Surat Sultan Aceh Ibrahim Mansur Syah Kepada Presiden Perancis
Surat ini ditulis pada 15 Rabiul Awal 1265 H atau 8 Februari 1849 dengan tertuju pada Presiden Republik Perancis. Dengan kondisi transportasi masa lalu surat baru sampai ditahun 1852. Diterjemahkan oleh Anthony Reid dalam bukunya Menuju Sejarah Sumatera, Antara Indonesia dan Dunia diterbitkan Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Surat ini sedianya diantar oleh Muhammad Gauth dari Meulaboh setelah beliau naik haji dan mengirim surat diplomatik lain ke Turki. Setelah selesai misinya di Istanbul, Gauth singgah di Kairo. Beliau menitipkan surat ini ke konsul Perancis di Kairo seraya meminta maaf tidak bisa datang langsung. Surat ini nyatanya diterjemahkan secara indah oleh seorang orientalis Desgranges dari salinan arab surat tersebut mungkin membuat hati Louis Napoleon terkesima dan menawarkan si duta untuk pergi ke Paris. Namun utusan Aceh kesana bukanlah Muhammad Gauth melainkan Teuku Nyak Adam alias Sidi Muhammad, penulis muda Muhammad Gauth. Dengan biaya 5000 franc Nyam Adam berangkat ke Paris disambut dengan upacara kerajaan dan tinggal selama setahun disana. Muhammad Gauth pulang dengan bantuan Gubernur Yaman dan Nyak adam kembali ke tanah air bersama pedagang lada dari Nantes Noel Berchou.
Isi Surat
[sunting]Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah wahdahu wa'l-salatu wassalamu 'ala rasulillah wa ann Isa ruhullah wa`ala alibi wa sahbihi ridha Allah. Amma ba'du
Adapun kemudian daripada itu maka inilah warakat al-ikhlas wa tuhfat al ainas yang termaktub dalamnya beberapa sembah salam serta takzim dan takrim yang keluar daripada kalbi yang nurani dan fu'ad yang hakiki dan sir yang khahfi dan rahsia terbunyo yaitu ialah yang datang daripada pihak hamba yang hina dina lagi fana lagi tiada menaruh daya dan upaya lagi dha'if dan miskin serta dengan tiada mengetahui adat dan majelis yaitu yang bernama Sultan Mansur Syah ibn al marhum Sultan Jauhar Alam Syah yang ada jabatannya memerintah cadat yang kuatdan hukum yang adil yaitu didalam daerah negeri Aceh bandar Darussalam. Maka barang disampaikan Allah subhanahu wa ta'ala datang mendapatkan kebawah kadam sahabat hamba yang mahamulia lagi acla (?) dan fudhla yang telah dikaruniai daripada Tuhan yang bernama rabbukum al-a'la yaitu Sayyini wa maulana Paduka seri Sultan Republik Peransis yang ada jabat tahta kerajaan daripada emas kudrati yang sepuluh mutu lagiyang bertahtakan ratna mutu manikam daripada intan dikarang dan berumbai-umbaikan mutiara dan zabarjad yang telah terseradi di dalam daerah negeri Pari(pen: Paris) makam Darul Makmur wal-Masyuriah serta dengan memerintahkan adat yang kuat dan hukum yang adil dengan keadilannya yaitu dalam daerah negeri Peransis Darul Amin. Maka tiadalah hamba mengatakan hal dengan ihwal yang maksud sahaja. Amin Syahdan hamba beri maklumlah kepada Tuan yang sahabat hamba lagi saudara hamba: Adapun karena tatkala dahulu zaman Louit Pilib (Pen:Louis Philipe, Raja Perancis) adalah dikirimkan surat kepada hamba dan serta dengan kapal perang dan adalah khabarnya dalam surat itu dianya hendak bersahabat dengan hamba dan serta dengan disuratkan kepada hamba mengambil rial Peransis jual beli dalam tiap-tiap negeri dan tiap2 bandar. Sudah itu maka hamba berfikirlah dengan segala hulubalang dan segala saudagar dan serta dengan segala rakyatnya fasal rial itu. Maka sudah ridha sekalian orang yang dalam negeri Sumatera menerima rial Peransis itu pada tiap2 negeri dan tiap2 bandar yang dalam perintah hamba. Sesudah itu dengan takdir Allah ta'ala maka gaduhlah Louit Pilib dengan segala orang Peransis dan berperanglah dianya dengan segala rakyatnya, maka Louit Pilib pun larilah ke negeri lain (pen:Inggris). Sekarang sudahlah jadi yang memerintahkan adat yang kuat hukum yang adil dengan sifat keadilannya Sultan Republik dan daripada hamba sama juga Sultan Republik sahabat hamba lagi saudara hamba. Dan hendaklah sekarang Tuan suruh kapal Peransis berniaga kenegeri Sumatera dan hendaklah mula2 datang kepada hamba ke negeri Aceh, kemudian maka berlayarlah kepada tiap2 negeri dan tiap2 bandar serta alamat daripada hamba kepada segala hulubalang surat satu pucuk. Dan hendaklah mula2 bak banyak kapal sekali itu dan lain kali miski satu kapal pun jadi juga karena sebab setelah makruf banyak rial Peransis pada tiap2 bandar. Dan hendaklah Tuan beri kapal perang kepada hamba alakadar dua buah sebab hamba dhaif sedikit pada menghukum rakyat pada tiap2 negeri dan bandar; jika ada kapal perang niscaya takut segala hulubalang kepada hamba dan tentangan harga kapal itu barang yang patut adalah diatas hamba tetapi hendaklah hamba bertangguh pada Tuan kadar dua tahun. Jika sudah sampai hadnya maka hamba bayarlah akan harganya kepada Tuan. Dan hendaklah dengan siap alatnya kapal itu sematanya. Sebagai lagi hamba minta kasihan banyak2 pada Tuan karena negeri hamba sudah diambil oleh orang Belanda adalah dua tiga buah bandar, mula2 negeri Airbangi hingga sampai ke negeri Singkil dan serta dengan satu pulau Nias sudah diambilnya oleh orang Belanda itu karena negeri itu jauh sedikit daripada negeri Aceh dan hendaklah dengan Doa Tuan serta dengan ikhtiar Tuan bak maulah berpindah orang Belanda pada tiap2 negeri itu. Itulah hal ihwalnya dan yang lain dari itu tiadalah hamba sebutkan melainkan hendaklah Tuan periksa pada orang yang membawa surat ini namanya muhammad Ghaut karena dianya hulubalang hamba lagi nasab dengan hamba. Apa2 khabarnya sungguhlah kabar hamba dan apa2 pekerjaannya maka sungguhlah pekerjaan hamba karena dianya badal ganti hamba, yang mutlak menyuruh pergi berjalan ke negeri Tuan janganlah Tuan beri putus harap dan tiadalah tanda hayat hamba melainkan doa sahaja fi kulli'l-lail wal ayyam. Dan hendaklah dengan segera2 Tuan karunia perintah dan niat, seperti Muhammad Ghauth hendaklah lekas2 kembali ke negeri Aceh serta dengan kapal dan orang2 daripada Tuan, hendaklah Tuan berikan apa2 yang dipinta oleh Muhammad Ghauth, janganlah syak waham akan dianya. Itulah khabarnya. Tersurat2 ini pada tatkala lima belas hari bulan Rabiul awwal pada hari Khamis pada waktu zuhur pada tarikh sanat 1265. Bibarakat al-Syaikh Ma'ruf al Karkhi. Tammat Kalam.
Al-Sultan Mansur