Halaman:Babad Jaka Tingkir, Babad Pajang.pdf/38

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

ku. Bodoh lagipula tak ada harga diriku ini. Mula dari kecil aku ini selalu menuruti kemauan sendiri, terlanjur sudah hidup tak tentu arah, semaunya sendiri.

Bagiku tak terlintas dari benakku akan dapat mengabdikan diri pada seorang raja, manakala lagi pada waktu itu aku belum mengenal tulisan.

Banyak teman handai taulan yang pandai-pandai dalam tulis-menulis, namun dirikulah yang paling bodoh.

Tak ada ilmu yang kupunyai, bagaikan tak tahu aku akan arah mana utara dan mana yang selatan. Oleh Karena itu, aku dimurkai oleh raja. Adapun kedatanganku di sini ibu, sama sekali tak terlintas dalam pikiranku untuk berbuat yang jahat.

Tak terlintas dalam benakku akan mengganggu, sebenarnya ibu aku ini sedang dalam tugas menjalani perintah Raja Majapahit.

Ditugaskannya kepadaku untuk menggambar seisi langit dan akasa-raya ini, semua penghuni yang elok-elok di dalamnya.

Aku berada di dirgantara dikarenakan naik dengan layang-layang yang tak ubahnya bagaikan perahu-kunting (Kecil), dilengkapi pula layar-layar sebagai penampung angin.

Banyak pula perlengkapan kebutuhanku dibawakannya, malah lihatlah ibu masih tersisa berlebih-lebihan di dalam kurungan tempat tinggalku ini.

Ibu manakala tugas pekerjaanku telah selesai, datanglah angin deras meniup mendorong layang-layang yang kutumpangi ini ke bawah. Siang dan malam layang-layang menurun mengarah ke daratan.

Tampak olehku sudah gunung-gunung, berbareng dengan matinya (berhentinya) angin meniup mendaratlah layang-layang yang kutampi tadi, waktu itu sudah larut malam menjelang pagi hari.

Mendaratlah kurunganku ini di daratan, waktu itu hatiku bertanya-tanya di manakah gerangan aku ini. Untung bagiku, melihat kedatangan ibu.”

Janda Kim Liong yang asyik mendengarkan cerita Raden Jaka Sungging Prabangkara, terheran-heran dirinya. Tak sepatah

36