Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006/Penjelasan
Tampilan
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12 TAHUN 2006
TENTANG
KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12 TAHUN 2006
TENTANG
KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
I. | UMUM |
Warga negara merupakan salah satu unsur hakiki dan unsur pokok suatu negara. Status kewarganegaraan menimbulkan hubungan timbal balik antara warga negara dan negaranya. Setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban terhadap negaranya. Sebaliknya, negara mempunyai kewajiban memberikan perlindungan terhadap warga negaranya. Sejak Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, ihwal kewarganegaraan diatur dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1946 tentang Warga Negara dan Penduduk Negara. Undang-undang tersebut kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1947 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1946 dan diubah lagi dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1947 tentang Memperpanjang Waktu untuk Mengajukan Pernyataan Berhubungan dengan Kewargaan Negara Indonesia dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1948 tentang Memperpanjang Waktu Lagi untuk Mengajukan Pernyataan Berhubung dengan Kewargaan Negara Indonesia. Selanjutnya ihwal kewarganegaraan terakhir diatur dengan Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1976 tentang Perubahan Pasal 18 Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tersebut secara filosofis, yuridis, dan sosiologis sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat dan ketatanegaraan Republik Indonesia. Secara filosofis, Undang-undang tersebut masih mengandung ketentuan-ketentuan yang belum sejalan dengan falsafah Pancasila, antara lain, karena bersifat diskriminatif, kurang menjamin pemenuhan hak asasi dan persamaan antarwarga negara, serta kurang memberikan perlindungan terhadap perempuan dan anak-anak. |
Secara yuridis, landasan konstitusional pembentukan Undang-undang tersebut adalah Undang-undang Dasar Sementara Tahun 1950 yang sudah tidak berlaku sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menyatakan kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945. Dalam perkembangannya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengalami perubahan yang lebih menjamin perlindungan terhadap hak asasi manusia dan hak warga negara. Secara sosiologis, Undang-Undang tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional dalam pergaulan gelobal, yang menghendaki adanya persamaan perlakuan dan kedudukan warga negara di hadapan hukum serta adanya kesetaraan dan keadilan gender. Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, perlu dibentuk undang-undang kewarganegaraan yang baru sebagai pelaksanaan yang baru sebagai pelaksanaan Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan agar hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang. Untuk memenuhi tuntutan masyarakat dan melaksanakan amanat Undang-undang Dasar sebagaimana tersebut di atas, Undang-Undang ini memperhatikan asas-asas kewarganegaraan umum atau universal, yaitu asas ius sanguinis, ius soli, dan campuran. Adapun asas yang dianut dalam Undang-undang ini sebagai berikut :
Undang-undang ini pada dasarnya tidak mengenal kewarganegaraan ganda (bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan (apartide). |
Kewarganegaraan ganda yang diberikan kepada anak dalam Undang-undang ini merupakan suatu pengecualian. Selain asas tersebut di atas, beberapa asas khusus juga menjadi dasar penyusunan Undang-undang tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia,
Pokok materi muatan yang diatur dalam Undang-undang ini meliputi : |
Dengan berlakunya Undang-undang ini, Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1976 tentang Perubahan Pasal 18 Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Selain itu, semua peraturan perundang-undangan sebelumnya yang mengatur mengenai kewarganegaraan, dengan sendirinya tidak berlaku karena tidak sesuai dengan prinsip-prinsip yang diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Peraturan perundang-undangan tersebut adalah :
|
|
II. | PASAL DEMI PASAL |
Pasal 1
Pasal 2
Pasal 3
Pasal 4
|
merupakan tenggang waktu yang dianggap cukup untuk meyakini bahwa anak tersebut benar-benar anak dari ayah yang meninggal dunia.
Pasal 5
Pasal 6
|
Pasal 7
Pasal 8
Pasal 9
Pasal 10
Pasal 11
Pasal 12
Pasal 13
Pasal 14
Pasal 15
Pasal 16
Pasal 17
|
Dokumen atau surat-surat keimigrasian yang diserahkan kepada kantor imigrasi oleh pemohon termasuk dokumen atau surat-surat atas nama istri/ suami dan anak-anaknya yang ikut memperoleh status kewarganegaraan pemohon.
Pasal 18
Pasal 19
Pasal 20
Pasal 21
|
Pasal 22
Pasal 23
|
keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia, antara lain karena terbatasnya mobilitas yang bersangkutan akibat paspornya tidak berada dalam penguasaan yang bersangkutan, pemberitahuan Pejabat tidak diterima, atau Perwakilan Republik Indonesia sulit dicapai dari tempat tinggal yang bersangkutan.
Pasal 24
Pasal 25
Pasal 26
Pasal 27
Pasal 28
Pasal 29
Pasal 30
Pasal 31
|
Pasal 32
Pasal 33
Pasal 34
Pasal 35
Pasal 36
Pasal 37
|
Pasal 38
Pasal 39
Pasal 40
Pasal 41
Pasal 42
Pasal 43
Pasal 44
Pasal 45
Pasal 46
|
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4634