Sultan Thaha Syaifuddin/Bab 8

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
BAB VIII
EKSPEDISI MILITER BELAND A KEDUA
(PENDUDUKAN DAERAH ULUAN JAMBI)


Surat Keputusan Gubernemen (Departemen Peperangan) tanggal 13 Juli 1901 menyatakan bahwa kepada Komandan Militer Jambi selain pasukan-pasukan yang telah ada diberi tambahan batalyon infanteri kedua yang terdiri dari:

  1. Satu kompi pasukan Eropa
  2. Tiga kompi pasukan Ambon
  3. Tiga seksi artileri pegunungan
  4. Limaratus orang hukuman kerja paksa dan dinas-dinas pembantu (16, p.30).

Adapun kekuatan Batalyon Garnisun yang telah ada pada waktu itu adalah sebagai berikut:

  1. Staf terdiri dari:

    Seorang Letnan Kolonel
    Seorang Mayor
    2 orang ajudan (Letnan dan Kapten)
    2 orang juru tulis staf
    2 orang pemukul genderang, seorang diantaranya berkebangsaan Eropa.

    4 orang Kopral Eropa.
  2. Batalyon terdiri dari:
    7 orang Kapten
    21 Letnan
    7 orang Sersan Mayor
    7 orang Eropa, pengurus perbekalan
    32 orang Sersan Eropa
    160 orang penembak
    28 orang Sersan Pribumi
    26 orang Kopral pribumi
    7 orang pemukul genderang pribumi
    21 orang peniup terompet pribumi
    666 orang penembak (16, p. 31).

Pada tanggal 13 Juli 1901 itu juga Komandan militer yang memimpin Batalyon Garnisun dibebaskan dari segala tugas administrasi yang berliku-liku, sehingga ia dapat mencurahkan waktu dan pikirannya kepada pelaksanaan aksi terhadap perlawanan rakyat yang dimotori oleh Sultan Thaha Syaifuddin. Selain itu permohonan residen untuk tidak memperlakukan artikel 7 dan 12 dari instruksi pimpinan militer pusat bagi komandan militer Palembang/Jambi dipenuhi, sehingga dengan demikian komandan militer dapat mengambil keputusan sendiri dengan lebih leluasa (16, p.31).

Sebelum mulai melangkah pasukan untuk menyerbu ke daerah-daerah pertahanan pasukan Sultan Thaha Syaifuddin di pedalaman Jambi, komandan militer terlebih dahulu mengumpulkan informasi-informasi dari mata-mata yang telah disebarkannya.

Informasi yang telah diperoleh komandan militer pada bulan Juni 1901 antara lain ialah:

  1. Pada tanggal 6 Juni Kontrolur memberitahukan bahwa 500 pasukan Sultan Thaha Syaifuddin yang berasal dari tepian Sungai Batanghari pada malam tanggal 6 Juni itu akan menyerbu bivak atau pos militer Belanda.
  2. Pada tanggal 12 Juni diperoleh informasi bahwa 1000 pasukan rakyat akan menyerbu kampemen atau tangsi Belanda.
  3. Pada tanggal 16 Juni diterima berita bahwa lebih kurang 300 orang pasukan rakyat mendarat tidak jauh dari dusun Panjaringan dengan tujuan menyerang kampemen, tetapi dengan serta merta mereka mengurungkan niatnya itu (16, p.31).
  4. Pada tanggal 20 seorang mata-mata mengirim kabar bahwa di Pondok Benteng yang terletak di pertengahan Singkut dan di Sungai Tembesi dekat Ladang Panjang sebelah hilir didirikan benteng-benteng pertahanan.
  5. Pada tanggal 23 Juni disampaikan oleh mata-mata bahwa orang-orang Tembesi Hulu dan Batanghari Hulu yang berkumpul di Surolangun dengan persenjataan sangat sedikit hanya bertujuan menghalang-halangi kapal Tamiang.
  6. Pada tanggal 24 Juni mata-mata yang dikirim ke Batang Asai kembali dengan membawa berita bahwa Pondok Benteng memang sangat diperkuat. Benteng pertahanan ini dikelilingi dengan dinding tanah 2 depa, panjang 50 depa, dan tingginya 1 depa. Benteng tersebut dijaga oleh 100 orang dengan 50 pucuk senapan yang bertujuan untuk menunggu kedatangan pasukan Belanda guna melaksanakan perlawanan. Depati Amid dari Tiga Dusun yang pro kepada Belanda memberikan berita tertulis kepada mata-mata Belanda itu bahwa penduduk Lubuk Resam merencanakan akan berbaris ke tapal batas.
    Depati itu memperingatkan fihak Belanda agar jalan baru dari Singkut ke Surolangun dijaga. Diberitahukan pula bahwa 400 orang dari Batang Asai ingin menebus kekalahan mereka di dekat Surolangun tanggal 30 Mei yang lalu dan bahwa untuk itu mereka telah mengadakan sedekahan. Kepada mereka akan bergabung 100 orang dari pondok Benteng (16, p.34).
  1. Pada tanggal 25 Juni diterima berita bahwa beberapa ratus orang dari Bathin V (Surolangun dan dusun-dusun sekelilingnya) akan mendarat tidak jauh dari Panjaringan sebelah hilir dari sana akan berbaris ke Rantau Kapas Muda untuk menyerang kampemen.
  2. Pada tanggal 27 Juni beberapa orang yang ditangkap memberikan keterangan bahwa Pangeran Haji Umar, menantu Puspo Ali dengan kekuatan 500 orang akan menyerang pos Belanda.
  3. Pada tanggal 30 Juni Pangeran Ario melaporkan bahwa 1500 orang dengan 1200 senapan Belanda berangkat dari Surolangun dan berkumpul di Ampalu untuk menyerang tangsi militer Belanda (16, p.32).

Berdasarkan informasi-informasi seperti tersebut di atas fihak Belanda mulai mengatur siasat guna mematahkan setiap perlawanan. Tetapi sebelum diuraikan apa yang akan dilakukan fihak Belanda terlebih dahulu akan disebutkan di sini beberapa ketentuan yang mengikat komandan-komandan detasemen:

  1. Kepada komandan detasemen diperintahkan untuk menjaga keamanan di daerahnya dengan melakukan patroli-patroli dan memberikan perlindungan seperlunya kepada penduduk di daerah kekuasaannya.
  2. Patroli dari Surolangun Rawas yang bergerak menuju tapal batas Jambi tidak boleh mempunyai jumlah bayonet di bawah 100 buah.
  1. Gerakan patroli harus disertai oleh kontrolur atau satu dua orang kepala yang ditunjuk.
  2. Dalam pelaksanaan apa yang tersebut di atas harus diingat bahwa kalau dijumpai lapangan tertutup semua ketentuan keamanan harus dijalankan dengan ketat.
  3. Harus diperingatkan kepada semua anggota pasukan agar mereka hati-hati dengan air minum (16, p. 33 dan 34).

Pada tanggal 4 Juli 1901 Belanda mengirimkan satu Detasemen di bawah pimpinan Kapten Van Delden untuk menyelidiki kebenaran berita bahwa di jalan baru Singkut orang-orang Jambi, anak buah Sultan Thaha Syaifuddin telah membuat rintangan dan tempat pertahanan yang kuat.

Detasemen tersebut berkuatan seorang kapten, seorang letnan dua, seorang pembantu letnan, 3 orang perwira bawahan pribumi, 21 kopral dan bawahannya, 76 kopral pribumi dan bawahannya, satu ambulans dengan perwira kesehatan, serta anak buahnya, dan 4 peti amunisi serap.

Pasukan tersebut dibagi menjadi seksi-seksi yang bergerak paling depan dan merupakan perintis terdiri dari 6 orang juru tembak. Kemudian disusul oleh:

Seksi pertama: Pasukan depan
Seksi kedua: Pasukan induk, dan
Seksi ketiga: Pasukan belakang

Adapun ambulanse dan kepala-kepala pribumi berada di belakang seksi kedua. Sampai pukul 9.00 gerakan pasukan Belanda itu tidak mengalami perlawanan. Kemudian dijumpai tiga buah rintangan yang dibuat dari batang-batang pohon. Rintangan kedua dijaga oleh pasukan rakyat yang mengundurkan diri setelah menembaki pasukan depan Belanda itu. Di dekat sungai Singkut gerakan pasukan Belanda itu berhenti, kemudian membuat stelling berbentuk segi empat. Mereka ini masih dihujani dengan tembakan-tembakan. Dalam perjalanan pulang, pasukan depan Belanda ditembaki dengan hebat dari pinggir-pinggir hutan dalam jarak antara 30 sampai 40 meter, sehingga seorang juru tembak Belanda meninggal dan 2 orang lainnya luka-luka.

Pasukan yang menghadang patroli militer Belanda di jalan baru Singkut itu terdiri dari 300 orang (16, p.35). Akibat adanya pengalaman pahit itu, pada tanggal 8 Juli 1901 pihak Belanda mulai menebangi pohon-pohon di kiri kanan jalan baru itu agar mereka lebih aman ketika melaluinya.

Pada tanggal 21 Juli sebuah patroli Belanda yang berkekuatan sama dengan patroli pada tanggal 4 Juli yang bertugas untuk melindungi 400 orang pekerja jalan telah bertempur dengan pasukan rakyat (16, p.35).

Serangan yang berkali-kali dilakukan rakyat terhadap militer Belanda seperti tersebut di atas menunjukkan betapa besar tekad mereka untuk mempertahankan tanah air yang didengung-dengungkan oleh Sultan Thaha Syaifuddin. Akibat serangan rakyat ini banyak pekerja jalan yang menjadi panik, kemudian melarikan diri.

Melihat hebatnya perlawanan rakyat itu residen dan komandan militer merasa perlu untuk menambah kekuatan pasukannya agar aksi-aksi yang mereka lakukan mendapatkan hasil memuaskan. Untuk ini beberapa hari setelah diterima surat keputusan yang mengatur pengiriman pasukan (17 Juli 1901), komandan militer mengirim kawat minta didatangkan 1 kompi pasukan Ambon dari Batalyon kedua yang berada dalam garnisun Magelang. Jalan yang biasa ditempuh ialah melalui Yogyakarta, Bandung ke Batavia (Jakarta), tetapi berhubung berjangkitnya wabah kolera di Batavia, pengirimannya diizinkan melalui Semarang dengan kapal.

Kedatangan kompoi yang diminta itu (Kompoi IV) di Palembang bersamaan dengan datangnya pasukan Zeni di bawah pimpinan Derr yang bertugas di Muara Tembesi dan Kapten Staf Kisjes dengan juru ukur, yaitu tanggal 27 Juli 1901.

Semua pasukan ini dengan dinas kesehatan dan pasukan tambahan untuk kompi Van Delden serta komandan militer yang meliputi 8 perwira, 217 bawahan dan 100 orang hukuman kerja paksa pada malam itu juga diangkut ke Surolangun dengan kapal Alnoor dan Hong Seng Bie.

Menurut rencana kedua kapal tersebut hanya berlayar sampai ke Muara Rupit. Dari Muara Rupit ke Surolangun yang jaraknya 30 km akan ditempuh dengan jalan kaki, sedangkan barang-barang perbekalan akan dipindahkan ke sampan-sampan yang masing-masing dapat memuat 1 atau 2 pikul. Karena kesukaran pengangkutan itu, maka datangnya pasukan ke Surolangun tidak serempak, melainkan sekelompok demi sekelompok. Pada tanggal 31 Juli 1901 semua pasukan sudah sampai di Surolangun.

Pasukan-pasukan Sultan Thaha yang berkedudukan di Singkut menyambut pasukan Belanda yang baru datang dari Palembang itu dengan tantangan. Di pagi hari ketika kelompok pertama dari Batalyon Kedua datang dilancarkan beberapa kali tembakan ke arah tempat penampungan pasukan tersebut, dengan tujuan memancing mereka keluar untuk menerima surat yang diletakannya di jalan. Dalam surat itu dinyatakan bahwa apabila pasukan Belanda tidak datang di Singkut dalam waktu seminggu, maka mereka akan datang ke Surolangun (16, p.36).

Ancaman tersebut di atas mendorong fihak Belanda untuk segera mengumpulkan informasi tentang keadaan Singkut. Berita-berita yang diterima menyatakan bahwa rakyat telah membuat rintangan-rintangan di jalan Batang Asai dekat Singkut. Rintangan-rintangan itu dibuat dari tanah. Kekuatan pengikut Sultan Thaha Syaifuddin di Singkut kira-kira berjumlah 1000 orang, yang sebagian besar datang dari Batang Asai dan Bathin V di bawah pimpinan seorang yang bernama Tuan Bajang yang diberitakan berilmu kebal dan memiliki kekuatan besar.

Mendengar informasi tersebut komandan militer beranggapan bahwa dalam keadaan seperti itu pengiriman pasukan ke Singkut hanya dapat dilakukan apabila ada kesempatan untuk membuat tempat kedudukan di sana. Agar maksud itu terlaksana ia mengirimkan kawat ke pusat agar dikirimkan lagi 2 kompi pasukan orang-orang hukuman yang diperlukan.

Kompi-kompi yang diminta komandan militer itu segera diberangkatkan dari Semarang tanggal 12 Agustus 1901 dan sampai di Palembang tanggal 14 Agustus 1901. Sebelumnya kapal yang mengangkut pasukan itu telah membawa 200 orang hukuman kerja paksa dari Batavia ke Palembang.

Untuk mengatur pengangkutan pasukan itu ke Surolangun, komandan militer daerah datang ke Palembang. Komando atas pasukan itu dipercayakan kepada Kapten Kisjes. Sesudah itu komandan militer mengirimkan kawat ke pusat lagi agar dikirimkan kompi terakhir dengan cara yang sama, yaitu lewat Semarang, dan orang-orang hukuman dari Batavia (16, p.37).

Sementara itu kepada pasukan-pasukan Belanda yang telah perada di Surolangun diberikan bermacam-macam tugas, seperti membersihkan dan mengatur loji-loji untuk tempat tinggal pasukan yang akan datang, membangun gedung-gedung mengepak barang-barang dalam peti yang beratnya 10,20 dan 40 kg.

Dalam pada itu rakyat Jambi yang setia pada perjuangan Sultan Thaha Syaifuddin setiap ada kesempatan tetap melakukan tembakan-tembakan atas tempat-tempat kedudukan militer Belanda itu. Pada tanggal 7 Agustus 1901 dilakukan 4 kali tembakan terhadap tangsi militer Belanda dan pada malam harinya 20 kali tembakan (16, p.37).

Pada tanggal 20 Agustus 1901, komandan militer daerah bersama dengan kompi pertama dan kedua dari batalyon II yang disertai staf dan komandannya, yaitu Let.Kol. JJ. Schneider dan orang-orang hukuman kerja paksa telah tiba di Surolangun. Pada hari berikutnya datang lagi di Surolangun sebagian pasukan yang ketinggalan bersama-sama dengan letnan I.E.G.C. Tolhuis yang akan menjadi penguasa sipil di daerah pendudukan, dengan menumpang kapal Hekwieler.

Pada tanggal 21 Agustus itu juga datang kontrolur Oh Helfrech yang ditugaskan sementara di Rawas. Pengangkutan barang-barang dan perbekalan pasukan dilaksanakan sampai tanggal 25 Agustus 1901 (16, p.38).

Meskipun pasukan pendudukan Muara Tembesi telah memiliki kekuatan besar dengan perlengkapan persenjataan yang cukup seperti yang telah disebutkan di atas, namun tidak mudah bagi mereka untuk menguasai daerah-daerah pedalaman. Dalam bah terdahulu (Perlawanan umum terhadap Belanda) telah diuraikan bahwa sesudah Sultan Thaha Syaifuddin menyelenggarakan musyawarah di Bulut Pesajian Rajo yang menghasilkan 5 keputusan penting, rakyat di mana-mana telah mendirikan benteng-benteng pertahanan rakyat yang termasyhur. Karena itu untuk dapat menguasai daerah-daerah pedalaman Jambi fihak Belanda terlebih dahulu harus mampu menghancurkan pertahanan rakyat dalam benteng-benteng tersebut.

Di bawah ini akan diuraikan keadaan beberapa benteng pertahanan rakyat, dan bagaimana sukarnya fihak Belanda untuk menguasai benteng-benteng pertahanan rakyat tersebut dan daerah-daerah di sekitarnya.

Laporan mata-mata Belanda yang terdiri dari orang-orang pribumi menyebutkan bahwa di daerah Singkut musuh (baca: pasukan Sultan Thaha) membuat 3 buah pekerjaan di ujung jalan Surolangun - Singkut, yaitu : satu di tengah jalan, satu lagi di sebelah timur jalan dan lainnya di sebelah baratnya. Yang di tengah merupakan tempat perlindungan dengan dinding setinggi 5 meter, tebal 3,5 meter dan panjang 25 meter. Pada permukaannya ditutup dengan kayu di bagian dalam dan luarnya. Pada dindingnya dibuat 3 baris lubang untuk menembak dan sekelilingnya digali parit. Jalan ke luarnya ditutup dengan batang-batang pohon yang berat menghadap sungai Singkut.

Yang di sebelah timur dibuat sama dengan yang pertama. Antara keduanya yang berjarak 50 meter mengalir sungai kecil. Sedangkan yang di sebelah barat hanya merupakan dinding dari tanah yang ada hubungannya dengan bangunan yang ada di tengah jalan. Melintang jalan tidak jauh dari bangunan-bangunan itu dibuat rintangan dari batang-batang pohon yang berat dengan maksud untuk bertahan, sebelum mereka terpaksa mundur ke bangunan pertahanan tersebut di atas (16, p.39).

Berita tentang keadaan pertahanan rakyat di Singkut seperti tersebut di atas ternyata sesuai dengan isi surat Depati Amid tanggal 23 Juli 1901 yang telah dibicarakan di muka.

Dari keadaan benteng pertahanan rakyat yang kuat seperti yang didirikan di Singkut itu tampaklah betapa berhasilnya Sultan Thaha Syaifuddin membangunkan semangat perjuangan rakyat untuk mempertahankan tanah airnya. Komandan militer, Overete tidak berani menanggung risiko menyerang benteng tersebut tanpa memiliki persiapan artileri cukup. Karena itu sebelum melakukan serangan ia mengirimkan kawat agar segera dikirim meriam Houwitzer 12 cm, dan mortir 12 cm lengkap dengan peluru-pelurunya.

Setelah semua pasukan dan perlengkapan dianggap cukup baru diadakan langkah-langkah untuk bergerak ke arah Singkut. Sementara itu di Surolangun telah berjangkit wabah kolera yang banyak mendatangkan korban.

Pada tanggal 22 Agustus 1901 berangkatlah pasukan bersama-sama dengan orang-orang hukuman untuk menebangi pohon-pohon di lapangan sepanjang jalan baru yang akan dilalui, agar lebih terbuka. Pekerjaan ini dilanjutkan pada hari berikutnya, yaitu tanggal 23 Agustus. Pada hari itu seorang fuselier Guru tembak) Ambon meninggal karena penyakit kolera. Pada hari berikutnya 2 orang fuselier lagi juga meninggal akibat penyakit itu.

Meskipun pemberantasan penyakit kolera itu telah dilakukan, namun korban masih tetap berjatuhan. Karena itu berdasarkan nasehat dari dinas kesehatan, komandan militer pada tanggal 25 Agustus 1901 telah memutuskan untuk sesegera mungkin bergerak ke Surolangun dan tidak kembali lagi ke Surolangun sarang kolera itu.

Pada tanggal 27 Agustus 1901 pasukan Belanda di bawah pimpinan Overste Christan mulai bergerak meninggalkan Surolangun menuju ke Singkut. Susunan pasukan tersebut adalah sebagai berikut:

Barisan Depan:

  1. Setengah kompi Batalyon Garnisun
  2. Satu seksi pasukan seni

Pasukan Induk:

  1. Komandan Kolone (gerakan militer)
  2. Staf
  3. Kompi IV dari Batalyon Infantri ke-II
  4. Tiga perempat kompi ke II

Barisan Belakang:

  1. Seprempat kompi ke-II dari Infantri Batalyon ke-II yang diiringi oleh barang-barang
  2. Barisan kulit, angkut
  3. Pelindung yang terdiri dari: setengah kompi-ke I Infantri Batalyon ke-II (16, p.39).

Catatan fihak Belanda mengenai gerakan pasukan yang dipimpin oleh Overste Christan itu menyatakan sebagai berikut:

Mula-mula pasukan itu bergerak melalui jalan Surolangun-Singkut, tetapi sesudah 2 km. dari sungai Kau dijumpai rintangan dari batang-batang pohon di mana pasukan depan mendapat tembakan-tembakan.

Karena jalan dipenuhi dengan rintangan berupa batang-batang pohon besar yang ditebang, sehingga sukar dilalui, maka pasukan diperintahkan membelok ke kanan, dan tidak lama kemudian mereka menjumpai jalan setapak yang menuju ke suatu lapangan yang dinamakan "Pangkalan Beringin" yang terletak di tepi kiri sungai Singkut. Sebelah hilir, tidak jauh dari tempat itu diperkirakan fihak Belanda terdapat tempat-tempat yang diperkuat, dan di jalan ke Pondok Benteng dipergunakan musuh untuk mengundurkan diri.

Semua pasukan kecuali 1 peleton menyeberangi sungai Singkut, yang 1 peleton itu diperintahkan kembali ke Pangkalan Beringin untuk membangun pos di sana. Pasukan induk mengikuti jalan setapak dari Pangkalan Beringin menyusuri tepian kiri sungai Singkut menuju tempat pertahanan musuh yang terletak di jalan Surolangun Rawas ke Tigo Dusun. Pada pukul 1.45 barisan depan melihat pertahanan musuh yang langsung menembaki mereka, dan tembakan itu segera mereka balas pula. Selama bergerak menuju tempat pertahanan musuh itu, barisan depan menembak mati seorang musuh.

Setelah melakukan penyelidikan komandan kolone berkesimpulan bahwa sebagian besar dari laporan yang disampaikan mata-mata sebelumnya adalah benar. Bangunan pertahanan musuh sebelah kiri tidak kelihatan, karena antara bangunan pertahanan itu dengan sungai Singkut tertutup oleh gudang-gudang. Dari tempat pertahanan musuh yang dibangun di tengah jalan dilepaskan tembakan yang gencar. Fihak Relanda memperkirakan bahwa kekuatan persenjataan musuh di sana lebih kurang 75 pucuk senapan, di antaranya terdapat senapan repertir. Juga di lapangan timur yang tertutup sekali-kali terdengar tembakan dari sebelah kiri tetapi musuh tidak kelihatan. Komandan kolone memutuskan untuk tidak menyerang musuh apabila tidak terpaksa. Ia lebih dahulu ingin memaksa musuh meninggalkan pertahanannya di Singkut dengan gerakan mengancam jalan yang akan dipergunakan musuh untuk mundur (16, p.40).

Karena kuatnya benteng pertahanan musuh dan sangat sulitnya untuk didekati, karena letaknya di tengah-tengah lapangan terbuka dalam hutan yang telah ditebang, maka komandan kolone tidak berani mencoba untuk menyerang pertahanan tersebut tanpa persiapan yang cukup. Karena itu ia memutuskan untuk sementara waktu kembali ke pos militer di Pangkalan Beringin.

Pada hari berikutnya suatu patroli dengan kekuatan 1 peleton diperintahkan untuk bergerak menyelidiki tempat-tempat pertahanan musuh sambil membuat musuh gelisah. Dari penyelidikan itu diketahui bahwa musuh masih tetap mempertahankan kedudukannya. Pada hari itu juga pasukan Belanda mendirikan etape pos (pos persinggahan) di Pangkalan Beringin pada jalan ke Tiga Dusun. Semua orang hukuman kembali ke Surolangun dengan pengawalan 1 kompi. Pada sore harinya datang di Pangkalan Reringin kompi ketiga dari Batalyon Infantri ke-II dan satu detasemen artileri yang akan menangani meriam pegunungan yang sudah ada di sana.

Pada tanggal 29 Agustus 1901 jam 9.00 pagi bergerak satu peleton dari Pangkalan Beringin yang mengetahui bahwa tempat-tempat pertahanan musuh sudah ditinggalkan setelah pda malam harinya turun hujan yang sangat besar dan gelap gulita.

Sampai tanggal 3 September pasukan Belanda masih berkumpul di Pangkalan Beringin untuk membersihkan daerah bekas pertahanan musuh dan membuka jalan yang merupakan pekerjaan raksasa serta membuat jembatan yang menghubungkan tepi sungai Singkut.

Selama tiga hari terakhir tempat kedudukan militer Belanda di Pangkalan Beringin, Singkut ditembaki musuh dari segala penjuru yang mengakibatkan 2 orang menderita luka-luka. Untuk menghentikan serangan musuh itu dicoba untuk membuat jebakan-jebakan di dekat pos militer Belanda itu.

Pada tanggal 3 September pukul 7.00 pagi diadakan gerakan untuk menduduki Pondok Benteng yang terletak 10 km. dari bivak di Pangkalan Beringin, pada jalan setapak ke Tiga Dusun. Satu kompi tetap di tinggalkan di Pangkalan Beringin.

Susunan pasukan bergerak ke Pondok Benteng itu adalah sebagai berikut: Barisan Depan :

  1. Kompi ke-II dari Batalyon Infantri ke-II
  2. Satu Detasemen Zeni
  3. Pasukan Induk
  4. Komandan Militer
  1. Staf Batalyon Infantri ke-II
  2. Seperempat Kompi ke-II Batalyon Infantri ke-II
  3. Detasemen artileri pegunungan dengan I pucuk meriam
  4. Setengah Kompi ke-III dari Batalyon Infantri ke-II

Barisan Belakang:

  1. Seperempat Kompi ke-II, Batalyon Infantri ke-II.
  2. Rombongan perbekalan
  3. Pengawalan oleh Kompi I, Batalyon Infantri ke-II.

Dengan formasi seperti tersebut di atas pasukan Belanda itu bergerak terus setiap kali mendesak musuh dengan tembakan salvo. Sampai pukul 3.00 sore pasukan tetap bergerak, meskipun mendapat tembakan dari musuh. Sesudah sampai di sebuah sungai kecil tampaklah oleh gerakan pasukan itu tempat pertahanan musuh. Dari tempat itu pasukan terus menyeberangi sungai yang tepinya mempunyai tinggi 4 sampai 5 meter, sehingga akhirnya sampailah di pondok Benteng.

Di bawah pimpinan Letnan Satu C.H. Ellors dilakukan serangan terhadap benteng pertahanan musuh itu. Benteng ini terdiri dari 2 parit pertahanan yang masing-masing panjangnya 15 meter, terletak di tebing sungai yang tingginya 4 sampai 5 meter. Tepi kiri itu curam, tetapi tepi kanannya rendah.

Setelah melakukan perlawanan yang sengit, musuh melarikan diri dengan meninggalkan seorang mayat. Sedangkan pasukan Belanda kehilangan seorang prajurit dan 2 orang luka-luka (16,p.41).

Demikianlah beberapa catatan fihak Belanda tentang gerakan militer di bawah pimpinan Overste Christan untuk menguasai benteng-benteng pertahanan rakyat di daerah Singkut dan sekitarnya. Dari catatan tersebut ternyata bahwa tidak terdapat seorangpun dari pasukan rakyat yang setia terhadap perjuangan Sultan Thaha Syaifuddin menyerah kepada fihak Belanda, meskipun mereka terpaksa meninggalkan benteng-benteng pertahanannya, karena perlengkapan persenjataan yang tidak seimbang. Pendudukan militer Belanda atas suatu daerah di pedalaman Jambi tidak berarti bahwa perlawanan rakyat yang digerakkan Sultan Thaha Syaifuddin di daerah itu telah berakhir. Setiap ada kesempatan mereka tetap melakukan serangan, baik terhadap patroli-patroli maupun terhadap tempat-tempat kedudukan militer Belanda itu sendiri. Karena itu setiap kali fihak Belanda terpaksa harus menambah kekuatan pasukannya guna menundukkan benteng-benteng rakyat itu satu demi satu.

Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai kekuatan militer Belanda yang telah dikerahkan untuk menguasai daerah Jambi guna melenyapkan pengaruh Sultan Thaha Syaifuddin di bawah ini dicantumkan catatan fihak Belanda yang dibuat pada akhir tahun 1901 sebagai berikut:

A. Di Muara Tembesi

  1. Detasemen di Linbur terdiri dari 1 opsir dan 75 serdadu. Untuk sementara di Gurun Muda juga ditempatkan 1 Detasemen.
  2. Staf Batalyon Infantri ke-II
  3. Opsir kesehatan
  4. Komandan dan administratur, barisan kuli-kuli angkut dan orang-orang hukuman.

B. Di Surolangun Jambi

  1. Lihat A
  2. Satu detasemen pasukan Zeni
  3. Kompi IV Batalyon Infantri ke-II dengan satu detasemen di Muara Limun.

C. Di Limbur

  1. Lihat A
  2. Satu detasemen pasukan Zeni

D. Di Rantau Panjang

  1. Kompi satu dari batalyon Infantri ke-II

E. Di Muara Masumai (Bangko)

  1. Kompi III dari Batalyon Invanteri ke-II.

F. Di Muara Enom

  1. Satu Detasemen terdiri dari 3 Opsir dan 100 bawahan

G. Di Beringin Sangkul

  1. Sama dengan F (F dan G dibentuk dari pasukan mobil dari Palembang) H. Di Muara Tebo
  2. Kompi II dari Batalyon Infantri ke-II

I. Di Jambi

  1. 1 Detasemen di pos Jambi

Y. Di Sekaladi

  1. Pasukan serap Ambon ditambah 4 orang opsir dan 132 bawahan

Pimpinan Aksi di Daerah-daerah:

  1. Di Huluan Batanghari (Muara Tebo), Kapten Rietchoten
  2. Di Huluan Merangin dan Tabir, Let. Kol. A.E.B.N. Otken.
  3. Di Huluan Tembesi, Kapten Staf Umum Michelson
  4. Di Sekaladi, Kapten H.J. Van Bromen (16, p. 60 dan 61)

Dari uraian tentang penyerbuan fihak Belanda untuk menguasai daerah pedalaman Jambi guna melenyapkan pengaruh Sultan Thaha Syaifuddin dengan pengerahan dana dan kekuatan militer yang besar yang telah disebutkan di muka, nampaklah betapa kecintaan dan kesetiaan sebagian besar rakyat Jambi terhadap perjuangan Sultan Thaha Syaifuddin yang ingin mempertahankan kemerdekaan tanah airnya dari penjajahan asing itu.