Halaman:Babad Jaka Tingkir, Babad Pajang.pdf/85

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

bahagia ataupun senang manakala menerima kemulyaan.

Pada hakekatnya orang yang telah memegang adanya "rasasejati" itulah, dapat dikatakan sudah memegang "inti dari rasa" (pusering rasa). Rasa yang sedemikian itu dapat dikatakan Raja dari segala rasa, sebab "rasa-sejati" akan membawahi segala macam rasa di badan manusia ini, dia akan dapat mengendalikan segala aneka rasa. Orang yang sedemikian itu, yang sudah memiliki "rasa-sejati," sudah dapat dikatakan selalu mulya rasanya, dia dalam keadaan "waluya jatimurti" (hidup sempurna dan menerima kemulyaan yang sesungguhnya).

Jeng Susunan Kudus bukan main amarahnya, berkatalah "Saudaraku Pangeran Sitijenar, kalau demikian ucapanmu itu kau katakan tak ubahnya dirimu sama dengan Tuhan, atau setidaktidaknya kau mengaku dirimu Tuhan. Perbuatan anda tak ubahnya tingkah seorang setan, bualanmu mempesona hati namun jelas di belakangmu tampak "jabariyah," hai Seh Sitijenar kau mengaku-aku dirimu sebagai Tuhan. Dirimu hina, tak ada gunanya kau hidup di dunia ini, iblis telah merasuki jiwamu. Akhirnya pun kau akan sengsara di dunia ini, kau akan mendapatkan hukuman dari negara. Sebab kau sudah berani melanggar kukumulah, berani menyimpang dari sarak Rasululah, kau sudah berbuat kerusuhan dan mengganggu akan hukum-hukum negara.

Kau Sitijenar seorang yang sudah kelewat berani berulah berbuat menelanjangi sarak Rasulullah, tak ada lain hukuman yang dijatuhkan padamu "mati". "Jeng Sunan Kudus mengundangkan, Seh Sitijenar sudah jelas akan kesalahannya dan akan menerima hukuman "hukuman mati," pelaksanaannya dipenggal lehernya dengan pedang besok pada hari Jumat selepas sembahyang Jumat.

Pangeran Sitijenar atau Seh Sitijenar, Seh Lemahbang mendengarkan kata-kata Jeng Sinuhun Kudus yang merupakan putusan hukuman mati kepadanya dengan tersenyum. Kelihatan kedua matanya bersinar kemilau, raut wajahnya bercahaya menandakan dia seorang yang memiliki hati yang sentosa dalam tekad dan pendirian, hatinya kokoh sedikit pun tak ada rasa was-was maupun takut. Lemah-lembut dengan senyumnya yang khas Pangeran Sitijenar berucap, "Wahai teman-temanku para Wali-agung dan

83