108 Pendekar Gunung Liang San/Seri 2
KE II
108 pendekar
Gn, LIANG SAN
SERI II
108 Pendekar
Gunung Liang San
Atau
(Tjui Ho Thwan)
Kisah Kepahlawanan
Dari 108 Pendekar NIO SWA BO
- Oleh
- DHYANA
IZIN No; 00116/R/SK/DPHM/SIT/1965
Ulat sutera musim semi tak pernah lelah,
Tetap memintal harapannja siang dan malam
musnahnja mereka tidak mendjadi soal apa²,
Karena bukankah tjinta tak pernah lenjap ?
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]] <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]( Njanjian rakjat Tiongkok Selatan )
KUPERSEMBAHKAN
{{Block right|<poem>
Untuk Ajah, Ibu jang kuhormati.
Kekasihku Kirana jang kutjintai.
dan teman² Corps Kesenian GEBUD
Lo Tie Djim snngat heran, mengapa orang Tjohoosu menangis ?
Ia lalu bertanja :
”Biasanja orang² kalau akan menikahkan anaknja itu, rasa hatinja sangat bangga dan bahagia. Tetapi mengapa Lauw Wan Gwee malahan merasa sedih?“
Lauw Thay Kong mendjawab :
“Oh, Tootiang kau tidak mengerti apa jang telah menimpa keluargaku.... Tootiang, malam hari ini terpaksa aku menempatkan kau di pos depan rumahku itu, bolehlah Tootiang beristirahat disana !”
Lo Tie Djim mengutjapkan terima kasih, tetapi Hoohan kita ini masih djuga bertanja prihal apa jang telah menimpa keluarga Lauw Thay Kong.
Lauw Thay Kong dengan rasa berat, terpaksa mentjeritakan apa jang dialami pada Lo Tie Djim Lauw Thay Kong memerintahkan pelajannja menjadjikan hidangan, kemudian mempersilahkan Lo Tie Die, untuk bersantap terlebih dahulu.
Lo Tie Djim jang memang merasa sangat lapar, maka tanpa sedji² lagi, semua hidangan jang disadjikan itu disantapnja dengan lahapnja........
Selesai makan dan minum, kembali Lo Tie Djim menanjakan kesulitan apakah jang dialami Lauw Thay Kong, ia bersedia membantu walaupun djiwanja nanti akan lebur... .
Mulailah Lauw Thay Kong mentjeritakan segala hal ichwal jang dialaminja, dengan suara parau dan mengharukan ;
Ketahuilah Tootiang bahwa: malam hari ini adalah hari peresmian pernikahan putriku.......
Mengapa aku bahkan menangis malam hari ini, tidak lain sebab tjalon suami putriku itu adalah seorang Pa Ong atau radja begal dari gunung Thoo Hwa San... . Tootiang sendiri pasti mengetahui bagaimana sifat sifat dan tingkah laku orang² Lioklim sematjam tjalon suami anakku itu. Semuanja adalah kedjam, buas, kasar dan sadis
Heija, sungguh malang nasib kami sekeluarga ini.......“
Lo Tie Djim bertanja lagi ;
— „Mengapa bisa terdjadi demikian ? Bukankah letak gunung Thoo Hwa San dan dusun ini ±40 Km? Mengapa bisa Pa Ong Tho Hwa San itu melihat putrimu?“
Lauw Tay Kong mendjawab ;
— „Tootiang, hal itu terdjadi pada kurang lebih seminggu jang lalu, . . , . tatkala mereka bersama beberapa anak buahnja mendatangi dusun ini untuk meminta derma.
Sungguh naas, hari itu jang berada diruang depan adalah aku dan putriku, lalu kontan meminangnja hari itu djuga, aku menolaknja....terpaksa ... ja, terpaksa kami sungguh tidak berdaja menghadapi antjamannja jang amat sadis, jakni bila kami menolak, seluruh isi keluargaku ini akan dimusnakan.....Oh....Thian....Thian lindungilah kami ini .....“ kembali Lauw Thay Kong mengeluh dan menangis seperti anak ketjil ditinggalkan ibunja.
Lo Tie Djim dengan suara keras berkata :
„Djangan takut ! aku nanti membantumu!
Lauw Thay Kong masih djuga menangis, katania ;
“Sebentar malam mereka datang, Tootiang apa jang dapat kami lakukan?”
Lo Tie Djim dengan tegas mengatakan :
“Setelah mengetabui djelas akan halmu ini tidak bisa tidak harus menolongmu. Sediakan beberapa tjawan arak !
Aku sanggup dapat membereskan kurtjatji2 itu“
}
SONG KANG
Ketua Utama 108 Pendekar Gunung liang San
Lo Tie Djim minum tanpa henti²nja, sampai Lauw Thay Kong agak chawatir.
Kata Lauw Thay Kong :
“ Tootiang bila anti mereka datang, hatap Tootiang berbitjara dengan baik², djangan sampai terdjadi peristiwa berdarah. . . .sebab kambrat²nja banjak sekali. Berikanlah nasehat² jang membuat suasana nanti tidak panas! ,,
Lo Tie Djim ;
„Njalakan lampu² semua ! Lauw Wan Gwee bawalah putrimu ketempat aman! Dan dimana kamar temanten ? ” Lauw Thay Kong mengantarkan Lo Tie Djim untuk melihat kamar temanten, setelah me-lihat² keadaan ruangan kamar temanten Lo Tie Djim lalu memberi tahu rentjana apa jang akan dilakukan.
Lo Tie Djim:
- „Aku akan masuk dalam kamar temanten in, dan tidur di randjang temanten pula, bila Pa Ong itu datang katakan bahwa anak putrimu telah siap menunggu dikamar temanten Lauw Wan gwee djangan takut, aku akan membereskannja, hahaa...haha...haha...„ Lauw Thay Kong mengundurkan diri dengan hati agak lega, ia ber-harap² tuan penolongnja nani dapat menundukkan radja begal dari Tnoo Hwa San.
Setelah Lauw Thay Kong mundur, maka, Lo Tie Djim dengan senjum² sendiri naik kerandjang temanten, ia menghirup hawa udara, semuanja menghambarkan bebauan jang harum dari minjak wangi.
Lo Tie Djim derpikir, entah kapan ia dapat melaksanakan mendirikan rumah tangga ? ? Ah, keluhnja .... bila negara belum aman, masih dibawah tjengkeraman bangsa Boantjiu, aku tak akan menikah selama hidup. . . . . .
Sedang Lo Tie Djim melamun, tiba² diluar terdengar suara banjak orang jang mengatakan ; „Temanten telah datang, temanten temanten telah datang.......“
Lo Tie Djim menenangkan dirinja dan pikirannja, ia bersiap siaga sebab detik² jang menentukan kini telah dihadapannja.
Benarlah apa jang direntjanakan oleh Hoohan kita, begitu turun dari kuda Siauw Paa ong atau radja ketjil dari gunung Thoo Hwa San itu, segera menghampiri Lauw Thay Kong dan bertanja :
” Dimana putrimu ? Sudahkah kamar temanten diantur ? ”
Lauw Thay Kong menenangkan dirinja dan mendjawab :
“Ja, sudah, mari mari saja antarkan ! Siow Pa Ong itu tidak sabaran, ia berdjalan mendahului Lauw They Kong dan begitu mengetahui dimana letak kamar temanten,-- ia segera menerobos masuk.
Tetapi betapa terkedjutnja Siauw Pa Ong, sebab tatkala ia mendekati randjang dan mengamat-amati, jang tidur diatas randjang itu bukanlah putri Lauw wangwee jang Sutjiam, tetapi seorang laki2 gundul jang badannja besar dan kekar. Siauw Pa Ong tjepat membalikan tubuhnja untuk ketuar, tetapi sebelum kakinja melangkah, setjepat kilat - Lo Tie Djim menangkap tangan kanan Siauw Pa Ong itu dengan ilmunja Beng Hauw Kun Yo atau harimau ganas menerkam kambing. Siauw Pa Ong berusaha dengan sekuat tenaga untuk melepaskannja, namun Lo Tie Djim sedikitpun tidak mau memberi kesempatan, ia berdiri dengan - tjepat dan tangan kirinja, diajunkan untuk menggampar muka radja begal gunung Thoo Hwa San itu. Plak!
Suara pukulan jang tepat mengenai Pipi itu amat keras, sehingga beberapa buah gigi telah rontok, dan dari mulut Siauw Pa Ong itu menjemburlah ludah bertjampur darah.
Lo Tie Djim dengan suara keras berkata:
„Kaukah jang akan mendjadi temanten malam ini?”
Karena tidak tahan, Siauw Pa Ong berteriak teriak:
“Tolong, tolong, toooloooong .......” Para Lianwloo atau begundal² Siauw Pa Ong mendengar teriakan tjukongnja segera ber-ramai² menerobos masuk.
Lo Tie Djim dengan sebelah tangan memegang tubuh Siauw Pa Ong, tangan lain melawan begundal² Siauw Pa Ong: jang berdjumlah kurang lebi 20 orang. Seidl
Perkelahian terdjadi didalam kamar temanten dengan serunja, suara petjahnja medja kursi, lemari katja dsb, ditambah teriakan² dari- para Liauwloo jang kena hadjaran Lo Tie Djim. Karena menghindarkan dari serangan²
sendjata tadjam, terpaksa Lo Tie Djim melepaskan pegangannja pada Siauw Pa Ong.
Siauw Pa Ong telah mendjadi tjiut njalinja, ia tidak memimpin anak buahnja untuk melawan, bahkan ambil langkah seribu.
Siauw Pa Ong lari keluar dan menjemplak kudanja, untuk tjepat² lari.
Para begundalnja melihat tjukongnja ambil langkah seribu, mereka be-ramai² djuga mengikuti madjikannja, lari untuk mentjari selamat.
Setelah semua begal² lari, Lauw Thay Kong masuk kekamar temanten untuk melihat bagaimana keadaan Lo Tie Djim.
Ia amat ketakutan dan setelah melinat Lo Tie Djim tidak apa², agak lapanglah hatinja. Lauw Thay Kong berkata;
"Tootiang, begal² itu banjak sekali djumlahnja. Aku jakin mereka tak lama lagi pasti datang kemari untuk menuntut balas. Djanganlah Tootiang ter-gesa² meninggalkan kami!"
Lauw Thay Kong dengan suara agak sember memohon pada Hoohan kita.
Lo Tie Djim sambil membasuh peluh jang bertjutjuran diseluruh tubuhnja, memberikan djawaban dengan suara jang angker :
"Djangan chawatir! Ketahuilah Lauw wangwee, bahwa aku dahulu adalah seorang militer aku sebagai komandan keamanan jang mendjaga di Pos kelima kota Kwan See.
Aku pernah bertempur melawan ratusan orang tidak sedikitpun hatiku mendjadi gentar. Apa lagi begal² dari Thoo Hwa San, hah! Apa jang dapat ia lakukan terhadapku ? Aku kini mendjadi seorang paderi gundul, jah, karena terpaksa. . .belum lama ini aku telah membunuh mati The wangwee dikotaku. Hal ini kulakukan karena ia adalah seorang pemeras rakjat dan suka mem permainkan anak gadis.orang. . . . . . . jah, demi keadilan aku telah bertindak melanggar undang² pemerintah. . . Keradjaan Song.
Lauw Thay Kong;
"Bila demikian sukalah Tootiang tinggal beberapa hari disini, menuggu sampai urusan keluargaku ini mendjadi beres dan aman."
Siauw Pa Ong jang mengeprak kudanja bagaikan panah jang lepas dari busur, tidak lama telah sampai dipuntjak gunung.
Ia segera menghadap pada Pangtju atau ketua dari begal². Siaw Pa Ong ; “
Pangtjuya, sungguh tidak kuduga semula bahwa Lauw Thay Kong telah menggunakan siasat jang demikian.
Ia telah menjembunjikan anak gadisnja dan menggunakan seorang paderi tinggi besar untuk memukulku
Aku tidak berdaja dan tidak mampu melawan paderi itu sebab tenaganja amat kuat dan bugeenja tinggi.“
Pangtju amat marah mendengar apa yang telah dialami saudaranja.
Ia berteriak memberikan perintah kepada para Liawloo untuk mempersiapkan kudanja. Demikian Pangtju atau ketua gunung Thoo Hwa San itu turun gunung dengan diikuti ratusan Liawloo unutk melabrak Lo Tie Djim.
Tiba digunung Lauw Thay Kong hari telah hampir dagi, namun digedung Lauw Thay Kong masih kelihatan banjak orang jang sedang ber-tjakap², dan penerangan dari lampu² masih djuga terang benderang.
Ketua gunung Thoo Hwa San segera lontjat turun dari kudanja ia berkaok dengan suara njaring:
“ Hei mana si Hwee Sio gemuk? Hajo keluar! Toayamu datang untuk memberikan hadiah dikepalamu jang botak!”
Lo Tie Djim menjaut pedang dan tongkat besinja, dengan langkah sigap. TIba di halaman luar segera Lo Tie Djim berseru:
„Aku disini, hei bangsat djangan banjak batjot! Hajo adu kepal denganku !"
Mendengar tantangan dari paderi gundul itu, ketua gunung Thoo Hwa San sangat terkedjut. Se-akan² ia telah kenal orang ini Siapakah dia ? pernah bertemu dimana ?
Ia lalu mengatjungkan tanganja untuk menahan pertempuran :
„Tahan dulu! Aku rasa2 nja telah kenal padamu, kau Siapa ?“
Lo Tie Djim berdiri dengan tegap mendjawab :
„Aku bernama Tan Tat sheku Lo, setelah mentjukur rambutku aku dipanggil Lo Tie Djim.
Kau siapa ?“
Ketua gunung Thoo Hwa San itu tertawa dengan gembira sekali, ia buru² menghampiri Lo Tie Djim dan merangkul :
„Aku sangat girang dapat berdjumpa dengan kau disini sungguh kasih Thian memang peruntungan dan penderitaan itu tidak dapat diduga datangnja. Saudaraku aku bernama Lie Tiong pedagang obat2 an di kota Kwan See. Ingatkah ?“
Lo Tie Djim segera mengenali siapa Pangtju dari Thoo Hwa San ini.
Rombongan Liauwloo mendjadi tertegun dan heran, ketuanja tidak djadi bertempur bahkan bertjakap - tjakap dengan amat riangnja dengan lawannja,
Lo Tie Djim lalu mengadjak Lie Tiong bersama² menghadap pada Lauw Thay Kong, Lo Tie Djim memberi keterangan pada Lauw Thay Kong :
„Pangtju dari Thoo Hwa San ini sebenarnja masih sahabatku dari kota Kwan-See. Lauw Wan Gwee kini urusan ini mudah diselesaikan.“ Lalu Lo Tie Djim berpaling pada Lie Tiong dan berkata : “Saudara Lie, baik kau nanti selesaikan urusan perkawinan — ini dengan saudaramu. Ketahuilah bahwa Lauw wangwee hanja mempunjai anak putri satu²nja. Tjarilah sadja djodoh untuk saudaramu: pada orang jang setudju, djangan main paksaan dan kekerasan.”
Lie Tiong meng-angguk²kan kepala dan mendjawab ;
“Baik, baik, nanti Kuberi nasehat Tjiu-Thong adikku itu
Saudara Lo dan Lauw wangwee marilah kita berdamai dengan, adik angkatku diatas gunung, sehingga persoalan ini bisa selesai dengan djelas dan terang”
Lauw wangwee berpaling kepada Lo Tie Djim, Lo Tie Djim menganggukkan kepala tanda menjetudjui adjakan Lie Tiong.
Lo Tie Djim ;
“Hajolah Lauw wangwee aku mengantarnu bermusjawarah digunung Thoo Hwa San, Djangan berprasangka pada sahabatku ini.“
Maka lapangkanlah hati Lauw wangwee, segera ia mempersiapkan 2 ekor kuda untuk Lo Tie Djim dan dia sendiri.
Tepat pada saat ajam² djantan mulai berkokok bersahut-sahutan, berangkatlah mereka bersama2 naik gunung Thoo Hwa San.
Didalam perdjalanan Lo Tie Djim mendekati Lie Tiong dan berkata:
“Saudara Lie, sebaiknja kau bubarkan anak buahmu itu! Bukankan kita bertjita-tjita sehaluan untuk membela keadilan dan menumbangkan permerintah pendjajah?
Aku heran mengapa Lie Heng dapat bergaul dengan segala kurtjatji2 aliran Hek Too atau golongan hitam?”
Lie Tiong mentjeritakan hal ichwalnja:
Sedjak perpisahan kita dikota Kwan See beberapa bulan jang lalu, akupun tidak lagi melandjutkan berdagang obat2an dikota itu. Aku bermaksud pergi ke Tjhiak Siong Lim untuk sesuatu urusan, dan dikaki gunung Thoo Hwa San inilah aku dihadang oleh kawanan Liauwloo dibawah pimpinan Tjiu Thong. Aku telah bertempur mati2an..
Achirnja Tjiu Thong dapat kukalahkan, dan aku diangkatnja sebagai Pangtju di gunung Thoo Hwa San Saudara Lo karena aku belum mempunjai pekerdjaan jang tetap, maka adjakan Tjiu Thong telah kuterima, dan akupun melihat saudara Tjiu Thong adalah sehaluan dengan kita, dia adalah seorang jang mempunjai semangat dan tjita 2 jang luhur untuk menumbangkan pemerintah pendjadjah.“
Tidak terasa rombongan Lie Tiong, Lo Tie Djim dan Lauw Thay Kong telah sampai digunung Thoo Hwa San Salah seorang Liauwloo segera menjongsong, dan Lie Tiong memberikan perintah untuk mengadakan perdjamuan besar guna menjambut tamu2 jang terhormat.
Tiba dipuntjak jakni tempat pesanggrahan para Liauwloo itu, Lie Tiong mempersilahkan tamu 2 nja masuk keruang tengah, dimana terdapat sebuah ruang jang luas, tempat persidangan bila ada hal 2 jang perlu dibitjarakan oleh para begal itu.
Lo Tie Djim dan Lauw Thay Kong segera mengambil tempat duduk masing 2. Tidak lama muntjullah Tjiu Thong si Siau Pa Ong jang akan memperistri puteri Lauw Thay Khong.
Li Tiongpun muntjul dengan memakai pakaian berwarna merah, pakaian kebesarannja sebagai Pangtju gerombolan gunung Thoo Hwa San. Setelah semua hidangan dikeluarkan, maka Li liong angkat bitjara :
„Selamat datang kepada Lauw Wan Gwee dan Lauwtee Lo Tie Djim ketempat kami jang rendah ini Marilah pembitjaraan ini kita lakukan sambil makan minum, setjara persaudaraan. Hendaknja Lauwtee Tjiu Thong djuga tidak keberatan, bukan ? Aku harap Lauwtee Tjiu Thong bisa mengekang perasaannja, djangan terlalu emosionil.
Nah, marilah kita bermusjawarah bersama !“ Lo Tie Djim berdiri setelah memberikan penghormatannja ia lalu berkata :
„Sebenarnja kita tidak perlu bertempur hanja untuk urusan² jang ketjil. Bukankah kita sebagai laki² sedjati ? Seorang Hoohan bertjita² luhur untuk berdjoang demi kebahagiaan rakjat dan membasmi penguasa negeri Song jang telah terang²an berchianat terhadap bangsa dan negerinja. Semua mata rakjat sudah melihat, betapa mereka tega mendjual negerinja pada bangsa kuntjir Boantjiu.
Nah, saudara Tjiu Thong hendaknja kau mentjari djodoh dengan gadis jang sepakat denganmu, putri Lauw Wan Gwee adalah putri satu²nja, pikirkanlah hal ini baik².“
Demikian Lo Tie Djim menjadarkan kepada Tjiu Thong, akan urusan negara jang lebih penting daripada urusan pribadi.
Tjiu Thong berdiri memberi salam penghormatan kepada Lo Tie Djim dan Lauw Thay Kong.
Kemudian dengan agak malu ia memulai pembitjaraannja :
Maafkan akan apa jang telah kulakukan terhadap keluarga Lauw. Sebenarnja perbuatanku ini adalah emosi se-mata².
Aku mengira Lauw Wan Gwee sebagai orang jang kaja raja, kekajaannja ini diperoleh dari pemerasan terhadap rakjat.
Maka tanpa menjelidiki dengan djelas, aku telah bertindak setjara sembrono, perbuatanku untuk memperistri putrinja, dan memaksa uatuk berderma hanjalah untuk lampiaskan penasaran dihatiku. Toako Lo Tie Djim, sebab hampir semua tjukong2 kaja dan orang kaja sekarang ini, kesemuannja bisa terdjadi karena djalan jang serong, tidak halal dan menekan kehidupan rakjat. Jah, hal ini menekan kehidupan rakjat. Jah, hal ini merupakan peladjaran bagiku.
Dengan demikiran aku tidak akan berpandangan sempit lagi, Jah, aku telah menggebjah ujah . . . . . . . . . ."
Lie Tiong, lalu mempersilahkan untuk memulai perdjamuan, maka makan dan minumlah mereka dengan riang gembira.
Lie Tiong: "Adikku Tjiu Thong, lain kali kutjarikan djodoh jang sepakat denganmu, kau masih muda djangan kesusu!" Semua hadirin termasuk para Liauwloo terbahak2 . . . .
Demikian persidangan itu berdjalan lanjtar dan penuh kegembiraan. Lauw Thay Kong setelah urusan keluarganja dapat didamaikan, iapun merasa bersjukur dan menghaturkan terima kasih terutama kepada Lo Tie Djim. Setelah perdjamuan hampir selesai maka berdirilah Lauw Thay Kong untuk bermohon diri. Kemudian ia berpaling ke arah Lo Tie Djim dan mengadjaknja pulang.
Tetapi Lie Tiong dan Tjiu Thong menghalang halanginja kata mereka: "Baiklah Lo Lauwtee tinggal bersama kita di Gunung Tho Hwa San. Disini lebih bebas dan leluasa. Dan lagi banjak hal jang akan kita bitjarakan bersama. Setudjukah saudara Lo?"
Lo Tie Djim berpikir sedjenak, kemudian dengan mantep mendjawab
Betul, betul, Lauw wan gwee biarlah aku tinggal disini sementara waktu, sebab aku memang ingin melandjutkan perdjalananku ke Kota Tongkhia terima kasih aku telah mendapat penginapan dan pelajanan jang baik dirumahmu.
Selamat djalan! Dan haturkan terima kasih pada Lauw Hudjin."
Lo Tie Djim lalu berdiri mengantarkan Lauw Thay Kong turun gunung.
Lauw Thay Kongpun tidak bisa berbuat apa² walaupun . . . nja ia menginginkan Lo Tie Djim untuk tinggal dirumahnja beberapa saat
Sebab ia ingin mengadakan pesta besar²an untuk keselamatan putri dan keluarganja . . . . . demikianlah dengan berat hati Lauw Thay Kong turun gunung untuk kemudian pulang sendirian. . . . . . . .
Kembali Lie Tiong, Lo Tie Djim dan Tjiu Thong. Mereka meneruskan pestanja
Tjiu Thong mengusulkan untuk mereka bertiga angkat saudara dimalam hari itu djuga.
Lo Tie Djimpun menerima pengangkatan saudara itu dengan senang hari.
maka medja persembajangan diatur dihalaman muka pesanggrahan itu. Bertiga mereka bersudjut kehadirat Thian, untuk ber-sama² bersumpah, sedjak saat itu mendjadi saudara angkat, Bahagia sama dirasakan, derita sama ditanggung . . . . . .
Telah setengah bulan Lo Tie Djim tinggal digunung Thoo Hwa San, pada suatu hari ia menemui Li Tiong dan Tjiu Thong untuk mengutarakan isi hatinja.
Lo Tie Djim :
Lie Looheng dan saudaraku Tjiu Thong bukannja aku segan tinggal bersamamu, namun sebenarnja aku mempunjai kewadjiban jang berat untuk menolong Liem Lauwtee di kota Tongknia. Maka aku minta pamit untuk hari ini berangkat ke Tongkhia, alamatku untuk tinggal dikota Tongkhia, adalah kelenteng Tay Siang Kok Sie. Aku mengharap kelak hendaknja kita bisa bergabung mendjadi satu untuk meneruskan perdjuangan mengusir pemerintah pendjadjah.
Mendengar apa jang diutarakan oleh Lo Tie Djim, terpaksa Lie liong dan Tjiu ― Thong meluluskannja
Pada saat itu ada seorang Lauw Loo jang datang melapor ;
Pangtjuya, dikaki gunung ada seorang saudagar muda sedang naik kuda seorang diri. Dipunggung kudanja tergantung sebuah Pauw: ok jang besar. teetju dapat pastikan, bungkusan itu pasti harta karun jang besar.
Lie Tiong dan jiu Thong tertawa terbahak2 karena girangnja, Kata Lie Tiong :
„Adikku Tjiu Thong kau turunlah untuk membantu ongkos djalan Lohiatee, haha. . .. haahaa. . . . .
Tju Thong berdjingkrak kegirangan, katanja:
„Lo Lauwheng, aku akan mentjarikan beaja untuk ongkos perdjalananmu. Tunggulah sebentar, aku akan turun gunung, dan meminta derma pada saudagar itu, hahaahahaha... aha "
Lie Tiongpun minta supaja Lo Tie Djim menanti sadja diatas gunung, ia akan membereskan mangsanja.
Setelah Lie Tiong, Tjiu Thong dan sebagian besar para Liauwloo turun gunung, maka didalam pesanggrahan itu mendjadi sunji dan sepi. Hanja ada beberapa Liauwloo jang sedang menimba air, memasak nasi dan mendjaga di Pos2 pendjagaan.
Keadaan jang demikian ini membuat Lo Tie Djim tergugah semangatnja Pikirnja. . .sudah kuutarakan maksudku untuk melandjut kan tjita2ku, namun saudara2ku digunung Thoo Hwa San ini kiranja masih memperlambat usahaku Selagi mereka sibuk membereskan mangsanja, lebih baik aku tinggalkan sarang ini.
Lo Tie Djim mengambil Pauwhoknja' tatkala akan keluar i melihat didalam ruangan tengah ada kantong merah besar betul Lo Tie Djim memeriksa, ternjata didaamja tersimpan sedjumlah uang logam dari emas dan perak. Lo Tie Djim lalu mengambil beberapa tail dan tjepat2 melalui pintu belakang turun gunung. Rombongan Lie Tiong dan Tjiu Thong cs jang telah berhasil mentjegat dan merampas harta benda sisaudagar muda, tjepat2 kembali keatas gunung. Tiba dipuntjak pesanggrahan, mereka sangat heran sebab Lo Tie Djim tidak kelihatan batang hidungnja.
Kamar dimana Lo Tie Djim tidur diperiksa. namun sia2 pentjarian ini. Lie Tiong lalu meneliti kesemua pendjuru, dan tahulah sudah, bahwa Lo Tie Djim telah meninggal kan pesanggrahan melalui djalan belakang.
Lie Tiong mengeluh ;
„Heija, mengapa Lo Hiatee ter-gesa2 pergi, ia tidak sabar menantikan kami. . . .karena takut berpapasan ia telah mengambil djalan belakang, padahal djalan dibalik gunung ini.
Tidak pernah dilalui orang dan banjak djurang²nja. . . . . . . . .
Semoga sadja Lauwtee Lo Tie Djim tidak mengalami kesukaran². . . .“
Tjiu Thongpun ikut merasa chawatir akan ke selamatan Lo Tie Djim, tetapi nasi telah mendjadi bubur, apa jang hendak dikata lagi.
Tidak lama ada seorang Liauwloo jang melapor, ”Pangtjuya, Hwee Sio itu telah lari melalui djalan belakang, kami jang bertugas mendjaga di Pos belakang telah berusaha menghalang-halanginja, namun sungguh hebat permainan silat dan tenaganja, sehingga kami 8 orang tidak dapat berbuat apa? kepadanja. ”
Lie Tiong :
”Sudahlah, mari kita adakan perdjamuan atas keuntungan hari ini, sekalian mendoakan semoga Lo Lauwtee tidak menemui halangan² diperdjalanan, “
Bergemuruhlah suara para Liauwloo jang bersorak kegirangan, maka suanana pesanggrahan jang tadinja sunji sepi seperti kuburan an, Kini mendjadi hiruk pikuk ramai sekali sebentar² suara gelak tawa berkumandang-membelah dilembah nan sunji. . . . . . . .
* * * * *
KIU BUN LIONG SU TJIN MENDJADI
PA ONG DI TJHIAK SIONG LIM. LO TIE
DJIM MEMBAKAR HABIS KELENTENG
WA KWAN SIE.
Siapa jang melanggarnja, Sengsara menanti segera. Siapa jang menentangnja, musna bihari itu djuga. Kebersihan hati rakjat jang taat akan hukum, tak dapat menghindarkan dirinja Petjinta bangsa dan negeri hidup penuh tanda tanja? Dimanakah keadilan?
(Sandjak Feng Wei Min 1511-1530)
Betapa sulit dan sukarnja perdjalanan jang dilaluinja kali ini . . . . . . . . . . .
Setelah 3 hari 3 malam Lo Tie Djim menerobos hutan belukar, dengan penderitaan jang amat berat. Maka pada hari jang keempat legalah hatinja, sebab sudah nampaklah kini sinar matahari jang panas dan tjemerlang. Segera ia mempertjepat larinja, karena perutnja dirasa amat lapar.
Sungguh senangnja bukan alang kepalang, sebab dihadapannja terlihat sebuah kelenteng tua, Pikirnja mungkin dikelenteng, ini, ada penghuninja, aku tidak djadi mati kelaparan . . . .
Tiba didepan kelenteng Lo Tie Djim mendjadi ketjewa, sebab di-mana² terlihat sawang Temangga jang menempel di-pintu², daun djendela dan tembok² tua jang bengkah². Suasana sunji sepi. tidak ada suasana desah napas Manusia Pintu tua itupun tertutup dengan rapat Lo Tie Djim mendobrak pintu itu dan bermaksud untuk beristrirahat di dalam. Tiba didalam ruangan kelenteng keadaannja sama djuga, Lo Tie Djim berseru dengan njaring:
“Adakah penghuninja kelenteng ini ? Aku Lo Tie Djim permisi untuk beristirahat!” berulang kali Lo Tie Djim berteriak-teriak sampai tenggorokkannja hapir kering. Namun tidak ada djawaban sama sekali. Sedang Lo Tie Djim membersihkan debu² lantai untuk tidur. Tiba² hidungnja mentjium bau masakan jang harum, sehingga ia tidak djadi mendjatuhkan dirinja, tetapi terus lontjat bangun dan lari kebelakang. Sampai di ruang belakang kelenteng tua itu Lo Tie Djim melihat 4-5 orang tua2 jang sedang duduk mengantuk. Orang2 tua itu wadjahnja putjat, badannja kurus kering dan pakaiannja tjompang tjamping, Lo Tie Djim mendekat san bertanja:
"Apakah jang kalian sedang kerdjakan? berulang kaliaku ber-teriak² permisi tetapi mengapa tak seorangpun dari kalian jang mendjawab?"
Hwe sio tua 4-5 orang itu memandang ke arah Lo Tie Djim dan menggojang-gojangkan tangannja . mereka tetap menutup mulut dan tak mau bitjara.
Lo Tie Djim: aku akan pergi kekota Tongking, karena amat letih dan lapar, bolehkah kiranja aku beristirahat disini?
Dan dapatkah kau menerimaku untuk menjediakan sedikit makanan dan minuman?
Salah seorang dari para Hwe Sio tua itu menjdawab segera :
„Kami sudah tiga hari ini tidak ada makanan, mana bisa menjediakan makanan untukmu.”
Lo Tie Djim:
Kamu berbohong ! „Aku mentjium bau masakan jang harum Bila kau tak mau menjediakan sedikit untukku aku akan mengambilnja sendiri!”
Tanpa menunggu djawaban lagi, langsung menudju kedapur. Disana nampaklah sebuah pantji besar jang sedang dipanasi diatas sebuah anglo besar. Lo Tie Djim membuka tutupnja, isi dalam pantji itu adalah bubur daging.
Karena tidak ada sendoknja, terpaksa Lo Tie Djim menghirup dengan mulutnja.
4-5 orang Hwee Sio tua itu mengedjar kedapur, tetapi sudah terlambat, sebab Lo Tie Djim telah memakan bubur kuah itu dengan lahapnja. Para Hwee Sio tua itu mengeluh dan tak dapat berbuat apa².
Tiba² masuklah seorang Biokong dan menghampiri Lo Tie Djim.
Para Hwee sio itu lalu berkata kepapa Lo Tie Djim:
“Inilah Oei Thian Yok Tjha Sitombak bertjagak mengarungi langit, bernama Khiu Too Djin alias Siauw It.”
Belum habis kata² Hwee sio tua itu, tiba² muntjul lagi seorang jang berwadjah agak hitam, badannja kekar dan tinggi besar.
Hwee Sio itu lalu memperkenalkan lagi pada Lo Tie Djim:
“Inilah Sing Thiat Hoo, si Lengan besi namanja Tjhui Too Sing.”
Kedua orang² gagah jang disebutkan oleh Hwee sio itu hanja memandang kearah Lo Tie Djim sedjenak, kemudian lonjat keluar melalui tepi tembok kelenteng sebelah kanan.
Lo Tie Djim amat tjuriga melihat gerak gerik orang² asing jang tak dikenalnja ini.
Maka tjepat² ia meninggalkan para Hwe sio tua itu, dan menggendjot tubuhnja mengikuti djejak Khiu Too Djin dan Tjhui Too Sing.
Kedua orang itu lari terus kearsh belakang kelenteng, djalanan ketjil jang dilalui ini ber-kelok² seperti liang ular
Lo Tie Djim berpikir, ini adalah djalan rahasia jang djarang diketahui umum. Aku pertjaja pasti disini sarang orang² golongan Hek Too Aliran sesat atau djalan hitam.
Apa jang diperkirakan oleh Hoohan kita ini ternjata betul.
Kedua orang itu setelah melihat kanan kiri dan kebelakang tidak ada orang jang mengikuti, langsung mereka berlontjat masuk kedalam sebuah ruangan dan tjepat² menutupkan pintunja.
Lo Tie Djim jang mengikuti sambil beremdap-endqp, setelah mengetahui jang diikutinja masuk kedalam ruangan, tjepat² Lo Tie Djim menggendjot tubuhnja naik keatas genteng. tubuhnja jang tinggi besar itu djatuh bagaikan daun rontok kebumi, hampir tidak menerbitkan suara apapun. Ini membuktikan bahwa ilmu mengentengkan tubuh dari Lo Tie Djim sudah tjukup matang. Lo Tie Djim sedikit menggeser sebuah genteng untuk melihat kebawah. Maka terlihatlag didalam ruangan itu diatur buah medja besar dan tiga tiga buah kursi. diatas medja itu disadjikan hidangan jang bermatjam2. Kursi jang tengah, duduklah seorang Hwee Sio jang tinggi gemuk, disampingnja duduk seorang nona jang berwadjah tjantik. Kedua orang jang diikuti Lo Tie Djim itu setelah memberi hormat pada Hwee sio; gemuk itu terus mengambil tempat duduk di samping wanita tjantik, Terdengarlah suara nona muda itu bertanja pada Hwee sio ;
„Kenapa ajahku tidak datang² ?"
Tjhui Too Sing mendjawab :
„Sabarlah nona, sebentar lagi Kim toaya pasti datang."
Nona muda itu menundukkan kepala dan menangis.
Melihat hal ini Lo Tie Djim tidak tahan lagi, pasti komplotan manusia2 sesat ini akan mentjelakakan ajah dan anak gadisnja, Lo Tie Djim berlontjat turun dan menggedor pintunja.
Khiu Too Djin tjepat2 membukakan pintu dan mempersilahkan Lo Tie Djim masuk. Hwee Sio gendut itu mempersilahkan Lò Tie Djim mengambil tempat duduk dan bertanja
- „Loheng datang darimana ? Mengapa
bisa datang kemari ?"
Lo Tie Djim;
"Saja datang dari gunung. Thoo Hwa San, dan akan melandjurkan perdjalananku, menudju kekota Tongking. Disini aku melibat hal² ang mentjurigakan, maka aku datang ingin mengetahui.
Hwee sio gendut itu tertawa dan bertanja /
Apakah jang kau tjurigakan ? Ha. . . .hahah. . .haha..
Lo Tie Djim:
Kelenteng ini letaknja sangat terpentjil bisa djadi untuk tempat sarang penjamun. Aku lihat keadan jang sunji sepi, djuga 4-5 orang Hwee sio tua jang segan berbitjara padaku.
Katanja disini tidak ada tersimpan barang makanan, tetapi semuanja dusta. Didapur ada sepantji bubur daging dan disini, lihat ! Dia tas medja ini penuh dengan hidangan² jang, lezat haha. haha.. Hwee sio gedut itu menjeringai dan berkata:
"Kau tidak mengetahui keadaan jang sebenarnja, seperti jang kau tjeritakan, Hwee sio tua² itu adatah pendjudi, pemabuk dan suka bermain wanita. Maka Looheng, mereka telah kuhukum tidak kuberikan makan minum 4-5 hari.
Mereka takut berbitjara kepadamu, mungkin mengira kau adalah salah seorang tamu ku. Haha. . . .. hahaaa . ..ahaha. . . ." Khiu Too Djin dan Tjhui Too Sing ikut tertawa ter-gelak².
Lo Tie Djim:
"Bila demikian akulah jang berprasangka buruk. Minta ma'af dan permisi. Hwee sio gendut itu memerintahkan Tjhui Too Sing mengantar keluar Lo Tie Djim. Setelah Lo Tie Djim keluar, pintu ruangan itu tertutup lagi dengan rapat.
Lo Tie Djim tidak segera meninggalkan kelenteng jang misterius itu, tetapi dia langsung kembali kedapur kelenteng untuk menemui 4-5 orang Hwee sio tua 2 itu untuk meneliti kebenarannja.
Setelah Lo Tie Djim mendjumpai para Hwee sio jang kurus 2 itu, lalu menegurnja:
„Pantas kalian kurus kering dan akan mati. Aku tahu kalian sebenarja manusia2 jang bedjat, pendjudi, pemabuk, dan jah sungguh kelewatan Usia kalian sudah rata2 setengah abad lebib, tetapi masih suka djuga bermain wanita hahaha. . .hahaha. . .hahaha Hukuman untuk kalian tidak diberi makan 4-5 bari itu malahan terlalu ringan. Menurut aku. kalian harus dihukum gant ung Ba. . .haa. . . hahaha... haha..
4-5 orang Hwee Sio tua2 jang kurus kering itu, demi mendengar tuduhan Lo Tie Djim mendjadi hilang rasa kantuknja Mereka berdjingkrak bangun dan kontan membantah:
„Mana boleh djadi, kami adalah orang2 jang mengikuti Aliran Peh loo atau djalan uhan, segala kara 2 jang kau lontarkan kepada kami itu adalan fitnah ! Pantas kau djuga gendut, pastilah kau kambratnja bergadjul buaja hidung belang itu. Oh. Thian, Thian, semoga orang 2 seperti dia itu mendapat hukumanmu."
Lo Tie Djim mendjadi melengak, ia menegaskan :
„Djangan sembarang omong ! Aku bukan manusia hidung belang, buaja tjabul ! Hei! Aku bertanja. apakah kalian benar 2bukan pendjudi, pemabuk dan rojal? „Para Hwee Sio tua? itu membanting bantingkan kakinja, mereka amat marah:
"Mana bisa! Mana boleh djadi! Itu fitnah! Fitnah kotor dan kedji. . . . .ketahuilah kami adalah orang2 jang tekun mendjalankan ibadah. Kau diperdaja oleh si gendut jang pandai bermuslihat itu. Nona muda itu datang bersama ajahnja, tetapi dengan tangan kedji 2 orang kaki tangan sigendut jakni Khiu Too Djin dan Tjhui Sing telah membunuhnja. Dan anak gadis jang tinggal itu pasti akan didjadikan bulan² an ...... oh, kau terlalu gampang ditipu.
Mendengar keluhan dan tjerita dari Hwee sio tua ini berbalik Lo Tie Djim mendjadi naik darah, Geramnja:
"Binatang! Berani benar mempermain kan Toayarnu Baiklah aku akan menjerbu sarang mesum itu dan membunuh semua jang berundak kotor. "Selesai mengutjapkan kata². Lo Tie Djim lalu menggendjot tubuhnja untuk menudju ruang jang baru sadja ia tinggalkan (teks tidak terbaca) disana ia dapatkan pintu telah terkun ji Jengan rapat. Sadarlah Lo Tie Djim bahwa si Gendut itulah sebenarnja biang keladi dari pada kemesuman dan kekotoran. Kontan Lo Tie Djim menghadiar daun pintu itu dengan ilmu pukulannja jang dasjat Tay Lek Kim Kong Tjhiu atau pukulan geledek dari arhat mas Bergemuruhlah suara daun pintu iang lepas dari engselnja, belum Lo Tie Djim melangkahkan kakinja masuk telah muntjul seorang jang langsung menjerang dengan golok terhunus Setelah dielakkan serangan mendadak itu dan diteliti, ternjata sipenjerang ini Tihui Too Sing adanja.
Makin meluaplah amarah Lo Tie Djim, serunja:
„Kebetulan hari ini tuan besarmu bertemu dengan kau manusia rendah, bagimu hari ini adalah hari terachir untuk kau mengenjam kehidupan didunia. Sebentar lagi aku akan mengirimkan arwahmu kehadapan Giam Lo Ong si Malaikat pentjabut njawa, haha........ haha......... haha. hahaha........“
Dihina dan diedjek setjara demikian mendidihlah darah Tjhui Too Sing ia melantjarkan serangan² jang ganas dengan go oknja Djurus² jang dilantjarkan itu sebenarnja amat ganas dan kedji seperti Kong Poo Tjhian Too, Thie Gie Thuo Too dsb.........
Behera djurus telah berlalu dengan tjepat, bukannja Lo Tie Djim mendjadi keteter, bahkan sipenjerang itu sendirilah jang makin sibuk. sebab ternjata kalah unggul dan kalah lihay.
Tjhui Too Sing lalu ber-teriak² memanggil kontjonja !
“ Khiu Lauwko tjepat bantu aku untuk menangkap pengatjau ini, hajo, djangan sedji2 lagi ! “
Dari dalam ruangan segera muntjul Khiu Too Djin dengan sendjatanja jang berat Oei Thian Yok Tjua atau sendjata bertjagak tiga jang menggetarkan angkasa. Melawan dua orang jang tidak ringan ini, Lo Tie Djim mendjadi agak keteter, sebab2nja perutnja masih terlalu lapar, maka untuk mengerahkan tenaga jang besar rada sulit. Beberapa djurus kemudian Lo Tie Djim lalu menjampok sendjata2 Khiu Too Djin dan Tjhui Too Sing, begitu kedua penjerangnja itu mundur, tjepat2 Lo Tie Djim menggendjot tubuhnja keluar kalangan dan terus angkat kaki. Khiu Too Djin dan Tjhui Too Sing melihat lawannja lari, tidak mau mengedjar, mereka balik kedalam kamarnja dan menutup pintu rapat2.
Lo Tie Djim lari sampai kurang lebih- 300 meter tatu menghentikan larinja, sebab-ternjata Pauwhoknja jang berisi pakaian dan uang masih tertinggal diruang depan kelenleng misteriu itu.
ia berpikir .. .. kalau aku meneruskan perdjalananku, akan sulit djadinja, sebab tidak ada bekal dan tidak ada serep pakaian. lebih baik aku kembali dan mengambil Pauwhokku lagi...
Demikianlah Lo Tie Djim lalu memutar tubuhnja untuk kembali kekelenteng jang misterius tadi. Lari belum sepuluh langkah sampailah disebuah perempatan djalan Didepan ada berkelebat sesosok tubuh jang mentjurigakan Maka merandek dan meneliti dengan waspada. Orang itupun tjepat2 melompat ke-balik pohon. Lo Tie Djim lalu ber-endap endap mendekati pohon itu, setelah berhadap hadapan ternjata jang berada dibalik pohon itu adalah Kiu Bun Liong Su Tjin Ke-dua2 nja ber-rangkul2an dan sama tertawa terbahak bahak. Kata Su Tjin si Sembilan Naga Sakti :
„Sedjak berpisah dikota Kwan See, tidak terasa Waktu telah lewat hampir 4 bulan. Selama itu aku terus mentjari suhuku Ong Tjin tetapi sampai saat kinipun belum berdjumpa. Loheng kenapa kau bisa berada disini? Aku girang bertemu denganmu, haha, ,.... hahaha ......... Lo Tie Djim :
„Aku dari gunung Thoo Hwa San bersama Lie Tiong, Tjiu Thong dan para Liauw loonja, Karena aku berdjandji untuk tinggal di kota Tongking, maka kutinggalkin mereka. Sutee disini aku mampir dikelenteng Wa Kwan Sie untuk ngaso. Tidak tahu kalau kelenteng itu djadi sarang kemaksiatah D. . .ana berdiam komplotan bergadjul jang suka mempermainkan anak2 gadis....... aku terlalu lapar, dikelenteng itu baru makan_ sedikit bubur, mnnntjullah orang2 jang mentjurigakan. Aku ikuti dan kuselidiki dengan teliti, haha; : : haha... . betullah dugaanku. Tadi aku telah bertempur melawan dua musuh kosen. Sutee, kalau aku tidak kelaparan, belum tentu aku lari.“
Kiu Bun Liong Su Tjin membuka Pauwhoknja dan berkata :
“ Loheng, kebetulan didalam Pauwhok-masih tersimpan beberapa potong roti kering. Marilah kita makan bersama. Keduanja lalu duduk dibawah pohon itu dan makan ber-sama2.
Sambil makan Sutjin mengutarakan maksudnja :
” Loheng, aku nanti ikut bersamamu menghantam kawanan bergadjul itu. Biar dunia ini bersih dari segera kenadjisan dan ketjabulan. “
Lo Tie Djim mengangguk-anggukkan kepadanja :
“ Betul. betul, kalau babaa kita jang mau bertindak. Siapa lagi ? Sutee.ketahui lah kini pemerintah Song hanja sibuk dengan pembelian perdamaian Para penguasa tidak memikirkan kehidupandan penghidupan rakjat. Kedjahatan meradja lela, kebobrokan merata disemua Japisan rakjat .... Hajolah kita berdjuang membasmi kedjahatan. Kita dilahirkan sebagai Hoohan2 sedjati harus memberantas kesemuanja ini. Bila tidak kita berdosa terhadap rakjat dan Tuhan. Hahaha... . haha... .“
Su Thin: “ Loheng, kata2mu selalu membakar semangat, haha... .ha“ Lo Tie Djim: ,, Hajolah Sutee! Djangan sampai terlambat. Aku berchawatir akan nasib anak gadis jang telah disekapnja tadi.“
Sutjin berdiri dan meringkaskan pakaiannja.
„ Hajolah !“
Berdua mereka berlari tjepat untuk kembali kekelenteng Wa kwan Sie jang misterius itu. Tiba didepan gang bertemulah mereka dengan Khiu Too Djin dan Tjhui Too Sing. Lo Tie Djim menggeram :
„ Kini Toayamu sudah makan kenjang, dan saatnjalah untuk menghantarkan arwah kalian kelangit jang ketudjuh “
Tanpa banjak bitjara Khiu Too Dijin lalu menghunus Oai Thian Yok Tjhanja pertempuran segera terdjadi dengan sengitnja
Tjhui Too Sing jang menghunus goloknja dan akan menerdjaug mengerojok Lo Tie Djim, didahului Sutjin jang melantjarkan serangan²Koaynja dengan hebat Beberapa djurus kemudian terdengarlah pekik ngeri dari Tjhui Too Sing, sebab pukulan jang dasjat dari Lo Tie Djim telah mengenai batok kepalanja sehingga hantjur mumur. Khiu Too Djin bingung untuk melarikan dirinja, namun Sutjin si Sembilan naga Saku bukanlah anak kemarin sore Djurus² jang dahsjat dari Koayanja, Thay Tju Tjo Tjie atau Sang Pangeran membuat anak panah, tusukkan ini dilantjarkan keulu hati Khiu Too Djin, dan serangan ini tanpa reserve lagi. sebab saking tjepatnja. Maka menjusullah. djeritan jang mengerikan dari Khiu Too Djin, tubuhnja menggeletak, dan arwahnja menghadap Giam Loo Ong......
Selesailah sudah pertarungan jang hanja memakan beberapa saat, dan berdjalan beberapa djurus sadja.
Lo Tie Djim dan Kiu Bun Liong lalu melemparkan majat2 itu kedalam djurang di lamping gunung. Kemudian masuklah keduanja untuk mentjari sigendut dan nona tadi, 4-5 orang Hwee Sio tua2 itu sangat ketakutan dan djatuh pingsan, Lo Tie Djim berkata kepada Sutjin :
„Habisi sadja orang? jang ketor ini, mereka inilah kambratnja si Gendut tjabul.“
Sutjin tanpa ajal lagi membabat kepala bagaikan membabati rumput, sekaligus menggelindinglah 5 kepala Hwee Sio itu.
Disana didjumpainja, bahwa nona itu telah mendjadi majat jang terapung didalam sumur. Lo Tie Djim memberikan keterangan keterangan pada Sutjin:
„Saiang, terlambat, jah, kita datang terlambat. Nona ini saking takut kepada para bergadjul itu telah membunuh dirinja masuk kedalam sumur. Su Tee tunggulah disini, aku memeriksa lebih landjut. Lo Tie Djim lontjat keatas Wuwungan kelenteng dan bersuara dengan njaring:
„Buaja hidung belang lekas keluar ! Bila kau tetap umpatkan diri, kelenteng ini akan saja bakar.“
Berulangkali Lo Tie Djim ber-teriak², namun tidak ada balasan. Maka segera ia mengendjot tubuhnja untuk turun dan memberi perintah pada Sutjin
„Kita tjari kaju2 kering dan bakar habis kelenteng jang misterius ini. Kalau kelenteng ini tetap berdiri, aku chawatir akan muntjul orang² sesat lagi dan didjadikan sarang.”
Sutjin dan Lo Tie Djim segera mengumpulkan kaju² kering dan membakar kelenteng Wa Kwan Sie.
Sutjia :
„ Kelenteng ini memang tidak pantas didiami lagi.”
Setelah api itu ber-kobar2, maka Lo Tie Djim dan Kiu Bun Liong Sutjin meninggalkan kelenteng Wa Kwan Sie itu dalam keadaan masih terbakar.
Mereka lalu berdjalan lebih 3 Km, dihadapannja ada sebuah kedai nasi. Tjepat² keduanja memasuki kedai itu dan memesan beberapa matjam masakan serta arak.
Sambil makan minum dengan asjiknja, tiba² Lo Tie Djim lalu memandang kearah djalan raja, matanja redup dan saju.
Sutjin mengerti maksud Lo Tie Djim jang akan segera melandjutkan perdjalanannja. maka ia lalu memanggil pelajan dan membajar djumlah jang dimakannja.
Lo Tie Djim berkata pada Sutjin
Aku harapkan kau djuga bisa berkumpul dengan kami !
Lie Loheng dan adik Tjiu Thong sebenarnja menginginkan aku tinggal bersamanja, mereka tidak mengerti maksudku, maka pada suatu hari kutinggalkan mereka .... haha ......haha ha.... Tatkala mereka sedang sibuk menghadang seorang saudagar muda, aku tanpa berpamitan lagi. Aku lari dari balik gunung.
Dan Sutee, mungkin sudah saatnja bahwa kita ditugaskan oleh Thiap untuk membasmi segala kedjahatan. Maka pemusnahan kelenteng Wa Kwan Sie adalah tindakan kita jang pertama.....eh, aku melantur, Sutee kau sebenarnja akan kemana? Dan dimana tempat tinggalmu?”’
Kiu Bun Liong Sutjin mendjawab :
„ Aku tinggal di Siauw Hwa San, disini aku mentjari Suhu Ong Tjin, namun telah berminggu - minggu aku mentjari, tiada bertemu djuga. Loheng sukakah kau mampir ketempatku ?”
Lo Tie Djim:
” Aku segera pergi kekota Tongking, Satoe lain kesempatan sadja aku menengokmu di Siauw Hwa San.”
Lo Tie Djim lalu mengangkat Pauwhoknja dan ambil selamat berpisah dengan Sutjin.
Sutjin; „ Loheng selamat djalan, dan sampai berdjumpa lagi ! Djangan lupa kirim surat kepadaku !“
Sutjinpun mengangkat Pauwhoknja dan melambai-lambaikan tangan untuk Lo Tie Djim dengan langkah lebar mengikuti djalan raya untuk menudju kekota Tongking.
Setelah kurang lebih 8 hari, sampailah Lo Tie Djim di Tongking. Beberapa kali ia bertanja kepada penduduk, achirnja dapat diketemukan sebuah kelenteng besar jang memakai mereka; „ TAY SIAN KOK SIE “ dengan huruf tinta mas.
Legalah hati Lo Tie Djim, sebab beaja dan bekalnja kebetulan sudah habis. Tjepat² Lo Tie Djim mengetuk pinta kelenteng jang tebal dan kokoh itu. Dari dalam segera keluar seorang teetju jang membukakan Pintu dan mempersilahkan masuk.
Belum Lo Tie Djim menempelkan pantatnja keatas kursi, dari dalam terdengar suara langkah kaki jang berat. Lo Tie Djim menoleh, dan nampaklah dihadapannja seorang Hwee Sio tinggi besar dengan wadjah angker Hoohan kita menduga ini pasti ketua kelenteng Tay Siang Kok Sie, tjepat² Lo Tie Djim berdiri dan Kiong Tjhiu Merekahlah senjum jang lebar dimulut Hwee Sio itu.
Lo Tie Djim :
“ Tiangloo, saja datang dari Ngo Tay San. Suhu dari Ngo Tay San telah wakan serta seputjuk surat untuk Tiang loo. “ Segera merogoh kedalam sakunja. dan mengeluarkam seputjuk surat jang diterima segera oleh Tiangloo Tay Siang Kok Sie. Setelah Tiangloo itu membatja isi surat dari Lo Tie Djim, ia mengerutkan alisnja dan berdiam diri.
Lo Tie Djim merasa djengah dan kurang enak, ia menduga pasti didalam surat itu diterangkan akan segala hal icwal pribadinja. .... heija, bagaimana Tiangloo ini akan menilai diriku terserahlah ? Demikian Lo Tie Djim melamun.
Tiangloo itu lalu mempersilahkan Lo Tie Djim duduk, kemudian bergegas masuk kedalam
Didalam kelenteng jang lebar dan besar ini dihuni oleh ratusan Hwee Sio dan tjalon² Hwee Sio. Segera Tiangloo itu mengumpulkan murid²nja untuk merundingkan Lo Tie Djim.
Tiangloo :
” Para teetju, hari ini Suhengku dari Ngo Tay San telah menitipkan seseorang kepadaku. Aku membatja surat Suhengku itu sangat terkedjut, sebab di terangkan dengan djelas sifat² dan segala hal ichwalnja. Dia adalah bekas komandan keamanan kota Kwan See, tetapi karena membunuh seorang Wan Gwee, maka larilah dia......
Apakah karena insjaf ataukah karena takut ditangkap oleh alat² negara Dia telah sudi mentjukur rambutnia dan akan mendjadi Hwee Sio. Karena hal inilah aku mengumpulkan “kalian untuk berunding.”
Seorang teeiju berkata:
“Suhu, kalau benar dia bekas membunuh orang, sebaiknja kita tolak sadja. Mengapa kita harus mentjari penjakit?”
Tiangloo:
“Heija. . . . . sulit. . . . sulit. Kalau aku menolak, aku malu pada Subengku, Tetapi kalau kuterima dia terlalu bengal, kesar kepala dan kasar . . . .”
Semua berdiam diri untuk memikirkan antara dua: Diterima atau Ditolak:
Setelah agak lama maka berkatalah Tiangloo itu dengan perlahan:
“Kalau dia mau, baik kita terima sebagai pengawas kebun sadja, barangkali akan dapat merubah keadaan dan dapat menjelamatkan kita dari gangguan² paubalongok.” Para teetju serentak berseru. “Betul, betul! Pikiran suhu sudah tepat sekali! Bukankah diantara kita sudah tidak ada seorang jang sanggup mendjaga kebun itu. Suhu Pantjalongok itu ratusan djumlahnja dan rata2 mereka mengerti ilmu silat. Barangkali orang baru itu burgeenja tinggi dan bisa memberantas maling2 ketjilan ini, haha..... haha....”
Semuanja tertawa, sehingga Tiangloo itupun tertawa girang. Segera diperintahken Lo Tie Djim masuk dan diberikan keterangan:
„Tie Djim, aku telah membatja surat dari Suhengku, Suheng menerangkan bahwa aku harus menolongmu, memberikan tempat dan pekerdjaan....... djuga mendidikmu. Untuk pertama kali aku akan menempatkan kau dibelakang biara ini sebagai pengawas perkebunan. Ketahuilah Ti Djim bahwa kami ratusan djiwa ini semuanja menggantungkan hasil kebun untuk makannja setiap hari. Tetapi selalu ada sadja gangguan² dari penduduk disekitar sini, jang kerdjanja hanja sebagai pantjalongok, maling ketjil²an Mereka selalu datang pada saat panen...... djumlahnja ratusan. Sehingga kami tinggal memperoleh sisa² nja sadja jang tidak seberapa.......“
Lo Tie Djim menggeram:
„Lagi² aku mendengar hal² jang tidak adil dan benar, Suhu aku terima baik pekerdjaan itu Dan aku sanggup menanggulangi maling² tjilik itu.“
Para teetju dan Tiangloo Tay Siang Kok Sie amat girang mendengar pernjataan dari Lo Tie Djim.
Tiangloo Tay Siang Kok Sie lalu memberikan beberapa pendjelasan pada Lo Tie Djim
- „Kebun kami terletak dibelakang kelenteng Luasnja kurang lebih 15 Bau. Dalam kebun itu kami menanam kentang, sajur majur, ubi, djagung dan buah²an.
Sebenarnja hasilnja tjukup untuk menghidupi kami se Wihara ini, namun seperti jang kami terangkan tadi, tiap panenan ratusan penduduk jang malas bekerdja itulah jang merusak dan mentjuri hasil kebun kami..... heija ... sungguh manusia² jang durhaka.
Lo Tie Djim:
„Suhu, apakah tidak ada jang mendjaga kebun itu ?“
Tiangloo itu menggelah napas dan mendjawab:
„Beberapa kali itu selalu mengalami gangguan jang hebat, Jang baru berhenti seminggu ini, oh amat kasihan, kakinja telah mendjadi tjidera, karena mengadakan perlawanan jang heibat Sampai hari ini belum ada diantara murid²ku jang berani mendjaga kebun itu.“
Lo Tie Djim tertawa lebar :
„Djangankan ratusan ..... Suhu. tatkala aku djadi komandan keamanan dikota Kwan See, pernah memimpin satu kompi serdadu melawan ribuan kaum begal,dan sedikitpun aku tidak gentar Regu kami dapat menghantjur-leburkan barisan perampok² jang tak tahu diri itu, Kini kebetulan aku mendapat tugas mendjaga kebun itu, nah Suhu, aku menerima baik tugas itu.“
Tiangloo berpaling pada seorang teetju dan berkata:
„Antarkanlah Tie Djim kebelakang, tudjukan tempat ia harus berdjaga !“
Teetju itu mengangguk dan menggapai pada Lo Tie Djim. Lo Tie Djim memberi hormat pada Tiangloo dan menjeret pauwhoknja mengikuti Teetju itu jalan kebelakang Kebun jang luas dari kelenteng Tay Siang Kok Sie ini terletak dibelakang kelenteng, djarak kira2 setengah Km. Memang kebun ini amat luas sajang tidak ada tembok atau pagar jang kuat.
Pinggiran kebun itu hanja dibatasi dengan pagar bambu jang sudah tak terurus. Dikebun ini penuh dengan pohon2 djeruk' Yang-liu dan 3/4 tanah ditanami sajur2an, Sawi, bajam, tomat, kentang, ubi, katjang, labu dll. Setelah me-lihat2 sekelilingnja Lo Tie Djim lalu bertanja pada Teetju jang mengantarkannja itu
„Datang darimanakah pantjalongok2 jang sering mengganggu tanam2an ini ?” Teetju itu mendjawab dengan lantang dan sengit ;
“Mereka selalu membobol pagar jang dibagian barat itu. Oh, sungguh mendjemukan, mereka tahu sadja bila kita akan panenan, sebab maling2 itu adalah penduduk didaerah sini sendiri. Sajangnja diantara kami tidak seorangpun jang mengerti ilmu silat, sehingga mereka berani mempermainkan.“ Lo Tie Djim tertawa gembira, katanja :
„Apakah engkau ingin beladjar ilmu silat“Teetju itu senang sekali dan tak henti hentinja memandang kepada Lo Tie Djim se-akan2 ia kurang pertjaja pada Lo Tie Djim. Sebab memang Lo Tie Djim potongan nja gede gendut, djadi aneh kalau memiliki ilmu silat jang tinggi.
Lo Tie Djim tertawa ter-bahak2 katanja :
„Siauwlian [anak muda] kau lihat ! Pedangku ini beratnja 45 kg, dan tongkat besiku ini beratnja 62 kg. Mulai hari ini pantjalongok2 itu tidak akan dapat berbuat seenaknja lagi. Aku akan menghadjarnja sampai mereka menjadi lunak,“
Siauw Teetju itu setelah omong2 agak lama lalu mengadjak Lo Tie Djim kedapur untuk makan bersama
LO TIE DJIM MENTJABUT SEBATANG
POHON YANGLIU DAN MENUMBANG-
KANNJA SAMPAI KEAKAR-AKARNJA.
SEORANG JANG BERKEPALA MIRIP MATJAN TUTUL (PA TJU THAO)
MENGHADAP KEMARKAS MATJAN PUTIH/
PEK HOO TONG
Bagai topan mengganas, menjapu menghembus
awan bersih musna
beginilah sendjata menggempur, melebur musuh
fadjar kemenangan megah membara
bagai pahlawan pulang kenusa damai
bersuka, bertemu kawan dibatas negara
bersua berpadu tekad menggalang dunia Damai,
Adil dan Sedjahtera.
(Sandjak oleh : Kao Tay)
● ● ●
„Pendjaga kebun jang baru berhenti itu amat malas dan lemah. Setiap maling² itu datang menjatroni, ia tidak berdaja.
Maling² tjilik itu makin berani, menarik tubuhnja dan di-indjak² sehingga mendjadi tjidera. Baru seminggu jang lalu ia minta berhenti......wah, memang kurangadjar.
Paman, bukan baru kali ini sadja, tetapi Tay Siang Kok Sie ini sudah ber-turut² 7 kali berganti pendjaga kebun.
Semuanja minta berhenti karena tidak sanggup menahan gangguan² pantjalongok itu. Paman, hajo tambah lagi!“
Lo Tie Djim meraih buah2an dan memakannja dengan lahap. :
”Hiantiet, ja aku akan memanggilmu keponakan sadja.
Dimana kamar tempat tidurku ? Tolong antarkan. biar aku dapat melepaskan lelah Hiantit, djadinja aku sendirian harus tinggal dikebun ini ?“
Siauw teetju tertawa :
”Memang, memang Paman harus sendirian mendjaga kebun itu, terapi bila ada urusan penting, paman boleh mengetuk pintu penghubung ini“.
Lo Tie Djim berdehem: ”Hem. hmmm... jah. eh. Hiantit, kamar tidurku dekat sekali dengan kakus ? ”
Kembali Siauw teetju tertawa ter-gelak2 karena geli
”Memang W.C. kami ditempatkan dibelakang supaja jang bersembahjang tidak terganggu bau busuk ... haha ... haha...„
Lo Tie Djim pun ikut tertawa ter-gelak2 ... Setelah tiba dikamarnja Lo Tie Djim lalu melemparkan Pauwhoknja. Katanya :
„Hiantit, kau boleh tinggalkan aku, aku amat lelah dan akan tidur dulu. Nanti malam biar aku tahan melek mandjaga kebun sajur²an ini“
Siauw teetju „Baik, baik, selamat mengaso paman.“
Siauw Teetju lapor kepada Tianglooo Tay Siang Kok Sie, semuanja merasa puas, mereka pertjaja sekali ini maling tjilik itu akan menemukan batunja.
Benar djuga apa jang d tjeritakan oleh Siauw teetju dan Tiangloo Tay Siang Kok Sie. Penduduk sekitar kelenteng ini tatkala mengetahui bahwa datang seorang baru jang mendjaga kebun sajur sajurab. Mereka lalu berunding.
Ketua pantjalongok ini jang kesatu bernama To Sam, djulukannja siauw Tie atau Sitikus ketjil. Orngnja bertubuh ketjil, pandek dan djorok Jang kedua bernama Lie-Shu Ay, djulukannja Tok Tjoa atau ular berbisa. Tubuhnja tinggi kurus seperti galah. 2 pemimpin mengumpulkan anak buahnja untuk mengadakan gangguan pada pendjaga kebu n jang baru. Mereka ingin mengetahui sampai dimana kekuatan dan keli. . .ya sipendjaga baru itu.
Tio Sam sitikus litjin dan pandai bertipu muslihat membuka suara ;
„Kita nanti petang beramai2 mengundjunginja Hari ini belilah beberapa tjawan arak dan makanan sebagai bingkisan Dia pasti tidak tjuriga, sebab kita datang untuk berkenalan Nanti supaja kita datang dan mengerumuninja, saat itu aku dan Lie Shu Ay madju dan Kui untuk memberi hormat Kalian harus segera bertindak dan mengerojoknja, apabila aku dan Li Shu Ay nanti berhasil menarik sepasang kakinja. Haha ..... haha ..... Bagaimana? Bukankah tipu ini baik dan besar kemungkinan kan berhasil ? Hahaha .. hahaha .. hahaa ...“ Sitikus menjeringai sehingga gigi2nja jang kuning mas itu terlihat semuanja.
Si ular berbisa pun menjetudjui rentjana ini, katanja ;
„Kalau dia dapat kita rubuhkan, pasti tidak ada muka lagi untuk mendjabat sebagai pengawas kebun. Haahhaaa ... setudju banget, setudju banget .. hahaa Akoor deh
Anak buahnja jang berdjumlah ± 40 orang ber-sorak2 dan memudji usul Pangtjunja.
Sore hari itu Lo Tie Djim setelah mandi dan tangsel perutnja, ia mondar mandir sendiri dibawah pohon Yanglin.
Agak2nja malam nanti tjuatja akan indah bulan samar2 terlihat dibalik awan, bagaikan putri malu jang sedang menngintip patjarnja
Hari belum petang, setjara tiba2 Lo Tie Djim melihat puluhan orang merajap memandjat pagar bambu dan akan masuk kedalam kebun Seketika Lo Tie Djim meng.entikan dialan2nja, ia mengawasi dengan waspada, p ki nj: ... hemm.. hem akan kutaklukkan mereka sehingga djeri unpuk se-lama2nja
Rombongan itu dipimpin oleh dua orang jang satu ketjil pendek, dan jang satu lagi kurus tinggi seperti galah.
Memang tidak salah mereka adalah Tio Sam sitikus dan Lie Shu Ay jang sedang memimpin anak buahnja untuk mentjelakakan Lo Tie Djim
Begitu dekat semuanja berpentjar berbentuk lingkaran. dua pemimpin itu menghadap dan kui untuk memberikan penghormatan. Seorang lagi madju mengangsurkam segotji arak dan serantang makenan
Tio Sam buka svara : ” Kami adalah penduduk dibelakang Tay Siang Kok Sie ini. Mendengar bahwa ada seorang baru jang bertugas mendjaga kebun, kami sangat tertarik. Sebab pendjaga kebun jang baru ini, pasti be kepandaian tinggi dan bernjali besar. Maka kami datang ber- sama2 untuk berkenalan, “ Tio Sam dan Lie Shu Ay mendjura lagi dan badannja menggeser madju mendekati Lo Tie Djim.
Lo Tie Djim bertjuriga atas sikap dua orang jang kui ini. Pikirnja ... mengapa kui demikian lama pasti orang orang ini akan mendjigwa [tjoba2] dengan saja.
Lo Tie Djim pura2 mendekati, dan benar djuga ramalan Hoohan kita ini, sebab begitu kakinja berada dimuka mereka,
Segera Tio Sam dan Lie Shu Ay mengu lurkan tangannja untuk menggait kaki Lo Tie Djim dengan ilmu serangannja Tok Tjoa Tjhut Tong atau ular berbisa keluar dari liangnja. Lo Tie Djim tidak mendjadi gentar, tjepat2 ia siam untuk mematahkan serangan menndadak itu, dan dengan sebat ia pura² tertjengkang, namun kaki2nja dengan tjepat mengirim dupakan kearah muka dengan Tiat Pan Kio atau Djembatan palsu dari besi.
Kontan kedua penjerang itu mendjerit berbareng dan tubuhnja mental sampai 3 meter. Lo Tie Djim amat marah, ia mengedjar musuh2nja dan mengha arnja sampai tubuh kedua penjerang itu menggelinding masuk selokan.
Kedua pemimpin pantjalongok itu mendjadi basah kujup dan bertidihan, sehingga ngrungsep tidak bisa bangun.
Lo Tie Djim berpaling kepada anak buah Tio Sam dan berseru :
„Hajo angkat mereka! Dan tolong mimpinmu !"
Setelah kedua pemimpin itu ditolong oleh anak buahnja dan diangkat ketanah. Mereka lalu ber-sama² merubung Lo Tie Djim dan saling memperkenalkan dirinja masing².
Tio Sam sitikus sakti berkata:
„Kami telah kau kalahkan, hal ini membuktikan bahwa kami kalah lihay. Maka kami tidak menjesal tidak merasa malu.
Kedatangan kami ini memang sengadja untuk mengetahui kelihayan suhu, sekalian mengudjinja. Beberapa kali Tiangloo mengangkat pendjaga kebun sawi ini, tetapi mereka tidak memiliki kemampuan apa². Suhu, baru kau inilah betul² seorang jang memiliki ilmu silat tinggi.
Lo Tie Djim tertawa senang, katanja:
„Aku dulu adalah komandan keamanan
kota Kwan See.“
Karena membunuh seorang lintah darat, aku djadi buronan, hahaaa... haha. dan kini aku telah mentjukur rambutku untuk djadi Hwee Sio, haha... haha...
Lie Shu Ay menjambung pembitjaraan:
„Suhu, kami adalah penduduk jang tinggal dibelakang kelenteng Tay Siang Kok Sie ini, djadi kami adalah tetangga. Pekerdjaan kami adalah berdjudi, dan atjap kali mentjuri tanam²an disini dan mendjualnja kepasar untuk menjambung kehidupan kami Tetapi kini kami sadar, dan kami ingin kembali mendjadi orang baik², asal. . . . oh,....asal....“
Lo Tie Djim heran dan segera bertanja:
“Asal apa? Heh, asal apa? Hajo bilang!”
Lie Shu Ay: “Asalkan Suhu sudi mengadjarkan pada kami ilmu silat.” Lie Shu Ay mengawasi terus wadjah Lo Tie Djim.
Lo Tie tertawa ter-gelak², sampai seluruh tubuhnja bergerak dan ter-gontjang² :
“Hahahan.... hahah... hahaha. . . baik, baik.
Setelah aku tinggal dikebun kelenteng Tay Siang Kok Sie, sudah seharusnja kalau bersahabat dengan kalian.”
Sedang Lo Tie Djim dan mereka bertjakap² dan bersendagurau, tiba² mereka dikedjutkan oleh suara burung gagak. Gaok, — gaok, gaok, gaok........ burung gagak itu tidak hanja seekor, tetapi ada 6-7 ekor jang terbang diatas kepala mereka dan tak henti²nja berkoar.
Tio Sam: “Suhu, disini banjak sekali terdapat burung gagak.
Sebab mereka bersarang di-pohon² Yang-liu itu,
Suhu, menurut tjerita orang² gagak itu bila berkoar diatas kepala orang, akan ada hal² jang tidak baik.” Lo Tie Djim berdiri dan memandang burung burung itu, katanja;
“Bila demikian, aku akan merusak sarang² mereka, supaja mereka pindah dari tempat ini.”
Beberapa diantara mereka berkata: “Suhu apakah akan menebang pohon Yangliu itu ?” Belum Lo Tie Djim mendjawab. sudah ada beberapa lagi jang bitjara : “Suhu, kami ambilkan tangga jang tinggi dulu untuk da- pat mentjapai sarang burung gagak itu dan merusaknja.”
Lie Shu Ay berkata pada Tio Sam: „Tie Hengkau boleh naik keatas pundakku, aku akan mendukungmu untuk meraih sarang² itu dan merusaknja“.
Mereka ribut² dengan pikiran² dan tjara² untuk merusak sarang burung itu.
Sedang mereka sibuk dengan ide² dan pelaksanaannja, Lo Tie Djim menjingsingkan lengan badjunja dan berkata,
„Tidak usah, tidak usah..... Lo Tie-Djim mendekati-Ponon Yangliu jang tinggi besar itu dan dengan tangannja mentjoba mendorong2nja. Kemudian ia merangkul batang pohon itu, sepasang kakinja Gia Bhe Si, setelah hening beberapa detik. Lo Tie Djim berteriak keras, dan pohon Yangliu itu tertjabut sampai seakar2nja. Pohon Yangliu itu lalu ditumbangkan dan puluhan pantjalongok itu bet-sorak2 kegirangan. Mereka ber-lari2 medekati gerombolan daun2 Lo Tie Djim menumbangkan pohon Yang Liu, tempat sarang burung² Gaok.
Tio Sam memudji dengan rasa hormat: „Suhu, engkau amat kuat dan gagah aku tidak akan berani lagi bermain gila denganmu. Dan kami akan mengundjungi Suhu tiap petang untuk beladjar ilmu silat."
Lo Tie Djim; „Baik, baik, dan djangan lupa, sekali2 bawakan aku arak jang bagus."
Tio Sam dan Lie Shu Ay berbareng mendjawab;
„Baik, akan kami ingat pesanan Suhu." Lalu berpaling kearah anak buahnja dan mengadjak mereka pulang.
„Suhu, karena sudah lama, kami minta permisi."
Lo Tie Djim mengangguk2kan kepalanja jang gundul.
Demikianlah, sedjak saat Lo Tie Djim mendjadi pendjaga kebun, tanam2an dikebun itu tidak pernah ada gangguan maling² lagi. Ratusan pantjalongok itu telah sadar dan tidak berani lagi bermain gila apa lagi mentjuri atau merusak tanam2 an dikelenteng Tay Siang Kok Sie Tiangloo dan para teetjunja dapat hidup dengan riang gembira, dapat mengetjap hasil tanam2 annja.
Pantjalongok itu tiap petang pasti datang mengundjungi Lo Tie Djim sambil membawa arak dan makanan untuk bertjakap-tjakap atau beladjar silat. . . . . . . . . . . . Pada suatu petang, Lo Tie Djim mengadjarkan mereka permainan tongkat.
Dapat diketahui bahwa tongkat Lo Tie Djim jang terbuat dari besi itu, beratnja 62 kg. Maka tak ada seorangpun diantara mereka jang sanggup memainkannja. Hal ini memang disengadja oleh Lo Tie Djim untuk membikin mereka lebih djeri.
Lo Tie Djim Lihatlah tjara2 bermain tongkat, antara serangan dan pertahanan harus seimbang, sehingga lawan sukar merobohkan kita."
Selesai kata2 nja Lo Tie Djim lalu memutar mutarkan tongkat besinja itu, ia amat kuat dan gagah Tongkat besi jang berat itu ditangannja se-akan2 sebatang galah jang ringan.
Para pantjalongok mengawasi sampai melotot, mereka kagum dan sangat memudji kegagahan Lo Tie Djim,
Angin mendesau, tatkala tongkat besi itu disabetkan. . . . . . .
Sedang asjiknja mereka menonton Lo Tie-Djim jang sedang mendemonstrasikan Tongkat besinja atau Thie Koay Sian. Tiba2 dari arah selatan ada suara seseorang jang memudji permainan itu: "Sungguh bagus, sungguh, permainan tongkat besi ini sungguh indah dan bagus!"
Mendengar pudjian setjara tiba2 ini, Lo Tie Djim tjepat menghentikan permainannja dan bertanja kepada pantjalongok itu.
"Siapakah dia? Orang darimanakah dia itu?"
Orang² mendjawab: “Suhu, dia adalah mendjaga keamanan kata Tongking. Namanja Liem -Tjiong Dia adalah orang baru pula dikota ini, seperti Suhu Pendatang baru”
Lo Tie Djim lalu menoleh kearah orang baru itu dan menggapainja:
“Loheng, hajo, mampir dulu dan omong², kebetulan kami ada sedia arak dan makanan.
Mari kita nikmati dibawah sinar bulan purnama. . . .hahaha. . . .haha{. . . . . . .”
Orang jang memudji itu, badanja tinggi tegap, kepalanja berbentuk seperti matjan tutul, sinar matanja tadjam dan djernih sehingga nampaknja sangat gagah sekali. Ia mendengar adjakan Lo TieDjim, kontan menggendjot tubuhnja melewati pagar bambu itu.
Dan dengan djalan pe-lahan², seperti harimau turun gunung menghampiri kelompok orang² dan Lo Tie Djim jang sedang ber-tjakap² itu. Liem Tjiong lalu membungkkan badannja dan Kiongtjiu kepada Lo Tie Djim. Semua kawan an pantjalongok itupun berdiri menjambut kedatangan Liem Tjiong.
Lo Tie Djim lalu mengadjaknja duduk dipelataran dan omong² Liem Tjiong berkata:
„Siauwtee datang bersama istri, saat ini pun isteriku masih berada didalam kelenteng untuk bersembahjang, karena tepat dengan shedjinja kelenteng Pek Ma Se sehingga banjak orang mengundjungi kelenteng, untuk melihat keramaian.“
Lo Tie Djim:
„Aku orang baru dikota Tongking ini, maka tidak mengetahui kalau diluar ada keramaian hahaa . . . .
Lauwiee, baik kita bersahabat, sehingga aku punja kenalan dikota ini untuk ber-omong²."
Liem Tjiong :, Oh, Siauwee mendjadi amat girang mempunjai saudara seperti Loueng gagah dan polos
. . . . .belum habis ia ber-tjakap² dengan Lo Tie Djim, tiba2 terdengar suara pelajan wanitanja jang menjarinja.
- ,.Liem Toaja, Liem Toaja lekas tolongin dong Thaythay ! Thay hay sedang diganggu oleh pemuda2 Lidung belang. . . . .Liem Toaja! . . .
Suara pelajan perempuan Liem Tjiong ini sambil menangis, sehingga hati Liem Tjiong bertjekat, .. pikirnja ..... wah, ini pasti keterlaluan tindakan pemuda2 bergadjul itu terhadap istri saja Maka Liem Tjiong lalu berpamit pada Lo Tie Djim dan menggendjot tuouhnja keluar paga., sekedjap lenjap bajangan tububnja. . . . . .
Tiba dikelenteng, benar2 membuat darah Liem Tjong mendidih.
la menjaksikan dengan mata kepalanja sendiri bagaimana istrinja sedang di-tarik² oleh seorang pemuda jang mengenakan pakaian sutera halus dan tanda dari putera seorang berpangkat.
Memang tidak salah, pemuda hidung belang ini adalah putra Komandan Kim Ie Wee Ko Kiu, jang bernama Ko Nga Lue.
Pada djaman dahulu kala memang putra seorang berpangkat tidak usah bekerdja, sebab biasanja akan mewarisi pangkat ajahnja. Seperti halnja Ko Nga Lue ini, ia hanja kelujuran dan suka mengganggu gadis², bahkan istri² orang..
Sungguh perbuatan ini amat bedjat dan tidak adil !
Liem Tjiong jang berdjiwa bersih dan gentleman, melihat istrinja dibuat permainan, tanpa pandang balu. Tidak perduli jang mengganggu ini adalah putra Komandan Kim le Wee, la menghampiri dan menghadjar pemuda itu hingga ngrungsep ketanah. Mukanja bengap dan giginja rontok, darah bertjutjuran dari mulutnja jang agak mantjung itu.
Para pengiringnja jang berdjumlah tidak sedikit datang meluruk, mengadakan pengepungan atas diri Liem Tjiong.
Tetapi Pa Kauw Thao Liem Tjiong atau sikepala matjan tutul, sedikitpun tidak merasa djerih, sebab ia sebenarnja dipihak jang benar.
Liem Tjiong berkata dengan njaring:
"Hajo, kerubut aku! Bila kalian ingin berkenalan dengan kepalku hajo, djangan tanggung² madju berbareng. Djangan satu-satu!" Karuan pengiring Ko Nga Lue kontan madju dan mengerojok Liem Tjiong. Seluruh pengundjung kelenteng mendjadi katjau balau, hiruk pikuk dan sangat gaduh, Kaum wanita lari serabutan, karena takut melihat perkelahian. Kanak2 berteriak-teriak, karena kegirangan melihat tontonan jang tidak bajar. . . . .
Orang2 tua bingung, sebab jang berhantam adalah putra seorang berpangkat, mereka takut, nanti kerembet peristiwa ini. dan bermatjam2 jang dipikirkan dan dilakukan oleh chalajak ramai itu. Djalannja sembahjangan mendjadi katjau, sebab teriakan2 mengerikan dari beberapa pengiring Ko Nga Lue jang terhadjar tangan Liem Tjiong jang tak tanggung2 dahsjatnja.
Untungnja patroli datang dan membubarkan perkelahian itu.
Pada saat itupun Lo Tie Djim si Hwa Hwee Sio atau Hwee Sio kembang karena dojan daging dan getol minum arak, datang dengan membawa Thie Koay Siannja. Namun perkelahian telah sampai pada bubarnja. Lo Tie Diim ikut girang, karena istri sahabatnja telah dapat disalamatkan dari gangguan para bergadjul.
Ko Ngo Lue dengan menderita malu besar, mengadjak para pengiringnja pulang kemarkas ajahnja.
Tiba dimarkas. langsung Ko Nga Lue masuk kekamarnja dan tidur.
Para pengiringnja amat sibuk dan bingung sebab hadan tuan ketjilnja ini seperti majat, dingin dan lemah sekali.
Terdengar suara jang lemah dari Ko Nga Lue:
"Paman, siapakah orang jang menghadjarku itu ? "
Pengiringnja mendjawab: "Itulah Ong Kauw Thao atau Kepala keamanan kota Tongking, Liem Tjiong namanja"
Ko Nga Lue merintih memilukan :
"Oh..suaminjakah dia ?
Pelajannja mendjawab :
Betul, betul. Liem Kauw Thao adalah suami njonja jang Siuw ya ganggu dikelenteng itu.
Ko Nga Lue :
"Oh . . . . aku tidak bisa aku hidup tanpa dia, . .
Pelajan jang setia itu kaget /
Siuw ya,tjelaka ! Siuw ya masih muda, bisa mentjari djodoh jang masih gadis. Djangan, djangan Siuw ya merusak rumah tangga orang lain Itu durhaka terkutuk ..
Ko Nga Lui mangingau ;
"En, eh. Kau amat tjantik.. . .
djangan tinggalkan aku! Djangan, . . . .aku bisa mati kau tinggalkan. Nona, non' nona kau manis sekali. !“ Pelajan jang setia itu mendjadi terharu, melihat tingkah laku tuan mudanja jang mendjadi terganggu ingatannja. Setelah menunggu sesaat keluarlah pelajan tua itu dan lapor pada Ko Kiu. Pelajan tua menghadap pada Ko Tjiang kun : „Taydjin (Paduka jang mulia ), putra Taydjin telah menderita sakit keras. Tidak dojan makan dan minum, sebentar² mengingau dan mengeluarkan kata-kata jang gandjil. Tjobalah Taydjin menengoknja
Ko Kiu bertjekat, sebab Ko Nga Lue adalah putra satu² nja. Sambil ter-gesa2 djalan Ko Kiu ber-kata² sendiri,
"Oh. sungguh tjelaka ! Kalau kehilangan harta tidak mengapa, asalkan djangan kehilangan anakku.
Hei, Sien Hie dari mana sadja anakku tadi sore ? "
Pelajan tua itu agak gugup mendjawab tuannja :
"Tadi...tadi.... ? "
Ko Kiu mendjadi marah
"Ja, tadi kemana anakku itu ? "
Sien Hie: "Tadi kami bersama beberapa pengawal mengantar Siauwya kekelenteng Pek Ma Sie melihat keramaian.....
Ko Kiu tjepat bertanja;
"Lalu kanapa dia bisa djatuh sakit ? Apakah kena gangguan setan ?"
Sien Hie; "Oh, tidak, tidak. . . . Siauwya terganggu oleh seorang njonja muda jang tjantik rupawan.
Ko Kiu tidak marah lagi, meledaklah tawanja jang keras ;
"Hahaha.... haha..... hah kalau Begitu anakku tidak sakit apa². Kau tetap tolol.
Bukankah normal kalau seorang pemuda djatuh djinta pada seorang wanita?”
Sien Hie; “Tetapi, eh. . tetapi Taydjin . .”
Ko Kiu masih djuga tertawa . . .: “Dimana sekarang dia tidur?, Hojo lekas tundjukkan kamarnja!”
Sien Hie sipelajan tua mendjadi amat bingung . . . . djatuh cinta pada seorang gadis tidak mengapa. Tetapi kalau merusak pagar ayu apa djadinja?
Bagaimanakah nasib LIEM TJIONG selanjutnya?
Dapatkah LIEM TJIONG hidup bahagia bersama istrinja jang djelita?
Betahkah LO TIE DJIEM tinggal di TAY SIANG KOK SIE?
Dan kisah-kisah selandjutnya........
Batjalah seri 3! segera terbit !
Akan menjusul tokoh-tokoh 108 pendekar Gunung Liang San antara lain:
YO TJIE, BU SIONG, dll
Bu Siong di Bukit King Yang Kong memukul mati Si Radja Hutan dengan tangan kosong
楊志
Yo Tjie menawarkan pedang pusakanja