Halaman:Babad Jaka Tingkir, Babad Pajang.pdf/130

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Pengging sudah lupa akan makan dan tidur, badannya ditempa hatinya diperuncing tekadnya dibulatkan, namun pikirannya bersatu dengan tujuan. Jeng Kyai Ageng Pengging menginginkan lekas muksa, kembali kekumulyaan sejati.

Disimpannya rapat-rapat hawa-nafsunya, jiwa jauh menjangkau kearah alam-kabir. Budinya terbuka terang dan bersih, jiwa dan suksmanya bersatu dengan Hyang Tunggal.

Jeng Sunan Kudus dan ketujuh sekabat-sekabatnya sudah jauh meninggalkan Sima, sampailah mereka diperbatasan kota. Waktu itu lohor masanya, Jeng Pangeran Kudus dan sekabatsekabatnya selesai menjalankan solat laju menuju ke rumah Bok Wujil.

Janda Wujil bertempat di sebelah timur pagar bata, dan setelah memberikan salam Jeng Sultan Kudus dan sekabat-sekabatnya ditanyai oleh Bok Wujil. "Selamat datang kucapkan kepada kalian anak-anakku, dari mana saja kalian ini. Ke mana saja tujuan ananda kalian ini", Jeng Sunan Kudus menjawabnya "Bibi Wujil, saya dari Kudus. Amad Sapanyana namaku bibi, kami akan menuju ke Pengging meninjau saudara Kyai Ageng Pengging Kebokenanga. Apakah kiranya Ki Ageng Pengging ada di rumah bibi?" ni randa Wujil menjawabnya, "Kalau tidak salah dugaan bibi, Jeng Kyai Ageng ada juga di dalem. Namun, agaknya sesudah susah hatinya. Enggan makan dan tidur, sehari-harian hanya bertafakur berdoa di kobong dalem saja. Konon cerita yang tersebar, baru-baru saja ini kedatangan duta Nerpati Demak. Dan mulai saat sepeninggal duta Demak itulah Kyai Ageng Pengging kelihatan selalu mengunci diri dalam dalem kobong.

Berdoa tiada henti-hentinya, tak mau ditemui oleh siapa pun juga. Oleh sebab itu seluruh keluarga, santana dan kawula Pengging amat susah memikirkannya". Jeng Pangeran Kudus berkata kepada ketujuh sakabatnya, "Kalian menanti di sini saja, aku akan menemui Ki Ageng Pengging sendiri. Kuingatkan padamu, jika kau dengan suara tangis dari dalam pura kalian haus berjaga-jaga dan waspada." Ketujuh sakabat-sakabatnya matur sandika, jeng Pangeran

128