Halaman:Babad Jaka Tingkir, Babad Pajang.pdf/29

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

tuhkan, suatu putusan yang tidak tepat, hanya sesal dan derita yang disandangnya.

Andaikan dia (R. Sungging Prabangkara) mati, apakah sudah terobati atau terpuaskan kemauannya? Sudah padamkah kemarahannya, sebenarnya itu hanya suatu tindakan manusia yang keliru.

Tindakan yang terburu-buru, tak dipikirkan terlebih dahulu. Dikarenakan nafsu saja, telah berani melanggar akan ketertiban hukum.

Hukum diperkosa (ngutuh-tak tahu malu) tak tahu diri lagi, budi-luhur dan keutamaan jauh ditinggalkannya. Akan halnya contoh raja-raja dahulu kala, bukankah mereka itu menjunjung tinggi adanya tertib hukum, mengenal akan batas-batas wewenangnya?

Hati yang bijaksana yang selalu dikenalnya, bukankah mereka-mereka (raja-raja yang terdahulu) yang berwibawa itu dikarenakan selalu ingat akan contoh-contoh dan wulang-wulang yang terdahulu.

Seorang ratu berkewajiban bertutur-kata yang baik, jangan melukai hati orang. Sifat bijaksanalah yang menjadi busana bagi seorang yang dikatakan raja, putus akan segala peraturan dan hukum.

Dikatakan baik bagi seorang ratu, manakala dia itu mentaati apa yang dikatakan "darma-ji" (pedoman-pedoman bagi seorang raja).

Akan berlarut-larut kalau diceritakan "busana bagi raja", Tampak Raja Brawijaya meneteskan air matanya, demikian pula Mapatih Gajahmada dan para dipati, mantri sedih dikarenakannya. Mereka terkenang akan kepribadian Raden Jaka Sungging Prabangkara, seorang pemuda yang bagus lagi rupawan, pandai menguasai segala ilmu, watak berbudi-luhur.

Raja segera bertitah akan kembali ke kedaton, dalam hati menyerah kepada Tuhan Yang Mahaesa. Pasewakan dibubarkan oleh Kyana Patih Gajahmada, kembalilah para dipati dan mantri punggawa ke tempatnya masing-masing.

Akan halnya Raden Jaka Sungging Prabangkara yang ditarik

27