan darat meliputi perikanan di empang, sungai, rawa, kolom, dan danau.
    Perikanan darat empang terdapat pula di Dumoga, Lolayan. Kolam-kolam ikan terdapat pula di Dunoga. Lolayan dan Tudu Aog.
    Kolam ikan di Tudu Aog adalah kolam ikan umum (Bandes 1973/1974) yang luasnya 8 ha. Sungai-sungai yang menghasilkan ikan ialah sungai Ongkang Dumoga, Ongkang Mongondow, Ayong, Poigar.
    Danau Moat luasnya 900 ha, danau Tondok dan danau Iloloy merupakan penghasil ikan tawar yang terbesar di Bolaang Mongondow.
  2. Tenaga pelaksana : Dikerjakan oleh rakyat dan dinas perikanan.
  3. Tata cara pelaksanaannya :
    Pada umumnya masih dilakukan secara sederhana. Oleh dinas perikanan tetap disediakan bibit-bibit unggul untuk peningkatan produksi perikanan rakyat. Penangkapan ikan di sungai dan danau dilakukan dengan pukat dan jala yang bahannya dari nylon atau benang kapas/katun.
    Penangkapan ikan di empang, kolam dan rawa dilakukan dengan jalan mengeringkan tempat tempat tersebut dan paling tepat pelaksanaannya pada musim panas.
  4. Hasil kegunaannya.
    Untuk kebutuhan keluarga seharihari dan dijual di pasaran bebas. Hasil ikan kolam Tudu Aog dijual dan hasilnya untuk kas desa.
Perincian hasil perikanan darat sesuai data tahun 1973 (Dinas Perikanan Darat Dati II, Bolaang Mongondow).
  1. Lokasi perikanan laut :
    Lokasi perikanan laut terdapat di Inobonto, Lolak, dan Poigar.
  2. Tenaga pelaksana :
    Pada umumnya diusahakan oleh keluarga nelayan dan dinas perikanan laut.
  3. Tata cara dan pelaksanaannya :
    Cara pelaksanaannya masih menggunakan cara cara tradisionil, yang terdiri dari perahu kecil yang dibuat dari kayu pancing, pukat, jala dan para nelayan ada pula yang mempergunakan perahu semi motor, yaitu perahu yang dilengkapi dengan motor tempel.
  4. Hasil kegunaannya.
    Kebutuhan keluarga yang bersangkutan dan sebagian dijual.
D. PERTANIAN.
1. Pertanian di ladang.
Pertanian di ladang umumnya di usahakan secara tani, yang merupakan usaha keluarga guna memenuhi kebutuhan sendiri.
Jenis tanaman yang diusahakan meliputi : padi ladang, jagung, kacang-kacangan, umbi-umbian, kelapa, buah-buahan, sayur-sayuran, pisang, kopi, cengkih. Penanaman jagung dilakukan baik secara sendiri maupun campuran yaitu disamping tanaman jagung terdapat tanaman kacang.
Produksi jagung tahun 1969 berjumlah 3.570 ton. Produksi jagung tahun 1976 berjumlah 4.232 ton. (Monografi Dati II bolaang Mongondow).

Jenis Usaha : Potensi (Ha) : Efektif (Ha) : Hasil (Kg).

Sungai : 2.929,5 : 358 : 859.200
Danau : 1.117,5 : 970 : 2.328.000
Rawa tawar : 485,25 : - : -
Rawa asin : 258,25 : 7,25 : 48.807
Kolam : 461,5 : 214,75 : 1.345.697
Sawah : 9.630 : 11 : 740,52

Luas areal pertanian ladang tahun 1969 berjumlah 15.413 Ha. dan tahun 1976 naik menjadi 27.314 Ha. terdapat kenaikan 77,21%.
Tanaman kopi terutama terdapat di Kecamatan Moda yang dan Kecamatan Passi. Pada tahun 1973 luas areal tanaman kopi 944 Ha dengan produksi 770 ton. Tanaman kelapa terdapat di pesisir pantai sampai ketinggian ± 400 m. Luas areal tanaman kelapa tahun 1973 terdapat 56.188 Ha. dengan produksi 18.594 ton. Cengkeh merupakan tanaman yang baru dan telah berproduksi pada tahun 1973 sebanyak dan telah berproduksi pada tahun 1973 sebanyak 130 ton ( Ibid, hal. 66 ).
2. Tehnik pertanian.
Pengolahan tanah pada sistim bercocok tanam di ladang menggunakan alat-alat pertanian antara lain : pacul (cangkul), tembilang (sekop), dan bajak. Pemakaian bajak selamanya mempergunakan tenaga bantuan berupa ternak (sapi, kerbau dan kuda) sepasang, sebagai penarik.
3. Tenaga pelaksana.
Didalam pengolahan tanah, keluarga batih merupakan inti satuan kerja. Keluarga yang mempunyai tanah luas, memerlukan tenaga dari keluarga dekat dengan sistim kerja sama (gotong - royong).
4. Sistim milik.
Tanah pertanian adalah milik keluarga petani (milik sendiri) yang diperoleh karena warisan. Dewasa ini pembukaan tanah ladang dengan perombakan hutan, harus mendapat persetujuan dari hukum tua/kepala adat atau jawatan kehutanan.
5. Organisasi dalam pertanian di ladang.
Organisasi adalah kelompok tani secara
gotong royong yang disebut "Posad" atau mapalus. Bentuk tolong-menolong ini juga terdapat dalam menyiang/membersihkan rumput dari kebun yang dikerjakan oleh kelompok tolong-menolong yang anggota-anggotanya selain laki-laki juga perempuan. Bentuk tolong menolong lainnya disebut mododuluan (desa Abak).
Sistim ini berlaku untuk jenis pekerjaan menanam padi, dimana bila seorang hendak menanam padi, ia akan mengundang anggota kerabat atau tetangganya untuk meminta bantuannya agar pekerjaannya dapat diselesaikan dalam waktu singkat. Kemudian menentukan waktu bekerja dan menyiapkan keperluan alat-alat, makanan dll. Dalam sistim posad dan mododuluan terdapat sedikit perbedaan. Dalam sistim posad sesudah mengerjakan sesuatu pekerjaan, si pengambil inisiatif merasa terikat oleh kewajiban, untuk mengembalikan jasa yang diperolehnya kepada para pembantunya. Akan tetapi dalam sistim mododuluan sesudah menyelesaikan pekerjaan, para pembantu itu langsung diberi balas jasa (misalnya menyediakan makanan), sehingga si pengambil inisiatif tidak merasa terikat oleh suatu kewajiban para pembantunya tadi, karena tolong menolong berdasarkan prinsip mododuluan tidak mempunyai suatu kelompok kerja yang tetap dan tidak terikat oleh suatu perjanjian yang tertentu.
6. Upacara-upacara adat dalam pertanian ladang.
Pada zaman dahulu (sebelum masuknya agama Islam) terdapat upacara adat dalam pertanian di ladang yang disebut :
  1. Tengkiura - menile, yang dilakukan pada waktu akan mengadakan perombakan hutan dengan jalan mempersembahkan sirih pinang jepada dewa-dewa leluhur yang mula-mula adalah pemilik hutan tersebut (penjaga hutan).
b) Menelepag, asal kata pelepag ialah tempat yang sengaja dibuat sebagai tempat meletakkan bahan-bahan penganan/sajian seperti bail dari sagu = (sagu yang diisi dalam bulu), nasi kuning ayam, telurnya sebagai persembahan kepada dewa-dewa leluhur yang dianggap sakti (kitegi Duta = kitegi bontung), hal semacam ini biasa dilakukan oleh seseorang di kebun-kebun pada waktu penanaman, dengan maksud memintakan agar tanamannya tidak dirusak oleh binatang dan memperoleh hasil yang memuaskan. Akan tetapi setelah masuknya agama Islam ke daerah Bolaang Mongondow upacara-upacara tersebut diatas berangsur-angsur mulai hilang.

7. Pertanian di sawah.

Penanaman padi di sawah sebagian besar dilaksanakan dengan intensifikasi (Bimas) yakni menggunakan bibit-bibit unggul seperti daimansi, intan, hogani (padi raja), barogong dan jenis padi unggul lainnya, serta pemakaian pupuk. Dengan jalan intensifikasi pertanian, hasilnya, dapat berlipat ganda berkat prasarana yang disediakan pemerintah berupa persediaan bibit yang baik dan pembuatan irigasi untuk mengairi persawahan dan perluasan tanah pertanian. Luas areal persawahan di daerah Bolaang Mongondow tahun 1969 berjumlah : 7.838 Ha. Tahun 1976 berjumlah : 12.432 Ha. Terdapat kenaikan perluasan 4.594 Ha (Selayang pandang tentang perkembangan tata pemerintahan pembangunan Kabupaten Tingkat II Bolaang Mongondow).
Jumlah persawahan yang dapat di Bimas/Inmas sejak 1976 sebanyak 8.226 Ha.

Jumlah penghasilan besar :
Sejak tahun 1969 sebanyak 16.096 ton beras.

91

Sejak tahun 1976 sebanyak 37.137 ton beras. Terdapat kenaikan 21.041 ton beras. atau 130,72% (Dinas pertanian rakyat Dati II Bolaang Mongondow).
Areal persawahan yang luas terdapat di kecamatan-kecamatan Lolayan, Kotamobagu, Dumoga, dan Modayang.
Untuk peningkatan perluasan persawahan dan peningkatan produksi beras di daerah ini oleh pemerintah telah selesai di bangun irigasi Kosing golan (Dumoga kiri) yang akan dapat mengairi persawahan seluas 5.500 Ha.
8. Tehnik pertanian.
Cara-cara melakukan usaha tani pada umumnya masih bersifat tradisionil (belum mekanis); diharapkan sifat tradisionil ini secara bertahap akan berubah berkat adanya usaha-usaha penyuluhan yang dilakukan oleh pemerintah. Dalam mengolah tanah pertanian sawah dipakai alat-alat seperti : bajak, pacul, sekop sabel dengan mempergunakan tenaga bantuan ternak (sapi, kerbau) sepasang sebagai penarik bajak.
9. Tenaga pelaksana.
Dalam pengolahan tanah, keluarga batih merupakan inti satuan kerja. Apabila sawah pertanian luas, dan memerlukan tenaga bantuan untuk menggarapnya, biasanya tenaga diambil dari keluarga terdekat dengan sistim kerja sama yang dikenal dengan nama posad. Posad adalah kebiasaan atau sifat bantu-membantu dengan masyarakat lainnya dalam desa/kampung untuk menyelesaikan pekerjaan dengan bantuan banyak orang misalnya dalam menanam padi di sawah.
Sistim posad meliputi beberapa segi kehidupan masyarakat antara lain : Posad pertanian, Posad mendirikan rumah, Posad simpan-pinjam.
10. Sistim milik.
Di Bolaang Mongondow tanah pertanian biasanya adalah milik keluarga atau milik perorangan.
Seseorang dapat memiliki tanah karena warisan atau pembelian. Sistim milik tanah yang diberikan pemerintah misalnya : para transmigrasi yang berasal dari Jawa dan Bali.
11. Organisasi dalam pertanian di sawah.
Organisasi sama dengan organisasi pertanian di ladang.
12. Upacara-upacara adat dalam pertanian.
Sama dengan upacara pertanian di ladang.
E. PETERNAKAN.
1. Jenis Peternakan.
Binatang-binatang ternak yang dipelihara antara lain : sapi, kuda, kambing, kerbau, ayam, bebek, babi. Ternak sapi, kuda, kerbau dipelihara sebagai pembantu tenaga kerja di sawah pertanian dan ladang, sebagai penarik bajak, gerobak, bendi dan selebihnya dijual misalnya : sapi. Untuk keperluan konsumsi dipelihara : Ayam, kambing, bebek, sapi ).
Ternak sapi terdapat di kecamatan Bintauna, Lolak Poigar, Bolaang.
2. Tehnik peternakan.
Pemeliharaan ternak sapi, kerbau, kuda, kambing dilaksanakan secara sederhana di kebun-kebun atau di bawah pohon kelapa. Pemeliharaan unggas diusahakan oleh keluarga tertentu baik di desa maupun di kota, dimana ha-
silnya berupa telur disamping sebagai kebutuhan keluarga juga untuk dijual.
3. Tenaga pelaksana.
Keluarga petani, dimana tiap keluarga petani berusaha memelihara ternak (sapi,kuda) untuk membantu dalam pengolahan tanah pertanian. Oleh dinas peternakan daerah telah diusahakan peternakan sapi.
4. Sistim milik.
Milik para keluarga petani dan milik pemerintah daerah.
5. Tenaga pelaksana.
Kegunaannya sebagai hewan penarik dan pengolah tanah (sapi, kerbau, kuda) dan juga untuk kebutuhan protein hewani (sampi, kerbau, kambing, babi, unggas). Disamping itu dapat menjadi modal tabungan, bagi penduduk yang tidak makan daging sapi (misalnya : suku Bali) dan dapat dijual di pasaran bebas.

Keadaan jumlah ternak pada tahun 1973 sebagai berikut :

- sapi berjumlah  :   33.451 ekor.
- kerbau berjumlah  :   104 ekor.
- kuda berjumlah  :   1.895 ekor.
- kambing berjumlah  :   7.162 ekor.
- babi berjumlah  :   10.435 ekor.
- unggas berjumlah  :   124.558 ekor.
F. KERAJINAN.
Pada umumnya kerajinan tangan yang terdapat di Bolaang Mongondow berupa tikar, yang dibuat dari rotan, pandan, dan bambu. Demikian pula dengan pembuatan topi, keranjang, dan alat-alat rumah tangga lainnya misalnya kursi dari
rotan, kayu dll. Pembuatan tali dan sapu bulu dari ijuk dan juga dari sebut kelapa.
Salah satu kerajinan rumah tangga yang disebut pingku yaitu semacam piring yang dibuat dari pelepah rumbia, akan tetapi produksi ini sudah mulai berkurang.
Di Malinow pembuatan alat-alat rumah tangga dari tanah liat berupa jambangan, pot - pot bunga, periuk, piring, dan mangkok, merupakan pekerjaan pokok sebagian penduduk di daerah Malinow. Hasil kerajinan tersebut banyak diperdagangkan oleh penduduk desa Malinow ke desa lainnya. Tehnik kerajinan pada umumnya masih menggunakan cara cara tradisionil.
III. SISTIM TEHNOLOGI DAN PERLENGKAPAN HIDUP.
A. ALAT-ALAT PRODUKSI.
1. Alat-alat rumah tangga.
Alat-alat rumah tangga selain alat yang dibuat dari tanah liat, rotan, bambu, daun pandan dan kayu yang dibuat oleh penduduk, juga terdapat alat-alat rumah tangga yang dibuat oleh pabrik-pabrik dalam dan luar negeri. Alat rumah tangga yang dipergunakan sehari-hari dapat dibeli penduduk di toko-toko.
2. Alat-alat pertanian
Alat-alat pertanian yang dipergunakan sebagai alat untuk mengerjakan sawah dan kebun, antara lain:
tugal : yaitu alat yang dipakai untuk melubangi tanah pada waktu menanam padi atau jagung diladang. Alat tersebut di buat dari batang enau.
sabel : alat untuk memotong rumput atau memo-
: tong padi yang sudah masak. Alat tersebut dibuat dari besi.
Lolapa : suatu alat yang dipakai menyiangi padi. Alat tersebut dibuat dari besi.
pajeko : Alat yang dipakai untuk membajak sawah. Dibuat dari besi dan batangnya dari kayu.
sekop dan pacul : Alat pembongkar tanah. Dibuat dari besi dan batangnya dari kayu. Penduduk dapat membelinya di toko-toko.
3. Alat-alat perburuan masih sederhana dan peralatannya terdiri dari:
- tombak (ginibat)   - alat yang dipakai untuk berburu
- pandong im boke'   - semacam tombak babi
- giman   - semacam jerat untuk menangkap binatang buruan yang dibuat dari tali ijuk.
Alat perburuan yang modern dewasa ini mempergunakan senjata buruan seperti bedil dll.
4. Alat-alat perikanan.
Cara penangkapan ikan masih mempergunakan alat yang sederhana.
Alat-alat penangkap ikan terdiri dari:
- bubu   : ialah alat semacam penangkap ikan (udang) yang dibuat dari bambu atau rotan.
- Polo   : semacam alat penangkap ikan, bentuknya hampir sama dengan bubu.
- singkop  : semacam penangkap ikan yang dibuat dari bambu.

- tomoing, kalenda : ialah semacam jala penangkap ikan.

- bobolit  : ialah semacam panah ikan / senjata ikan yang dipakai untuk memanah ikan di sungai atau di laut dan diperlengkapi dengan kacamata penyelam.


5. Peternakan.
 Jenis-jenis ternak yang dipelihara ialah sapi kerbau, kuda, kambing, unggas, dan babi. Ternak-ternak ini sebagian besar diusahakan oleh keluarga petani (sapi, kerbau, kuda) untuk membantu dalam pengolahan tanah persawahan dan mengangkut hasil-hasil pertanian.

6. Alat-alat kerajinan.
{gap}}Alat-alat kerajinan yang dibuat dari besi dan ada pula dari tanah liat. Alat-alat kerajinan yang dibuat dari besi terdapat di kecamatan Passi antara lain :

- pitow (semacam parang yang dipergunakan untuk memanjat kelapa).

- sabel (semacam alat yang dipakai membersihkan kebun).

- blapa (berbentuk kuda-kuda, dipakai untuk membersihkan ladang).

- kedung (semacam parang besar untuk memotong kayu).

- tosilad (pisau) - dipergunakan oleh ibu-ibu di dapur.

- tosisi im bango - semacam alat pencungkil kopra.

- Popakang (pahat)

- bengko - keris.

- pandong im boke - tombak babi

- kokundut ing kayu   - alat untuk melicinkan kayu.
Disamping alat-alat kerajinan yang dibuat dari besi ada pula yang dibuat dari tanah liat dan banyak terdapat di Malinow. Alat-alat kerajinan dari tanah liat misalnya :
- kuyon im bumbe - tempat untuk masak daging.
- kuyon gogoluten - tempat masak nasi bungkus.
- kuyon lologa'an - tempat masak sagu.
- kuyon pinugungan.
- pot im bungang (pot bunga).
- dodongci an ing koito - tempat bakar sagu,
- pot gantung.
- potandangan ing kopi - tempat goyang kopi.
- padingki.
- sinompansi - belanga yang berpenutup untuk masak air.
- biko - semacam belanga kecil untuk memasak obat-obatan.
Disamping alat-alat kerajinan yang sudah disebutkan diatas, juga terdapat alat kerajinan menenun kain dan sarung, akan tetapi hasil kerajinan rumah tangga ini sudah mulai berkurang karena adanya saingan dari hasil-hasil industri.
Kerajinan menganyam tikar, keranjang dari rotan dan bambu tersebut diusahakan oleh rakyat.
7. Alat-alat peperangan.
Alat-alat peperangan yang dipergunakan orang orang Bolaang Mongondow dahulu dalam peperangan antara lain : tombak, pedang dan baju perang yang dibuat dari besi. Baju perang ini dipakai oleh raja-raja atau penghulu perang yang disebut Bogani artinya ahli berkelahi atau panglima perang.
B. ALAT-ALAT DISTRIBUSI DAN TRANSPORT.
1. Alat-alat perhubungan di darat.
Di wilayah Bolaang Mongondow terdapat daerah-daerah dimana keadaan prasarana perhubungannya sudah mulai lancar yaitu : Wilayah pantai Utara bagian Timur, dataran Mongondow dan dataran Dumoga. Usaha pemerintah untuk melancarkan prasarana perhubungan di daerah ini dengan ibukota propinsi Sulawesi Utara antara lain : sedang dalam taraf penyelesaian pembangunan proyek jalan, Amurang - Inobonto dan Kotamobagu - Doluduo dengan jalan klas IIC yang dibangun oleh Proyek Jalan F13 - (Mountain Road) dan Proyek Jalan F17. Wilayah ini dapat dicapai dengan kendaraan bermotor antara lain : bus, truk taxi, dan motor.
Alat-alat perhubungan lainnya yang dipergunakan dalam jarak dekat antara lain : roda sapi, roda kuda dan bendi. Wilayah yang keadaan prasarana perhubungannya masih kurang baik yaitu : daerah sebelah Barat Kecamatan Lolak sampai daerah perbatasan dati II Gorontalo.


2. Alat-alat perhubungan di laut.
Dari pantai Timur dan Selatan mulai dari Kecamatan Tabunon sampai di Lion, Kecamatan Bolaang Uki yang berbatasan dengan Dati II Gorontalo pada umumnya dapat dicapai melalui jalan laut dengan mempergunakan kapal motor (ukuran kecil), perahu motor, perahu layar. Prasarana perhubungan di laut yang menghubungkan kota-kota di tepi pantai masih sangat kurang dan pemerintah propinsi dan kabupaten Bolaang Mongondow senantiasa berusaha memperbaiki prasarana perhubungan di laut, maupun di darat. Karena perbaikan-perbaikan dalam perhubungan mempunyai efek-efek terhadap kegiatan ekonomi, sosial dan roda pemerintahan/politik.
C. WADAH-WADAH ATAU ALAT-ALAT UNTUK PENYIMPAN.

1. Menyimpan hasil produksi.

Tujuan alat penyimpanan hasil-produksi ialah agar hasil produksi dapat tahan lama atau tidak rusak.

Alat-alat penyimpanan hasil produksi antara lain:

- luwit - tempat menyimpan hasil pertanian (padi atau gaba), yang sudah dijemur/kering. Alat ini dibuat dari kulit kayu yang kering.
Luwit ini sudah hampir punah.
- ginapa - suatu tempat menyimpan beras/gaba yang sudah dijemur. Alat tersebut terdiri dari potongan - potongan bambu yang besar-besar.
- Tempat penyimpanan beras/gaba yang umum dipakai di tiap-tiap rumah tangga petani adalah kas atau peti kayu yang berbentuk segi empat yang panjangnya 2 sampai 4 meter dan tinggi2m.

 2. Penyimpenan kebutuhan sehari-hari antara lain :

- potolo - ialah tempat untuk menyimpan garam dapur.
- tandai - suatu alat untuk menyimpan kebutuhan air sehari-hari.
- bakul, karung kecil juga merupakan tempat menyimpan bersa kebutuhan sehari-hari.
- para-para (sejenis meja terbuat dari bambu) yang fungsinya sebagai tempat menyimpan alat-alat dapur seperti piring, belanga, mangkuk dsb. yang banyak terdapat di desa-desa-desa.

D. MAKANAN DAN MINUMAN.

1. Makanan utama. Makanan utama Bolaang Mangondow ialah beras, Beras merupakan hasil produksi pertanian yang utama.

Disamping beras juga jagung merupakan makanan pokok.

2. Makanan sampingan .

Disamping makanan utama, terdapat pula makanan sampingan antara lain: jagung, sagu, ubi-ubian (misalnya: ubi jalar, ubi kayu, ubi tales) yang ditanami di tanah kering tegalan, di halaman pekarangan rumah yang luas, dan juga pisang.

3. Makanan dan minuman khusus..

Makanan khusus.

- yondong - yaitu sejenis makanan yang bahannya terdiri dari sayur godi.
- pionogiot - sejenis makanan khusus yang bahan-bahannya terdiri dari daging ayam, santan, minyak kelapa, dan dicampur dengan bumbu-bumbu.
- Ilosingan - bahannya terdiri dari daging kambing ditambah dengan bumbu-bumbu.
- Minuman khusus ialah saguar dalam bahasa Mongondow disebut losing.

B. PAKAIAN DAN PERHIASAN

1. Pakaian sehari-hari.

a. Asal bahan mentahnya.

Pada zaman dahulu bahan pakaian dibuat dari serat kayu dan serat nenas. Serat nanas ini ditenun untuk dibuat sarung dan bahan pakaian.

Dewasa ini rakyat Bolaang Mangondow memakai bahan-bahan pakaian yang dibuat
dari katun atau bahan yang lebih halus (tetoron dll.) seseuai dengan kemampuan daya beli dari penduduk, sebagaian besar produksi dalam negeri dan sebagian kecil produksi luar negeri.
b. Cara pengolahannya.
Pada zaman dahulu pakaian yang dibuat dari kulit kayu direndam air selama beberapa hari, kemudian kulit kayu tersebut dipukul-pukul dan seratnya dibuka disebut lanut: pakaian dari kulit kayu dan tenunan serat nenas tidak terdapat lagi.
Pakaian katun pada unumnya diolah oleh pabrik-pabrik.
2. Pakaian-pakaian upacara.
Asal bahan mentahnya :

Sebelum perang dunia ke II pakeian upacara sebagian ditenun sendiri oleh penduduk Bolaang Mongondow, bahan mentahnya dari serat nenas atau benang katun, akan tetapi hasil kerajinan tersebut sekarang tidak diketemukan lagi.

Kini, pakaian upacara adat bahan mentahnya dari katun dan tetoron. Pakaian laki-laki disebut baniang. Pakaian perempuan disebut salu.

Wanita memakai pakaian kebaya, sarung dan selendang.

Peralatan dalam upacara adat.

- Dalam upacara adat kaum pria memakai dester,semacam kain atau lenso yang diikat di kepala. Di samping itu kain pelekat yang diikat di pinggang yang disebut pomerus.

Memakai selendang di bahu kanan.

- Dalam upacara adat kaum wanita memakai baju salu - kain pelekat senket, Dibahagian dada dihiasi dengan emas yang disebut hamunse.
Di tangan, memakai gelang yang dibuat dari emas atau perak yang disebut poteda dipakai oleh keturunan raja dan orang kaya), sedangkan rakyat biasa memakai gelang tiram laut yang disebut balusu.

Fungsinya dalam upacara :

Dipakai dalam upacara-upacara adat tertentu misalnya menyambut tamu/pembesar pemerintah pusat maupun daerah, pada hari-hari raya nasional, dipakai oleh penganten pria atau wanita dalam upacara perkawinan didaerah maupun diluar daerah, pementasan tarian adat, pameran pakaian adat.

Hiasan sehari-hari.

- Kaum pria memakai gelang yang dibuat dari akar bahar yang disebut komensilan.
- Kaum wanita memakai manik-manik yang disebut bobol.Manik-manik ada yang dibuat dari emas dan juga ada yang dibuat dari buah buntooi. bersambung ke hal.141, yaitu yang mengenai perhiasan-perhiasan upacara baris ke 5 s/d ke 10 pada hal tersebut.


Rumah tempat tinggal dibagi dalam ruang tamu (bagian depan), ruang dalam, dapat pula menjadi ruang tamu atau tempat makan, ruangan kamar tidur
dan dapur.
Bagi rumah orang-orang kaya masih terdapat ruangan tempat menyimpan yang disebut gudang.
Bahan-bahannya ada yang dari batu, campuran batu dan kayu, dari kayu, campuran kayu dan bambu dan ada pula dari bambu. Demikian pula atapnya berbeda-beda : ada yang dari seng, dari atap rumbia alang-alang, daun kelapa, daun rotan dan lain-lain.
Tehnik pembuatannya : dewasa ini rakyat yang mampu berusaha memperbaiki/memerindah rumahnya dengan tehnik bangunan permanen dan semi permanen disesuaikan dengan bentuk rumah dewasa ini. Upacara mendirikan rumah atau naik rumah baru dipimpin oleh orang tua atau pemimpin adat, akan tetapi setelah masuknya agama Islam dilakukan secara upacara agama.
IV. SISTIM RELIGI DAN SISTIM PENGETAHUAN.
A. SSISTIM KEPERCAYAAN.

Agama yang mempunyai penganut yang paling banyak di Bolaang Mongondow adalah agama Islam terdapat 79,44% atau 189.810 dan menyusul : Agama Kristen Protestan : 18,81% atau 44.941 jiwa. Agama Kristen Katholik : 1,11% atau 2,654 jiwa. Agama Budha  : 0,64% atau 1.524% jiwa.

(Jawatan agama Propinsi Sulawesi Utara, tahun 1976).
Sebelum masuknya agama tersebut di atas, rakyat Bolaang Mongondow memiliki kepercayaan kepada dewa-dewa atau kekuatan-kekuatan gaib, yang banyak dihubungi dengan adat dan tradisi misalnya :
  1. mamalenga ialah mendengar petunjuk-petunjuk kekuatan gaib melalui bunyi burung hantu (menikulu) untuk mengetahui hal kalah-menangnya dalam peperangan, sukses tidak. Memakai cincin -
yang disebut simban dan anting-anting atau ngantinganting.
Perhiasan-perhiasan upacara..
Dalam upacara perkawinan pengantin memakai sunting yaitu semacam hiasan sunggul, yang bahannya terdiri dari emas atau imitasi emas. Di dahi si pengantin memakai hiasan yang disebut logis yang bahannya dari benang hitam.
F. TEMPAT PERLINDUNGAN DAN PERUMAHAN.
Tempat perlindungan selain rumah yang dalam bahasa Mongondow disebut baloi, sebagai rumah tempat tinggal yang tetap, juga terdapat tempat tinggal/berlindung dalam arti menghindari dari panas terik, hujan dan dipakai pula sebagai tempat/berlindung sementara, misalnya yang terdapat di ladang atau kebun-kebun dan di sawah-sawah. Tempat perlindungan yang terdapat di daerah Bolaang Mongondow disebut.
  1. Lolaigan ialah semacam pondok kecil sebagai tempat tinggal, yang terdapat di ladang atau kebun Dewasa ini lolaigan merupakan rumah darurat (sementara). Bahan bangunan ini terdiri dari ramuan-ramuan kayu yang tidak begitu kuat dan beratapkan daun enau, daun rotan dan alang-alang.
  2. Lulang ialah suatu pondok yang bentuknya lebih kecil dari pondok lolaigan yang banyak terdapat di ladang-ladang penduduk. Tempat ini dipergunakan untuk mengusir burung-burung atau binatang-binatang yang merusak tanaman dan juga disaat-saat musim panen.
  3. Langkeang ialah suatu pondok kecil yang terletak di tengah sawah, tempat berteduh, didiri -

kan disaat akan panen dan untuk mengawasi burung-burung atau binatang - binatang yang akan memakan padi.

2. Rumah tempat tinggal.
nya suatu rencana naik rumah baru, dalam mengadakan perjalanan, mendirikan bangunan, merombak hutan.
  1. medeangongou ialah menjengkal sesuatu benda seperti sepotong bambu berukuran sejengkal untuk mengetahui obat yang akan dipergunakan dalam menyembuhkan sesuatu penyakit. Caranya pada waktu menjengkal-jengkal bambu tersebut kemudian jengkalan sudah lebih dari ukuran sebanranya sambil menyebut obat yang dipergunakan maka obat itulah yang harus diambil untuk mengobati penyakit tersebut.
  2. metayek ialah mengobati seseorang penderita penyakit yang dilaksanakan dengan tari-tarian sambil diiringi nyanyian pujaan kepada dewa - dewa leluhur yang dianggap sakti, dimana sipenari telah dalam keadaan tidak sadar (kerasukan). Metayek atau tayok adalah merupakan jenis tari yang asli di daerah Bolaang Mongondow.
    Menurut penelitian kami tanggal 19 September s/d 28 September 1977, tarian tayok ini hanya terdapat di desa Bilalang, Kecamatan Passi Bolaang Mongondow. Dalam tarian ini penari (belian) memang dalam keadaan kemasukan jin (roh) yang diperlukan untuk meminta sesuatu pertolongan atau ilapidan dan roh ini dapat menentukan obat/ramuan obat yang diperlukan dan dapat menyembuhkan penyakit.
  3. Tengkiuna - menilen.
    Dilaksanakan pada masa perombakan hutan dengan jalan mempersembahkan sirih pinang ke pada dewa-dewa leluhur yang mula-mula memiliki hutan tersebut (penjaga hutan).
  4. Memajakaan-mepakean.

    Memberikan makan kepada dewa-dewa yang di

anggap sakti yang telah memberikan penghasilan penghasilan sesuai dengan apa yang diharapkan sejak penanaman dan hal ini dilakukan sesudah penanaman.
Kepercayaan kepada adanya kekuatan gaib antara lain :
Komansilan - semacam jimat yang dipakai oleh laki-laki bagai penangkal penyakit.(moolato).
Dikolom - semacam jimat yang dipakai sebagai penjaga diri dan tahan terhadap black magic yang datang dari luar.
B. KESUSTRAAN SUCI.
Kesustraan suci yang akan dikemukakan ialah kesustraan suci peninggalan nenek moyang. Bolaang Mongondow. Akan tetapi setelah masuknya agama Islam di daerah tersebut, upacara-upacara adat, kesustraan suci telah banyak dipengaruhi oleh agama Islam.

Beberapa contoh kesustraan suci:

1. Sanjak waktu potong padi.

Bulou tulud aindon tomuyep

Mosiug monag dimoletot

Moiginamai ini tako lipod

Bangou siug karetou dodol


2. Doa naik rumah baru.

Ompu, Ompu, Ompu = minta restu.

Poigumon kombarakar = mohon berkat

I Nabi Bo malaikat = dari nabi dan malaikat.

Bo Tuhan Inta kitogi kehendak = Dan da-

dari Maha Besar Tuhan.

In oyu on ka in barang mo raot = Jika ada sesuatu yang tidak baik.

Pongambat lumbupa muntag = dijauhkan lagi.

Kombalangan inta meuntag = di tengah-tengah lautan.

Bo potalomnya monag = kemudian tenggelamlah.

Bo dia gumonu gonu liminta linta = supaya tidak timbul lagi.

Mokohaat kon tangoi umat = karena menghilangkan nama baik.

Ba tongga pa rijiki in rumuat = supaya rezeki bertambah banyak.

Kitalo in mosintak = tanah tempat berpijak.

Kimontoyanoi mogabat = dan langit tempat bernaung.

Boyaannya popotankat = disana ia berikan

Kon roho in bayongan I umat = semua insan manusia

3. Pengobatan orang sakit.

Siok nongko omonik - dewa pujaan dari jauh

mongko simpunuon in langit - datang dari atas langit.

no kodongog kon totampit - mendengar sesuatu pengeluhan.

mengontong ko moto takid - menjenguk orang sakit.

Dondoyog dia maslig - ia tidak dapat minum

Dongko bontowon kon alit - sudah kurus sekali.

Undaman lantangon monik - diobati dengan cara-cara kebiasaan.
Adi' mongula kon tubig - ia minta seteguk air
Nion bo oin mo i didig - sekarang permintaan sudah diberikan
Umpu' diadon mo ikit-ikit - harap akan sembuh.
Tumohubu' do monik - dan akan hidup sehat dan segar.

 c. SISTIM UPACARA.

 Setelah masuknya agama Islam, sistim upacara keagamaan lama (tradisionil) relatif tidak ada lagi. Dewasa ini upacara-upacara keagamaan setempat sesuai dengan keyakinan-keyakinan masing-masing.
Aliran keagamaan yang terdapat antara lain :
Islam, Protestan, Katolik, Budha.
Setiap aliran agama tersebut mempunyai pimpinan tersendiri. Umpamanya Protestan pimpinannya ialah pendeta, Katolik pimpinannya ialah Pastor, agama Islam pimpinannya ialah Imam.
Demikian pula hari beribadah tiap-tiap agama tersebut berbeda-beda, misalnya hari Jumat adalah hari ibadah bagi yang beragama Islam, penganut agama Protestan dan Katolik beribadah pada hari Minggu. Selain hari-hari beribadah tersebut bagi setiap aliran keagamaan, masih terdapat pula saat upacara keagamaan pada hari-hari lain.
Dalam penyebaran agama tersebut tiap aliran keagamaan mempunyai kitab suci sebagai buku pelajaran agama. Di setiap desa di daerah Bolaang Mongondow terdapat rumah ibadah.
Jumlah sarana-sarana keagamaan yang terdapat di daerah Polaang Mongondow adalah sebagai berikut :
 1. Mesjid sebanyak  - 210 buah.

2. Gereja Protestan sebanyak - 172 buah.
3. Gereja Katolik sebanyak - 13 buah.
4. Kelenteng sebanyak - 1 buah.
(Jawatan Agama Kabupaten Dati II Bolaang Mongondow).
D. KELOMPOK KEAGAMAAN
Keluarga-keluarga merupakan kelompok inti keagamaan, dimana anak-anak mereka sejak kecil telah belajar mengaji atau membaca Al-Qur'an dan membawa serta ke rumah ibadah (mesjid) pada hari-hari ibadah serta ikut dalam upacara keagamaan pada hari-hari tertentu.

Setiap kelompok keagamaan senantiasa berusaha agar anak-anak mereka sejak dari kecil hingga dewasa telah tahu beribadah dan mengenal Tuhannya sebagai penciptanya.

Kelompok kekerabatan (motou-adi) sebagai keluarga luas ikut memegang peranan dalam kelompok keagamaan, karena mempunyai pengaruh dalam perluasan/ perkembangan agama.

Dalam kesatuan hidup setempat misalnya di kecamatan Passi yang penduduknya sebagian besar beragama Islam upacara-upacara adat misalnya : naik rumah baru, perkawinan sudah dipengaruhi oleh agama Islam

E. SISTIM PENGETAHUAN
1. Alam fauna.
Walaupun masyarakat telah banyak memeluk agama Islam, Kristen, akan tetapi adanya keppercayaan akan kekuatan-kekuatan alam sekelilingnya masih tetap ada, terutama bagi penduduk di desa-desa.

Adanya kepercayaan akan bunyi burung disebut talenga - menafsirkan sesuatu yang mungkin terjadi, sehingga dalam mengadakan perjalanan mungkin dapat dibatalkan.

- adanya larangan menyebut nama buaya ditepi sungai, seharusnya menyebut : kilalinya.
- kepercayaan bunyi cecak, berarti menyetujui/membenarkan sesuatu pembicaraan yang sedang diadakan.
2. Alam flora.
Kepercayaan akan adanya jenis tumbuhan yang dipakai sebagai ramuan obat, dimana daun-daun tersebut ditaruh pada bagian tubuh yang sakit. Ramuan obat tersebut disebut daun pohon tobaan. Daun pohon tuis dipergunakan untuk meramal orang yang sakit.

Sistim pengetahuan alam.

Misalnya dalam perombakan hutan didahului dengan upacara tengkiuna-menilen. (sudah disebutkan diatas).
Sistim pengetahuan waktu.

- manuk ngonguyong - ketika ayam mulai bertengger, berarti tanda waktu matahari mulai terbenam/mulai gelap.
- moding mobayag - berarti hampir siang.
- motonawang - ketika ayam mulai turun dari tempat pertenggerannya mencari makan, berarti hari sudah siang.
- mendengar burung tasiak berbunyi berarti hari sudah hampir siang.

V. SISTIM KEMASYARAKATAN
A. SISTIM KEKERABATAN
 1. Kelompok-kelompok kekerabatan.

 Keluarga batih :

Kehidupan orang-orang Hongondow Pada zaman dahulu hidup dengan cara berkelompok yang diketahui oleh seorang kepala keluarga.

Tempat yang didiami oleh tiap-tiap kelompok disebut wilayah lolaigan asal kata laig artinya pondok kecil, yang dibuat dari ramuan-ramuan kayu yang tidak kuat dan beratapkan daun enau atau daun rotan.

Di wilayah kediaman lolaigan makin lama kain bertambah banyak anggota keluarga, sehingga hidup masyarakat kelompok kecil tadi berubah menjadi kumpulan keluarga kelompok yang sudah lebih besar dan selanjutnya terjadilah wilayah penduuan dengan salah seorang Bogani (pemuka keluarga diantara kelompok-kelompok) yang diangkat dan di berikan kepercayaan oleh seluruh anggota masyarakat menjadi pimpinan serta dapat melindungi ketertiban keselamatan umum.

Dalam masyarakat pedukuan, anggota keluarga makin hari makin bertambah banyak, sehingga hubungan antara keluarga kelompok makin baik dan erat hubungannya dalam pergaulan masyarakat. Lebih banyak kumpulan gabungan kelompok masyarakat, makin luas hubungan dan peningkatan cara hidup mereka , kemudian merubah menjadi sebuah kampung (perkampungan). Secara ideal dewasa ini satu rumah di Bolaang Mongondow didiami oleh satu keluarga batih, yang terdiri dari suami-isteri, anak, arak dan kadang-kadang ditambah dengan beberapa kerabat lainnya, ialah seorang ibu atau ayah yang sudah tua, menantu atau cucu-cucu, saudara-saudara isteri perempuan dengan suaminya. Seperti masyarakat di Minangkabau orang Mongondow mendapat nama dari ayahnya dari ayahnya dan dengan demikian tampak adanya golongan-golongan atau koletifa-kolektifa dengan nama keluarga yang sama, yang merupakan kelompok kerabatan atau klen patri lineal kecil dan kolektifa-kolektifa serupa itu oleh pen

duduk disebut : tangoloki artinya satu dapur, Tengoabuan adalah keluarga besar dimana ibu-bapa, anak-anak yang sudah kawin, kakek-nenek serta keluarga-keluarga lainnya tinggal dalam satu rumah besar.

Dalam aktifiteit sehari-hari saling terikat oleh satu sistim pengerahan kerja, misalnya mengerjakan tanah pertanian bersama-sama, pembukaan hutan baru untuk berladang dll.
2. Prinsip-prinsip keturunan.
Prinsip keturunan di Bolaang Mongondow ialah bilateral, dimana hubungan kekerabatan dihitung melalui laki-laki maupun wanita.
Salah satu unsur yang menunjukkan unsur bilateral ini ialah dalam penurunan warisan yang terdiri dari semua harta milik yang diperoleh oleh suami isteri sebagai warisan dari orang tua mereka masing-masing ditambah tangga dan kemudian warisan tersebut akan mereka sedangkan harta yang tidak dapat dibagi mereka pakai secara bergilir.
Kelompok kekerabatan yang berdasarkan prinsip bilateral ini mempunyai ikatan kekeluargaan yang ada, tersebar secara luas tanpa terikat pada batas-batas desa maupun wilayah.
Berdasarkan garis keturunan ini, maka dalam pembagian warisan menurut adat Bolaang Mongondow maka seluruh anak mendapat pembagian yang sama atas harta peninggalan orang tua. Akan tetapi bila semasa orang tua masih hidup sudah memberikan sesuatu bahagian pendapatan kepada seorang anak, maka jika tiba pada saat pembahagian warisan nanti, apa yang telah diberikan kepada anak tersebut tidak boleh digugat/diperhitungkan kepada a-
anak bersangkutan, tetapi kepadaanya masih wajib mendapat pembagian yang sama atas warisan yang harus dibagi itu.

Dalam pembagian warisan sesuai dengan adat yang berlaku di Bolaang Mongondow, yang tidak diperhitungkan yakni :
1. Tonggadi, yaitu pernberian orang tua kepada anak sebelum harta orang tua itu dibagi bagikan kepada anaknya. Pemberian semacam ini biasanya diberikan kepada anaknya yang baru berumah tangga se bagai penunjang hidupnya seperti sawah, kebun dll.

2. Tonggampu, yaitu pemberian kakek/nenek kepada cucunya dengan tujuan yang sama seperti diatas.

3. Mengenai kedudukan anak angkat dalam warisan, ia tetap dipandang sebagai "sinsing konlobot" dimana anak angkat berhak atas harta Pendapatan orang tua angkatnya saja.


 Kelompok keberatan yang penting yang terdapat sekarang ini berdasar kan prinsip bilateral ialah kelompok famili yakni suatu kelompok kekerabatan yang dalam ilmu antropologi disebut motouadi. Motoadi ini meliputi saudara sekandung, saudara-saudara sepupu dari pihak ayah maupun ibunya saudara-saudara orang tua dari pihak ayah maupun ibunya, saudara- saudara orang tua dari pihak ayah dan ibu, saudara- saudara dari istri, orang tua istri dan termasuk juga kemenakan. Tiap kelompok kekerabatan ini (motouadi) dalam aktivitas sehari- hari saling terikat oleh suatu sistim pengarahan kerja tolong-menolong, bahkan sampai da1am soal pemerintahan dalam desa kelompok inipun mempunyai pengaruhnya, dalam arti apabila ada keperluan kerja bakti dalam desa atau keluar

116

desa dan kerja bakti ini memperlukan tenaga dari salah satu anggota kelompok kekerabatan yang ada, maka biasanya kepala desa tidak langsung memberitahukan kepada yang bersangkutan tetapi sebelumnya melalui kelompok dan nanti kepala kelompok yang menghubungi anggota kelompok dan nanti kepala kelompok yang menghubungi anggota kelompok yang dimaksud. Juga ketua kelompok ini seperti peristiwa-peristiwa yang ada hubungannya dengan perkawinan maupun perceraian.
Apabila dari kelompoknya sendiri tidak bisa menyelesaikan persoalan dalam kelompoknya baru ditingkatkan ke dewan desa.
3.Sistim istilah kekerabatan.
Dalam masyarakat Bolaang Mongondow istilah kekerabatan antara lain :

Nenek laki-laki ayah/ibu disebut : kilaki.

Nenek perempuan ayah/ibu disebut : basi.

Cucu disebut : Ompu.

Mertua disebut : Guya.

Papa disebut : Ama.

Ibu disebut : Ina'.

Apid disebut : Anak

Guyang-guyang disebut : anak tertua.

Paman disebut : Pekuamaan.

Bibi disebut : Pokuinaan.

Ipar kakak lelaki disebut : bila (lago')

Adik lelaki disebut : ai-ai lokali.

Ayah mantu disebut : nunuton.

Saudara dari isteri disebut : ipa'.

Guya disebut : Guya.

4.Sopan santun pergaulan kekerabatan.
Adat dianggap sebagai suatu keharusan
hidup yang mutlak bagi kesejahteraan dan keamanan individu dalam pergaulan hidup, hal mana berdasarkan kepercayaan bahwa adat tersebut telah ditentukan oleh nenek moyang mereka sehingga demikian, adat mewakili kehendak dari nenek moyang dalam mengatur kehidupan masyarakat, sebab menurut anggapan mereka ketaatan terhadap adat menyatakan suatu pernyataan hormat kepada nenek moyang dan pelanggaran terhadap adat ini merupakan suatu perbuatan yang berbahaya karena adanya suatu kepercayaan bahwa roh-roh nenek moyang akan membawa kesengsaraan serta malapetaka bagi para pelanggar adat atau kepada turunan mereka.

Harga-menghargai antara keluarga dan keluarga demikian pula tiap-tiap kepala kelompok, saling hormat menghormat satu sama lain.

Anak-anak menghormati yang lebih tua umurnya.

Dalam masalah pergaulan :

- Bebangkalan satu sama lain sehingga tidak mudah terjadi sesuatu perpecahan apalagi terhadap pimpinannya.
- lelawangan antara satu sama lain, sehingga tidak seorang pun yang merasa terisi dan menderita apalagi yang ditimpa sesuatu malapetaka.
- Oegeyan/bebegeyan, saling memberi pertolongan antara satu sama lain, sehingga tidak seorang pun menderita dalam kemelaratan.

F. DAUR HIDUP (LIFE CYCLE).

1. Adat dan upacara kelahiran.

Adat istiadat asli yang berhubungan dengan kelahiran dan masa kanak-kanak dalam bentuk upacaranya hampir semua diganti dengan adat istiadat dan upacara yang berdasarkan agama Islam

Kecuali itu masih berlaku kebiasaan-kebiasaan dan pantangan-pantangan yang harus ditaati oleh individu tertentu dalam masa tertentu. Misalnya, dalam masa hamil seorang calon ibu dalam melakukan kegiatan sehari-hari harus mentaati beberapa pantangan antara lain ia tidak boleh duduk di tangga yang menghadap jalan raya, tidak boleh memasukkan kayu yang berlubang ke dalam api, sebab perbuatan sedemikian ini dianggap mempersulit kelahiran bayi dan juga tidak boleh menyimpulkan ikatan-ikatan. Apabila hendak keluar rumah di waktu senja atau malam hari, harus memakai kerudung (tutup kepala). Seorang ibu yang mengandung tidak boleh mandi di waktu magrib, karena nanti akan mendapat gangguan dari roh-roh jahat. Menurut tradisi lama, apabila lahir seorang bayi laki-laki (putera) maka ayahnya harus keluar halaman rumah lalu berteriak (momondow) menyatakan tanda gembira dan bersyukur, karena boleh memperoleh seorang putera yang kelak akan menjadi harapan keluarga/daerahnya.

Selain (momondow) pada saat itu juga ayahnya menahan sejenis tanaman seperti kelapa di halaman rumah dengan maksud untuk memudahkan perhitungan umur anak bersangkutan dikemudian hari.

Setelah mendengar tarian (momondow) maka tetangganya yang mendengar, berduyun datang melihat bayi yang baru lahir, kemudian memberi nama sayang-sayang (ibeg-ibeg) dan biasanya nama ini kebalikan dari yang sebenarnya misalnya :

  1. Kiyutuk artinya sikurus.
  2. Kirendi artinya sihitam.

Adat dan upacara kelahiran sesudah masuknya pengaruh agama :

Sesudah bayi itu lahir maka kepada bayi lelaki segera diperdagangkan azan dan bayi perempuan dibacakan iqama. Beberapa hari kemudian diadakan pembacaan do'a selamat oleh pegawai agama (syarat

ini berlaku bagi yang beragama Islam). Maksud dan tujuan dari azas dan iqama ialah agar anak sejak lahir telah ditanamkan keyakinan agamanya. Doa selamat adalah tanda bersyukur kepada Tuhan Allah Subhana hu Wataallah yang telah mengaruhi bayi tersebut

Bayi yang beragama Kristen disaat pemotongan tali pusat disertai dengan nama panggilan sehari-hari Sehubungan dengan kelahiran bayi, juga menjadi tradisi mengadakan doa selamat biasanya disediakan buah kelapa muda tempat menyimpan rambut yang digunting dan pinang muda sebagai hiasan. Kelapa muda dan pinang muda menggambarkan bayi sejak kedil inilah ditanamkan ajaran-ajaran agama sehingga buah yang diharapkan benar-benar buah kelapa tidak akan menjadi buah pinang demikian pula sebaliknya Hal ini dimaksudkan agar si bayi dikemudian hari meski mengalami godaan dari berbagai pihak, tidak akan merubah keyakinannya yang telah menjadi tradisi dan adat.

Kelahiran anak pertama walaupun tidak dirayakan secara mersiak tetapi sedikitnya diadakan suatu upacara, karena kelahiran bayi pertama merupakan peristiwa penting dalam sepanjang peristiwa-peristiwa kelahiran. Pada upacara kelahiran anak pertama, biasanya sesudah bayi lahir, orang tua dan kerabat dari bayi tadi mengundang imam dan tua-tua desa atau lazimnya oleh penduduk setempat disebut babato in lipu untuk makan bersama-sama dan mengadakan doa selamat berdasarkan ajaran Islam antara lain membacakan ayat-ayat Alqur'an, sebagai pernyataan ucapan syukur.

Sesudah diadakan upacara tersebut baru diadakan lagi upacara gunting rambut, yang biasanya diadakan pada saat bayi berumur antara tujuh sampai empat puluh hari.
Pada upacara tersebut hadir kaum kerabat, orang tua, anggota dewan desa serta kepala desa, imam dan para pemuka agama.
Sebelum diadakan pengguntingan rambut si bayi, maka seorang imam yang bertindak sebagai pemimpin upacara membakar kemenyan dan diiringi dengan pembacaan ayat-ayat Al Qur'an.
Apabila selesai dengan pembacaan ayat-ayat tadi baru imam bertindak sebagai pemimpin upacara mengambil gunting dan meneteskan air dari kalung emas yang diisi dalam kelapa muda yang masih berisi airnya, kekepala si bayi tadi. Baru sesudah itu mulai digunting rambutnya secara bergantian oleh beberapa orang imam. Setelah selesai dengan pengguntingan rambut baru para undangan disungguhi sajian berupa makan-makan yang telah disediakan oleh orang tua kerbat dekat dari si bayi.
2. Adat upacara sebelum dewasa.
Upacara lainnya yang ada antara kelahiran dan perkawinan ialah upacara sunatan. Sering kali upacara semacam ini dilakukan sekaligus untuk beberapa laki-laki secara bersama-sama dan juga diadakan pesta secara besar-besaran terutama bagi keluarga yang mampu. Upacara ini biasanya diadakan bertepatan dengan hari-hari seperti hari Raya Haji atau pada hari Iddul Adha.
Sebelum anak menjadi dewasa, anak-anak diberikan pendidikan agama misalnya :
  1. Bila seorang anak sudah menanjak umurnya maka sebelum disekolahkan anak tadi diantar oleh orang tuanya kepada seorang guru mengaji untuk belajar mengaji (membaca Kitab Suci Al Qur'an) sampai dia mahir sekali. Sebab orang tua yang mempunyai anak yang tahu mengaji.
  2. Menyekolahkan anak-anak disekolah-sekolah aga-
ma/kursus-kursus agama baik yang beragama islam maupun Kristen.
  1. Membiasakan anak bersama orang tua pergi sembah yang di mesjid-mesjid bagi yang beragama Islam dan yang beragama Kristen ke Gereja.
Dalam pendidikan ketrampilan :
Anak laki-laki belajar menganggit katu (atap rumah), memintal tali.
Anak wanita belajar menganyam tikar, menyulam dan menenun.
Dalam Pendidikan Jasmani :
Anak-anak dididik memiliki beberapa jenis permainan yang menimbulkan kegembiraan - kegembiraan dan berolah raga umpamanya : main gasing, sepaan (raga) yang merupakan latihan ketangkasan untuk anak laki-laki. Untuk anak wanita bermain kensi dengan batu-batu kecil yang terdiri dari 5 atau 7 butir, merupakan salah satu cara menguji ketangkasan dan ketelitian.
Masa remaja dari anak-anak merupakan masa mereka mulai belajar bekerja membantu orang tua mereka. Biasanya anak laki-laki mulai membantu orang tua bekerja dikebun/ladang, sedangkan anak perempuan mulai membantu mengerjakan pekerjaan dalam rumah seperti mencuci pakaian, memasak, mengasuh adik-adik yang masih kecil. Pekerjaan ini mereka lakukan setelah keluar sekolah.
Dalam aktiviteit kehidupan sehari-hari tenaga anak-anak muda dan remaja ini merupakan tenaga-tenaga yang mereka andalkan dan seringkali dalam pekerjaan tertentu dapat menggantikan tenaga orang tua mereka, seperti misalnya dalam pelaksanaan upacara-upacara atau hajat, pesta perkawinan, maka tenaga utama dalam kelancaran pesta tersebut adalah tenaga pemuda-pemudi remaja ini. Dan pada ke -
sempatan-kesempatan inilah mereka lebih bebas untuk mengenal satu dengan yang lain dan sudah saling mencari calon jodohnya.
Pendidikan ahlak.
Pada waktu makan anak-anak diajarkan duduk dengan tenang dan tertib tidak bercakap-cakap. Kebiasaan ini merupakan suatu adat mendidik anak sebelum dewasa dalam kesopanan.
Waktu bermain tidak boleh berlaku kasar, hendaknya jujur dan sportif. Waktu berjalan-jalan anak-anak harus menghormati orang yang lebih tua umur pada waktu bertemu dan saling menghormati satu sama lain.
Dalam hubungan kesopanan anak terhadap orang tuanya seorang anak memanggil (morotog) nama orang tuanya harus menggunakan kata-kata sebagai
  Ki eme, ke ama   artinya  : Ibu, baba
  Ki aki, ki bani   artinya  : Kakek dan nenek
3. Adat pergaulan muda-mudi.
Adat didaerah Bolaang Mongondow menghendaki agar pergaulan itu tidak bertentangan dengan cara-cara pergaulan yang telah digariskan oleh peninggalan leluhur Bolaang Mongondow (Totahuan). Dalam pergaulan muda-mudi tercatat sanjak odenon muda-mudi contohnya :

Layuk don iko limbukon = terbanglah kau burung dara.

Lumayug simido sidong = terbang mengedar angkasa.

Pantowai im baloi dungkalen = tinjaulah rumah pertama.

Kontua ing ki mamai jantong = di sanalah pujuan saya.
Kalimat-kalimat sanjak diatas ini dinyanyikan secara solo oleh salah satu seorang kemudian tiap selesai satu kalimat, diiringi secara koor para hadirin dengan menyanyikan motif kalimat lagu yang sudah permanen dengan deretan lagu yang tertentu yaitu :
a la i odenon artinya mari bernyanyi bersama. Disamping odenon juga tolibag dinyanyikan oleh para remaja sebagai pengungkapan rasa kalbu. Ungkapan kalbu itu disampaikan dalam bentuk sanjak berlagu dengan ujud tolibag. Seorang pemuda menyampaikan isi hatinya kepada sang pujaan hati.
Dahulu kala, semasa para pemuda belum bebas bertemu karena masih terikat oleh kungkungan adat, maka kesempatan bertolibag adalah pada saat diadakan upacara-upacara adat seperti upacara perkawinan, pesta menanam padi, memetik padi yang dikerjakan secara gotong-royong. Pada saat inilah seluruh kampung baik orang-orang tua, muda-mudi dan anak-anak saling berjumpa. Pada saat-saat seperti itulah para remaja saling bertemu, melemparkan senyum dan lirikan mata, mencari calon pujaan hati yang dimulai dengan percakapan biasa. Apabila perkenalan sudah mulai intim, maka dimulailah dengan ungkapan-ungkapan secara tamsilan yang kemudian berubah menjadi tolibag, yaitu isi kalbu yang disampaikan kepada seseorang dalam bentuk sanjak berlagu yang berisi kiasan. Sang jejaka melemparkan tolibagnya kepada seorang gadis yang dituju.
Gadis yang mendengarnya berusaha untuk membalasnya dengan tolibag pula. Peristiwa seperti itu biasanya disaksikan oleh kaum keluarga dan kerabat kenalan yang hadir dan akhirnya akan diketahuilah oleh umum bahwa kedua remaja itu sedang saling mengajuk isi hatinya masing-masing, yang kemudian akan menjelma menjadi suatu ikatan batin yang bakal disatukan dalam suatu perkawinan resmi.
Contoh tolibag seorang pria yang ditujukan kepada wanita :
Koina dolo-dolomen = tadi pada waktu pagi.

Limitu makow inta naa = sedang aku duduk seorang diri.
kinotalibanmai im paloma = tampak terbang seekor merpati.
bai'ku maya i onda = hendak kemanakah sang putri.
nogilambung in sutara = kain sutra penutup diri.
nogikokudu ing kaya = tudung kepala tampaknya rapi.
sini mondog mako ko ngara = di depan pintu ia berdiri.
nokogogar kon nyawa = mengetarkan nyawa dan hati.

4. Adat dan upacara perkawinan.

Dahulu, yaitu dijaman Paloko dan Kinalang sebelum masuknya agama Islam, maka moguman (meminang) dilaksanakan dengan cara : Lelaki yang bersangkutan menghadap ibu bapa orang tua siperempuan dengan maksud menyatakan hasratnya bahwa ia hendak meminang anak dari ibu bapa untuk menjadi calon isterinya.

Apabila orang tua wanita telah menyetujuinya kemudian mengundang ayah dan ibu dari pihak lelaki untuk memberi tahukan maksud tersebut. Jikalau keluarga kedua belah pihak menyetujuinya pihak keluarga si wanita mengirim utusan yang disebut "taba" kepada keluarga pihak lelaki yang menyatakan bahwa anaknya telah masuk kawin. Jika pihak keluarga lelaki menyetujuinya, maka kedua belah pihak (keluarga pria dan keluarga wanita) mengundang kepala kampung dan orang-orang tua kampung untuk menguatkan dan menentukan harta atau tali (dalam bahasa Mongondow). Kemudian bobato (kepala kam-
pung) mengumumkan kepada hadirin bahwa kedua anak ini telah menjadi suami isteri.
Setelah masuknya agama Islam, seorang pria maupun wanita bebas memilih jodohnya dengan ketentuan tidak melanggar pembatasan jodoh yang berlaku, pembatasan mana mewajibkan seorang harus kawin diluar famili, ialah semua anggota harus kawin diluar famili, ialah semua anggota keluarga batih dari saudara sekandung ayah dan ibu baik yang laki-laki maupun perempuan. Selain pembatasan berdasarkan agama, yakni tidak boleh kawin dengan mukhrimnya antara lain : bibi, saudara - saudara susuan, saudara perempuan dari isterinya, perempuan yang bersuami dan perempuan yang dalam masa iddahnya, kecuali iddah mati.
Apabila seorang anak laki-laki telah mendapat calon jodohnya segera ia minta persetujuan dari orang tuanya sebelum tiba waktunya untuk melamar pada orang tua sigadis tersebut. Sebelum mendapat persetujuan dari orang tua biasanya mereka melakukan pertemuan secara rahasia atau diam-diam sebab apabila sudah diketahui oleh umum bahwa mereka mempunyai hubungan, sedangkan keluarga orang tua si anak laki-laki tadi belum datang melamar, hal ini mereka anggap merendahkan martabat si wanita.
Upacara perkawinan upacara adat, mempunyai rangkaian sebagai berikut :
Sebelum diadakan peminangan, pihak keluarga laki-laki mengirim utusan atau disebut moneba, pada orang tua gadis untuk memberitahukan bahwa anak laki-laki mereka akan datang untuk melamar anak gadis yang ada pada keluarga tersebut.
Setelah tiba saatnya melamar atau meminang, maka anak laki-laki bersama seorang yang mewakili orang tuanya datang kerumah si gadis untuk mengemukakan maksudnya, dan tahap ini biasanya dise -
but : mogantung atau moguman (meminang).
Selain orang tua si gadis juga para orang tua dan tetua kelompok keluarga serta anggota dewan desa juga turut hadir dalam upacara ini. Sesudah diadakan peminangan, orang tua anak gadis pengirim utusannya pula kepada orang tua anak laki-laki untuk memberitahukan bahwa anak laki-laki mereka bersama wakil orang dan telah datang meminang anak gadisnya. Utusan keluarga si wanita ini disebut " taba ". Selain itu utusan tersebut memberitahukan pula bahwa pinangan dari anak mereka telah diterima oleh orang tua si gadis.
Bila lamaran tadi telah diterima, baru, kedua belah pihak dalam hal ini orang tua laki-laki maupun pihak keluarga wanita mengadakan suatu pertemuan untuk membicarakan hari pelaksanaan perkawinan, tentang jumlah harta kawin (voko) atau (tali), biaya pesta perkawinan penentuan jumlah uang adat lainnya seperti uang gu'at (uang tanda pemisahan antara anak gadis dan ibunya) uang gama' (sejumlah uang yang dibayarkan kepada orang tua si gadis sewaktu anak gadis tadi akan diambil dan dibawa oleh orang tua anak laki-laki). Besar kecilnya jumlah uang adat tergantung dari besar kecilnya permintaan dari pihak keluarga si gadis. Biasanya faktor-faktor seperti keturunan dari golongan mana si gadis yang dipinang itu, soal kekayaan dan kecantikan juga merupakan faktor yang mempengaruhi besar kecilnya harta kawin yang diminta oleh keluarga si gadis. Oleh sebab itu untuk mencegah jangan sampai timbul hal-hal yang tidak diingini oleh masyarakat seperti pelanggaran dalam soal adat, telah ditetapkan besar kecilnya "tali" itu sesuai dengan tingkat kedudukan dari setiap golongan (Seminar Adat se Propinsi Sulawesi Utara tahun 1972), yaitu :
  1. Bila yang kawin itu anak cucu raja yang
pertama (ginggolam), maka besarnya tali (harta) adalah 1.000 real.
  1. Bila yang kawin adalah dari golongan kohongian (bangsawan), tali besarnya 500 real.
  2. Bila yang kawin itu dari golongan simpal, besarnya tali adalah 200 real.
  3. Bila yang kawin itu dari golongan yobust/tahik, maka tali (harta) adalah berupa botol.

    Pemberian harta berupa botol tidak berlaku lagi, sejak golongan budak dibebaskan oleh Datuk Cornelis Manoppo (1903).

    (Sejarah Bolaang Mongondow oleh H.M. Taulu dan Sepang). Perlu diketahui bahwa besarnya tali tidak diukur lagi dengan ukuran real, melainkan sudah dihitung menurut bilangan rupiah.

Apabila telah ada persetujuan atas penentuan jumlah harta kawin dan biaya lainnya, baru kedua belah pihak menunjuk seorang untuk mewakili mereka memeri-tahukan hasil pembicaraan dan jumlah harta kawin yang telah disepakati serta uang adat lainnya kepada dewan desa, walaupun sewaktu diadakan pembicaraan mengenai hal tersebut dewan desa juga turut hadir.
Adapun maksud diberitahukan jumlah harta dan uang adat yang akan diberikan kepada keluarga si gadis pada dewan desa, ialah untuk mencegah bila dikemudian hari ada yang membatalkan perkawinan itu, maka ia akan kena sanksi adat, sanksi mana dengan ketentuan apabila yang membatalkan perkawinan tersebut adakah dari pihak keluarga laki-laki maka ia diharuskan untuk membayar uang denda adat atau biasa disebut : momotok kon adat pada keluarga si gadis sebesar uang adat yang telah disepakati, jadi dalam hal ini jumlah dari harta kawin, biaya perkawinan dan uang adat lainnya seperti uang gama dan gu'at. Sedangkan kalau yang membatalkannya adalah dari pihak keluar
ga si gadis, maka denda adat yang dikenakan adalah setengah dari jumlah uang yang telah disepakati.
Sebelum diadakan peresmian perkawinan secara Islam, apabila ternyata yang kawin itu masih mempunyai ikatan kekerabatan seperti sepupu misalnya, maka diadakan suatu upacara khusus yang disebut upacara : momonto kom pemui'an ( memutuskan hubungan persaudaraan). Upacara pengesahan perkawinan secara hukum Islam (nikah), pelaksanaannya dipimpin oleh seorang petugas dari Kantor Urusan Agama bagian nikah dan Talak Rujuk, yang bertugas di wilayah kecamatan dan dibantu oleh imam dalam desa. Upacara ini didahului dengan penyerahan dati (mahar atau mas kawin) yang besar kecilnya tergantung dari permintaan si gadis.
Sesudah penyerahan mahar barulah dibacakan akad nikah. Sesudah upacara pengesahan perkawinan berdasarkan Islam, dilanjutkan dengan penyerahan harta kawin ( tali atau joko), dan uang gu'at. Pada upacara ini diadakan pesta secara besar-besaran dimana semua handai tolan serta anggota kerabat datang meramaikannya dengan membawa bingkisan masing-masing.
Dalam upacara perkawinan dibacakan doa-doa oleh adat atau imam yang contohnya sebagai berikut :
Bo Ompu' poigumor bazakat, intong'pa doman popuru'i togi mija in barang inta mopatu' boogojanja doman in barakat in umur molang go' bo rijiki kalak sin a posalehe kon tumpa la umat, pobantung kon pomarentah bo posumbah ko'i togi mija. Artinya :
Kami mohon berkat, kiranya Yang Maha Besar Tuhan akan menjauhkan barang yang panas dan akan memberikan berkat, memberikan umur pan-
jang dan rezeki halal untuk membina sesama umat manusia. Membantu pemerintah dan untuk menyembah dan memulihkan nama Tuhan.
Upacara selanjutnya ialah mogama yang dilakukan sehari sesudah resmian perkawinan. Pada upacara ini keluarga si pria datang kerumah orang tua si gadis untuk mengambil si gadis secara simbolis dengan menyerahkan sejumlah uang yang disebut uang gama, besar kecilnya jumlah uang tersebut tergantung dari pembicaraan pada upacara moyo gombang. Sesudah diadakan upacara mogama ini maka keduanya harus datang kerumah orang tua dari si laki-laki untuk tinggal walaupun hanya sehari saja, kemudian terserah apakah mereka akan tinggal dengan orang tua si anak laki-laki atau kembali ke rumah dari orang tua si gadis.
Pembayaran uang-uang adat selama perkawinan seperti harta kawin (yoko atau tali), uang gama dan gu'at tidak selamanya menjadi tanggungan dari orang tua anak laki-laki.
Biasanya para anggota kerabat dari pihak laki-laki itu turut menyumbang. Selain sumbangan uang mereka juga membantu menyiapkan pelaksanaan pesta perkawinan dan membantu membawa bahan yang diperlukan seperti beras, ayam dan bahan-bahan lainnya. Harta kawin ini dapat juga berwujud benda, seperti sebidang tanah, atau seekor sapi, maupun kambing, dan ini tergantung dari persetujuan mereka sewaktu upacara moyogombang. Yang berhak memakai dan menerima harta kawin (tali atau yoko) ialah orang tua si gadis. Biasanya oleh orang tua si gadis uang itu digunakan pada pesta perkawinan atau juga diberikan kepada kedua anak mereka yang baru kawin. Begitu juga dengan uang gama, diserahkan kepada orang tua si gadis dan nanti tua si-
gadis yang menentukan apakah akan diberikan semua kepada anak gadisnya atau hanya sebagian saja.
Sedangkan uang gu'at itu diserahkan kepada ibu si gadis atau saudara perempuannya atau juga kepada wali si gadis bila si gadis tidak mempunyai ibu lagi, dan uang gu'at ini mutlak dipakai oleh mereka yang menerimanya. Mahar atau mas kawin diserahkan kepada si gadis tadi dan dia yang berhak memakainya.
Adat menetap sesudah nikah erat hubungannya dengan pelaksanaan upacara mogama. Apabila sesudah nikah langsung diadakan upacara mogama, maka keduanya bebas dalam menentukan di mana mereka akan menetap sesudah nikah. Apakah mereka akan tetap disekitar pusat kediaman dari kerabat si isteri. Kalau sesudah perkawinan belum sempat diadakan upacara mogama, maka selama itu si gadis tidak boleh meninggalkan orang tuanya.
Bila sesudah perkawinan lelaki mengundurkan diri, maka tali yang diserahkan tidak dikembalikan lagi. Dan selanjutnya bila anak perempuan yang mengundurkan diri (tidak melaksanakan tugasnya sebagai seorang isteri) ia diwajibkan memberikan denda berupa : butung in ata siow kopulu' in pang koinya.
Suatu ketentuan lain ialah apabila dari keluarga bangsawan kawin dengan golongan simpal (budak), maka ia tidak memberi harta. Dan bila dalam perkawinan ini diberi gelar "Abo" dan bila anak perempuan digelar bua atau bai.
5. Adat dan upacara kematian.
Dalam upacara kematian, mayat pada zaman dahulu dimasukkan dalam kayu yang telah dilubangi tengahnya, kemudia lubang itu ditutup rapat rapat dan dilapisi dengan damar, agar supaya udara
dan air tidak dapat masuk. Cara sedemkian tidak terdapat lagi dan mayat dikuburkan dalam tanah.

Bilamana seorang bangsawan meninggal dunia, upa- cara ini disertai dengan upacara kesenian antara lain kulintang yang peralatannya terdiri dari:

5 buah kulintang disebut  : ganang
2 gimbal disebut : gondang
1 golantung disebut : gong.

Kulintang ini dimainkan selama upacara kematian, iramanye lagu-lagu sedih. Di samping itu di halaman rumah dihiasi dengan arkus dalam istilah Mongondow disebut "Pobangonan Arkus".- Pada tiang arkus dipasang bendera putih yang melambangkan berduka. Tiang-tiang rumah dibungkus dengan kain putih, hiasan-hiasan di rumah ditutup dengan kain putih.

Ranjang tempet pembaringan mayat (jenazah) dihiasi dengan kelambu, lapi-lapi dan pada bahagian kepala dan kaki dipasang payung hitam, lantai-nya dibentangkan permadani.

Makanan yang disediakan pada waktu itu ialah : bermacam-macam ketupat antara lain yang disebut: Paramaka artinya ketupat yang berbentuk binatang, juga ada yang berbentuk burung, ikan, sisir, itik dan bermacam-macam kue.

Orang-orang yang berkabung karena kematian dari salah seorang anggota kerabatnya dapat diketahui dan dikenal karena mereka selalu memakai selendang putih, apabila mereka berjalan, selendang tadi dikenakan dibahu atau dikenakan di kepala sebagai kerudung. Pada saat seseorang neninggal dunia, maka berdatanganlah semua orang desa, maupun dari luar desa, ke rumah yang ada kedukaan untuk menyatakan turut bercuka cita. Mereka yang datang ada yang membawa sumbangan berupa uang

atau bahan makanan. Demikian peringatan - peringatan selanjutnya dari orang yang telah me
ninggal diperingati pada 3 malam atau timpandintulu gobil, 7 malam atau tompot in pitu gobil dan 40 malam atau tompat in opat nopulu, serta 100 malam.
Sejak yang meninggal dimakamkan sampai pada peringatan 100 hari, rumah tersebut : Tonggoluan, sehingga orang-orang yang mengunjungi rumah kedukaan itu mengatakan pergi ke tonggoluan artinya datang ke tempat kedukaan untuk menghibur keluarga yang kena duka sebagai pengganti orang yang telah pergi itu.
Untuk mengakhiri tonggoluan diadakan suatu upacara yang disebut :Khatam Qur'an, Pada upacara ini disembelih kambing atau sapi. Pada waktu upacara penyembelihan, kambing tersebut dihiasi pula dengan hiasan bunga kamboja, rantai emas.
Bunga dan rantai emas itu diletakkan di atas piring dan baki lalu ditutup dengan kain putih dan dipegang oleh seseorang yang berpakaian adat dan memegang payung. Setelah selesai upacara Khatam Qur'an disusul dengan perombakan arkus hiasan rumah, ranjang disertai dengan tulisan itu-itum (doa restu).
C. SISTIM KESATUAN HIDUP SE TEMPAT.
1. Bentuk kesatuan hidup setempat.
Terbentuknya Daerah Tingkat II Bolaang Mongondow sejak 4 Juli 1959 yang terdiri dari 15 kecamatan, 201 desa dan 1078 pamong desa, dimana kecamatan di kepalai oleh seorang camat, desa oleh kepala desa atau sangadi dan pamong desa oleh probis.
Kepala desa mempunyai fungsi mengurus kepentingan rakyat desa dan melaksanakan tugas pemerintahan, keagamaan dan ketertiban umum. Dan disamping sebagai kepala desa juga selaku kepala adat, sedangkan orang tua-tua desa merupakan Badan Musyawarah Desa dan penasehat kepala desa.
2. Pimpinan dan kesatuan hidup setempat.
Pimpinan dalam kesatuan hidup setempat berada dalam tangan sangadi (kepala desa) yang merupakan koordinator dari lembaga-lembaga sosial, kepala pemerintah setempat dan kepala adat.
Dalam menjalankan tugasnya Sangadi dibantu oleh probis (pamong desa) dan aparat keamanan seperti hansip dan kamra, di lain pihak Sangadi sebagai bobato in lipu (tua-tua desa) atau dapat pula sebagai kedua adat dan didampingi oleh dewan desa. Sangadi diberikan tanggung jawab administratif oleh pemerintah pusat, misalnya ia harus mengumpulkan pajak, melaksanakan program pemerintah pusat maupun daerahnya dalam bidang pembangunan, mengorganisir dan mengumpulkan tenaga kerja di desa, juga memberikan keputusan terakhir di desa dalam soal-soal perselisihan, memberikan izin untuk menetap di desa.
Dalam soal tanggung jawab, seorang Sangadi bertanggung jawab penuh kepada pemerintah wilayah kecamatan dan kabupaten atas tugas yang telah dibebankan kepadanya dan juga terhadap kesejahteraan hidup masyarakat di desa.
Badan atau lembaga-lembaga sosial yang ada di desa ialah lembaga sosial desa yang ketua umumnya adalah Sangadi, selain itu juga badan lainnya seperti F.M.D dan badan yang ada hubungannya dengan pendidikan ialah : Badan Pembantu Pembinaan Pendidikan (B.P3) di mana badan-badan tersebut dikoordinir oleh Sangadi.
Juga satu kampung atau desa di bagi dalam wilayah R.T. (Rukun Tetangga) dan R.K. (Rukun Kampung) yang masing-masing mempunyai ketuanya.
3. Hubungan sosial dalam kesatuan hidup setempat.
Hubungan sosial dalam kesatuan hidup umumnya didasarkan atas musyawarah. Hubungan sosial ini yang terdapat di daerah Bolaang Mongondow antara lain :
  1. Tonggolipu : ialah kewajiban sesuatu masyarakat untuk memelihara kepentingan umum berdasarkan keinsyafan/kesadaran di mana tiap warganya berkewajiban untuk menyumbangkan tenaga maupun materi atau pikiran/pendapat dalam hal
    1. Dalam hal perkawinan
    2. Dalam hal kedukaan
    3. Membuat bendungan/saluran-saluran air
    4. Membersihkan halaman-halaman rumah ibadah.
    5. Membersihkan kuburan dll.
  2. Posad : ialah adat kebiasaan atau sifat tolong menolong dengan masyarakat lainnya dalam suatu desa/kampung dalam hal menyelesaikan pekerjaan seseorang oleh banyak orang, misalnya dalam membuat rumah, membersihkan kebun dll.
  3. Popogutat : Popogutat asal utat yang artinya saudara (kaka-adik), ialah suatu hubungan kekeluargaan yang terdekat dalam melakukan sesuatu pekerjaan misalnya perkawinan, kedukaan, dll., maka saudara yang ditimpa kedukaan atau akan melaksanakan perkawinan, mendapat bantuan dari saudara-saudaranya baik berupa moril maupun materil sampai upacara tersebut selesai. Berarti pula suadara-saudara yang dimaksud ikut bertanggung jawab atas suksesnya pekerjaan tersebut.
  4. Lelengoan artinya menjenguk
    Bilamana seseorang keluarga/sanak/famili sakit, maka setiap warga keluarga/sanak familinya merasa berkewajiban untuk menjenguk si sa-
kit, untuk menghibur si sakit maupun keluarga si sakit. Dan biasanya sanak keluarga yang datang menjenguk si sakit, membawa sesuatu bingkisan dalam bentuk makanan, uang, obat dll.
  1. Tonggadi artinya pemberian seorang bapak terhadap anak angkatan atau anak tiri, di mana setiap anak diberikan pembagian yang sama. Hal ini tidak termasuk harta peninggalan orang tua.
  2. Tonggama ialah pemberian seorang anak kepada orang tuanya secara sukarela dengan tidak menghendaki pengembalian. Hal ini menandakan kecintaan seorang anak terhadap orang tuanya.
  3. Luston artinya menarik kembali sesuatu yang telah terlanjut dikeluarkan Luston dalam hubungan adat ialah apabila seseorang yang menyinggung perasaan orang lain, maka orang tersebut segera minta maaf atas tindakan atau perbuatan yang telah terlanjur ia katakan.Kata-kata yang diucapkan antara lain :

    Papa/apa atau indo/mama akuoi in sindon neitala keinonimu yang artinya : Papa/mama berhubung saya sudah bersalah terhadap kamu maka saya tarik kembali.

Dasar-dasar perkumpulan.
Dasar perkumpulan ini adalah gotong royong atau tolong menolong yang sifatnya tradisionil misalnya : mendirikan rumah, cukup saja menyediakan ramuan rumah, anggota kerabat maupun tetangganya akan datang membantunya, demikian pula menanam padi, kematian dan lain-lain.
Arti perkumpulan bagi adat.
Dalam pelaksanaan tolong menolong bagi para anggota kerabat, tidak ada atau terikat dengan
jasa atau imbalannya selain suatu perasaan kekeluargaan yang mewajibkan semua anggota keluarga wajib tolong menolong. Perkumpulan ini ada adalah warisan dari nenek moyang sejak Paloko dan Kinalang, yang harus dipelihara terus.
Pengaruh perkumpulan terhadap masyarakat
Prinsip gotong royong atau menolong sesamanya seperti Posad dan madoduluan tidak selamanya timbul berdasarkan tolong menolong, melainkan juga mengharapkan pertolongan atau bantuan, prinsip mana seseorang menyumbang adalah untuk menimbulkan kewajiban membalas.
(Prof. Dr. Koentjaraningrat : Beberapa Pokok Antropologi Sosial, Dian Rakyat, 1967, hal. 155).
Prinsip gotong royong dan tolong menolong yang didasari dengan sifat ketergantungan kepada sesamanya, sehingga perlu menjaga atau memelihara hubungan baik dengan sesamanya.
Kehidupan gotong royong/tolong menolong dalam kegiatan kehidupan masyarakat seperti dalam pelaksanaan upacara yang sehubungan dengan lingkaran hidup individu, akan tetap bertahan dan menjiwai kehidupan masyarakat di desa. Pimpinan perkumpulan ini ialah : pemuka-pemuka desa atau tua-tua adat yang banyak mengetahui tentang perkumpulan berdasarkan adat.
D. STRATIFIKASI SOSIAL.
1. Dasar-dasar stratifikasi sosial.
Sejak Mokoduludut dinobatkan oleh Bogani-Bogani di seluruh Totabuan dataran Bolaang Mongondow sebagai Punu Molantud artinya yang dipertuan, maka mulailah diatur kehidupan masyarakat secara berkelompok, dan tiap-tiap kelompok dipimpin oleh Bogani-Bogani yang dipilih oleh
anggota kelompok itu sendiri. Dasar yang mengatur tata hidup masyarakat disaat itu ialah adanya perasaan Bobangkalan artinya loyalitas, sehingga walaupun kehidupan kelompok itu terpisah, namun kerukunan tetap terjamin karena tidak ada yang merasa bahwa satu pihak lebih berkuasa dari yang lain. Tata cara hidup masyarakat semacam ini berlaku terus sampai zaman Tadohe Tadohe adalah seorang pemimpin yang cerdas dan bijaksana. Untuk meningkatkan tata hidup yang tertib dan lebih mantap, baik antara rakyat dengan rakyat maupun antara pemimpin dengan pemimpinnya, pada abad ke 17 (tahun 1660).
(K.C. Mokoginta, tua adat Bolaang Mangondow ). Punu Tadohe mengundang semua Bogani-Bogani diseluruh dataran Bolaang Mongondow dengan maksud untuk bermusyawarah.
Dalam menghadapi musyawarah tersebut para anggota-anggota menetapkan bahwa Tadohe akan mewakili kaumnya, yaitu kaum yang dipertuan dengan nama Kinalang artinya ditinggikan dan Bogani - Bogani berdiri atas nama wakil rakyat dengan julukan Paloko.
Rapat (musyawarah) kedua golongan ini diadakan di Tuduin Bahid artinya tempat ( dataran tinggi), Musyawarah Tudu in Bahid dibuka dengan suatu perjanjian antara keuda golongan tersebut (paloko dan Kinalang) isinya :
1. Bui' Kinalang mobintak kom Bui' I Paloko artinya Turunan Kinalang/bangsawan mengangkat dan menghormati golongan Paloko/Rakyat.
2. Bui' Palako umuam Mokiompu, motomoi, mogengkel, Kom' I Kinadang artinya Palako (rakyat) selalu menghormati dan menjunjung golongan Kinalang ( bangsawan ).
Sebelum kedua golongan ini mengadakan rapat, terlebih dahulu kedua golongan membuat sum-
pah lengan menggunakan 3 macam benda sebagai semboyan sumpah yakni :
  1. Simuton ( garam )
  2. Kolawag ( kunyit )
  3. Buing ( arang /)
Janji yang diucapkan oleh kedua golongan ini (Paloko dan Kinalang) dikuatkan dengan sumpah bahwa apabila ternyata diantara kedua golongan ini tidak mentaati perjanjian tersebut, maka turunannya akan kena katula ( butungon ) yakni :
  1. Motatow na simuton artinya : cair seperti garam.
  2. Modayang na'kolawag artinya : hidup sehat.
  3. rumondi' na' buing artinya : hitam seperti arang.
  4. Tumonob na' laang artinya : meresap seperti air di cucuran atap
  5. Kimnuton in talo' artinya : dihisap oleh tanah.
  6. Dorotan in montoyanoi artinya : ditindih oleh langit.
Sebagai orientasi dalam hubungan tata tertib masyarakat hukum Bolaang Mongondow, maka masyarakat tersusun sebagai berikut :
  1. mododatu ialah golongan raja.
  2. kohongian ialah golongan bangsawan tengah, yaitu akibat perkawinan golongan mododatu dengan golongan simpal.
  3. Simpal ialah golongan rakyat.
Pada zaman raja-raja masyarakat tersusun sebagai berikut :
  1. mododatu ialah golongan raja.
  2. kohongian ialah golongan bangsawan tengah.
  1. simpal ialah golongan rakyat.
  2. tahig ialah golongan budak.
Timbulnya golongan tahig ini, dari orang-orang yang litawan, yang melanggar peraturan/kehormatan raja ( komalig ).
Menurut K.C. Mokoginta, golongan budak terjadi karena :
  1. Orang yang berhutang dan tidak dapat membayarnya, sehingga dijadikan budak oleh orang tempat ia berhutang,
  2. Orang-orang yang bersalah kepada raja antara lain :

Melihat (mengintip) tempat mandi raja dan keluarganya waktu sedang mandi, menyentuh tempat (donduja'an) dirumah raja.

Akan tetapi perbuatan berhasil dihapuskan oleh Datuk Cornelis Manoppo (1903) di mana raja mengeluarkan titah pembebasan budak-budak diseluruh daerahnya, dan setiap budak diberikan tanda pembebasan dari perbudakan.
2. Perubahan-perubahan dalam stratifikasi sosial.
Satu-satunya keputusan yang tercantum dalam
Tulu in Bahid ialah :
bahwa yang berhak menjadi raja ialah anak cucu raja yang waras, berkelakuan baik dan berani, dalam arti dapat melindungi keselamatan rakyat serta berdaulat di wilayah hukumnya.
Pembantu Raja :
Adalah bobato ( kepala kampung ) pemangku adat bertugas menjaga ketertiban kampung, melindungi rakyat dari bahaya-bahaya/serangan-serangan musuh, menjaga adat agar tidak dilanggar, memimpin pembangunan rumah-rumah, menyelenggarakan perkawinan.
Semuanya dilaksanakan berdasarkan : Popogutat pototolu adi' (persaudaraan) yang dipandang oleh masyarakat Bolaang Mongondow sebagai suatu tata cara pengaturan yang lebih baik, dipelihara dan dikembangkan terus.

-sadaha : adalah penghubung antara Tule molantud raja dengan baboto.
Setelah masuknya penjajahan dalam pemerintahan raja-raja, maka susunan pemerintahan kerajaan Bolaang Mongondow adalah sebagai berikut :

1.  Tutu (raja)

Tutu dipilih oleh kepala-kepala kampung, kapten laut, penghubung-penghubung, jogugu. Raja yang terpilih disyahkan oleh pembesar-pembesar V.O.C kemudian oleh gubernur jenderal Belanda.

2.  Jogugu (pembantu raja)
Jogugu dipilih oleh kepala-kepala kampung, kapten laut dihadapan raja dan pengangkatannya disyahkan oleh raja.
Kewajiban jogugu ialah mengawasi jalannya pemerintahan kepala-kepala kampung, kapten laut, penghulu-penghulu.
Kedua pemerintahan tersebut di atas disebut pemerintah pusat, yang dilengkapi dengan :

Sadaho  : -yang bertugas mengatur pembagian hak keuntungan raja dan simpul (rakyat) serta menjaga ketertiban hukum adat yang berlaku di seluruh kerajaan.

-kapten laut (kapitalau) bertugas mengatur keamanan di laut, mengatur masuk keluar perahu-perahu-
-majori kadaton dengan tugas mengatur angkatan bersenjata
-bobak adalah sebagai pesuruh raja.

3.  Penghulu adalah kepala distrik yang dipilih-
oleh kepala kampung. Penghulu memegang distrik serta memeriksa pekerjaan dari kepala-kepala kampung, kapiten laut.
  1. Bobato in lipu (kepala kampung) yang tugasnya membuat bangunan rumah, melindungi rakyat dari bahaya/serangan musuh, menjaga keamanan, ketertiban, perkawinan dan menjaga adat kampung, memimpin rakyat dalam usaha-usaha gotong royong, popogugat (persaudaraan) dll. Bobato memilih pembantu-pembantunya, probis dan mohimu.
Dengan terbentuknya UU No 1 tahun 1957 tentang pokok-pokok pemerintah daerah yang berlaku untuk seluruh RI maka UU No 29 tahun 1959 daerah Bolaang Mongondow yang dimaksud oleh P.P. No. 23 jo P.P. 24 tahun 1954 dibubarkan dan dibentuk menjadi Dati II Bolaang Mongondow dengan ibu negeri Kotamobagu dan berlaku pada tanggal 4 - 7 -1959.

Jabatan-jabatan dalam pemerintahan tidak lagi turun-temurun tetapi didasarkan atas pemilihan rakyat, kecakapan, kemampuan menjabat jabatan tersebut.
Karena perkembangan ilmu pengetahuan, seorang Sangadi yang dianggap cakap sesuai penilaian pemerintah, dapat menduduki jabatan Camat

VI. UNGKAPAN UNGKAPAN

A. PEPATAH-PEPATAH

1. Pepatah-pepatah yang berhubungan dengan kepercayaan.

  1. Siok nongko omanik - dewa pujaan dari jauh
  2. Nongko simpunuon in langit - datang dari langit.
  3. Kayu molantud motoyong motual - orang yang tinggi hati cepat jatuh dari kedudukan.
2. Pepatah-pepatah yang berhubungan dengan upacara adat


Na' buah pinuyung - tetap bersatu dan rukun. (diibaratkan kepada suami isteri yang tetap bersatu dan rukun).

3. Pepatah-pepatah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.
a. Diaangoi pe ing ko ibog, babi' bo poyoi. (pemberian yang lebih dari yang diharapkan)
b. Tumolobu' do manik (akan hidup sehat dan segar)
c. 1. Tayakon dolo-dolom, kaanon molabang. (dicari pagi dimakan petang (sore))
2. Tayakon molalabang, kaanon dolo-dolom. (dicari petang dimakan pagi)

B. SIMBOL-SIMBOL YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPERCAYAAN.
1. - Rumah tempat tinggal dimana disisipkan carikan daun-daun enau diatap rumah, pertanda penghuninya tidak akan takut, karena telah ada penjaganya.
- Komansilan - semacam gelang yang dibuat dari akar bahar, dipakai laki-laki yaitu semacam jimat untuk penangkal penyakit

2. - Simbol-simbol yang berhubungan dengan adat.
- bendera putih - dipasang di atas tiang arkus sebagai tanda perkabungan.


- wanita yang memakai pakaian hitam dan selendang putih - tanda berkabung (kedukaan)
    – upacara gunting rambut, dimana rumah dihiasi dengan mayang pinang.

Simbol simbol yang berhubungan dengan adat, antara lain :

    arkus, dipasang dimuka rumah.
    bendera putih, dipasang di atas tiang arkus sebagai tanda perkabungan.

C. KATA TABU YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPERCAYAAN.

  1. Romondi na doman buing = hitam seperti arang.
  2. Yo mayow doman na sisuton = larut seperti garam.
  3. Tumonop doman na lanag = meresap dan hilang seperti air dipelimbahan.
  4. Dumarag doman na kalawag = kuning seperti kunyit.

2. Kata-kata tabu yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.

    – Kimbuton doman in buto = ia akan mati oleh perbuatannya yang tidak jujur.

144