Lompat ke isi

Student Hidjo/Bab3

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas

Onderwijzeres yang sakit karena memikirkan nasibnya yang ditipu oleh Controleur, lambat laun sembuh. Karena kepandaian dokter yang mengobati. Sudah barang tentu Nona Roos berkata dengan terus terang kepada dokter bahwa dirinya sudah hamil kita-kira tiga bulan. Dan ia meminta supaya kandungan itu bisa hilang karena yang membikin dia jadi begini karena main gila. Dokter pun menuruti permintaan nona itu, dan akhirnya kandungannya bisa hilang dan dia sembuh dari sakitnya.

Berbagai usaha yang dilakukan Controleur untuk memperoleh cinta R.A. Wungu, sia-sia belaka. Maka dari itu Controleur merasa tidak senang lagi tinggal di kota Jarak. Pertama, maksudnya kepada R.A. Wungu tidak kesampaian, kedua, dia merasa malu bertemu dengan Juffrouw Jet Roos dan orang-orang yang mengetahui kisah cintanya. Waktu itu Controleur dengan cepat meminta verlof selama satu tahun, demi kesehatannya. Setelah dia mendapat izin untuk verlof, lalu semua barang yang ada di rumahnya dilelang.

Waktu itu semua priyayi dan Belanda di afdeeling Jarak, amat kaget. Dan akhirnya menimbulkan beberapa pertanyaan. Apa sebabnya Controleur sangat tergesa-gesa melelang barang-barangnya dan akan pergi ke Eropa.

Memang hubungan dan kisah cinta Controleur dengan Onderwijzeres sudah disimpannya. Maka dari itu, dalam beberapa hari saja kabar itu telah menyebar di seantero afdeeling Jarak.

Regent Jarak merasa menyesal mengetahui keadaan Controleur, karena oleh Regent dipandang sebagai seorang Controleur yang bisa bergaul dengan para priyayi Jawa.

Sebelum Controleur meninggalkan Jarak, Regent menyempatkan diri untuk bertemu dengannya untuk mengucapkan selamat jalan. Pada saat itu Regent tidak lupa memberi tahu bahwa ia mempunyai kerabat yang tinggal di Negeri Belanda. Yaitu Hidjo, yang kuliah di Delft untuk meraih gelar ingenieur. Selain itu Regent minta kepada Controleur, kalau dia sempat supaya datang ke rumahnya, untuk memberi kabar keselamatan kerabat Regent dan keluarga Hidjo di Solo. Permintaan Regent itu disanggupi oleh Controleur.

Setelah Controleur itu mengalihkan pekerjaannya kepada penggantinya, lalu dia berangkat ke Batavia dan kemudian hendak langsung naik kapal yang pergi ke Negeri Belanda.

Controleur di Batavia terpaksa menunggu kedatangan kapal tiga minggu lamanya.

Meskipun Controleur sudah ada di Batavia, tetapi pikirannya selalu merasa susah, karena dia akan meninggalkan Tanah Jawa yang ia cintai.

Kapal yang akan dinaiki Controleur ke Belanda sudah tiba waktunya. Dia bertolak dari Tanjung Priok, dengan Kapal Api Djendral Petak menuju Marseille. Dari sana dia akan naik kereta api ke Nederland. Di dalam kapal itu Walter saling berkenalan dengan para penumpang klas dua. Di antara mereka itu, ada seorang Onderofficer. Dia hendak pergi ke Belanda, karena akan sekolah militer di Kampen (Nederland). Tidak saja Sergeant Djepris itu terlalu sombong dan meninggikan diri layaknya saudara Raja Nederland. Tetapi dia amat menghina kepada orang-orang bumiputera, yang telah membikin hidupnya menjadi senang.

“Meneer Djepris!” kata Controleur kepada Sergeant yang hendak sekolah militer itu sewaktu dia sedang memaki-maki kepada orang Jawa yang menjadi jongos kapal, lantaran jongos itu kurang cepat melayani dirinya.

“Rupanya Tuan amat benci kepada orang Jawa. Apakah kalau Tuan menyuruh apa-apa kepada jongos orang Belanda, juga memakai perkataan yang begitu keji seperti itu?”

“Tidak peduli!” kata Sergeant Djepris yang saat itu sudah merasa menjadi kapitein. “Orang Jawa itu kalau tidak dikasih perkataan kasar, akan menjadi kurang ajar!”

“Apakah Tuan sudah paham betul-betul adat orang Jawa?” tanya Controleur dengan wajah cemberut.

“Memang!” jawab Sergeant. “Saya di Hindia sudah sepuluh tahun dan sudah kenal betul dengan adat orang Hindia!”

“O, tetapi..... bukankah Tuan bergaul dengan orang Hindia hanya di dalam tangsi?” tanya Controleur.

“Ya, juga di luar tangsi saya banyak kenalan!” jawab Sergeant.

“Apa Tuan sudah menyelidiki bahwa adat-istiadat orang Hindia itu sepuluh kali lebih sopan daripada adatnya orang Eropa kebanyakan?” tanya Controleur.

“Mana mungkin!” kata Sergenat dengan memelototkan matanya seakan-akan marah.

“Ha, ha!” Controleur tertawa, seolah-olah mempermalukannya. “Bukankah Tuan datang ke Hindia itu waktu dahulu hanya jadi kolonial (serdadu), sebuah pekerjaan yang tidak kurang tidak lebih hanya sebagai kuli kontrak. Karena Tuan bekerja rajin dan barangkali Tuan telah membunuh berpuluhpuluh orang, sekarang Tuan hendak pergi belajar pula, supaya Tuan lebih pintar membunuh orang. Dan akhirnya Tuan mendapat beberapa tanda kehormatan dan pujian karena pekerjaan Tuan yang keji itu. Sudah mengertikah Tuan akan hal itu?”

Ketika mendengar kata-kata Walter itu, Sergeant Djepris naik darah.dan dia berkata “Orang Jawa kotor. Orang Jawa bodoh, orang Jawa malas, orang Jawa tidak beschaafd. Pendeknya orang Jawa atau orang Hindia itu adalah bangsa yang paling busuk sendiri!”

“Saya heran sekali, Tuan seorang Belanda yang telah sepuluh tahun tinggal di Hindia berani berkata begitu!” kata Controleur dengan sabar. “Apakah Tuan tidak malu mengucapkan kata-kata itu? Bagaimana Tuan bisa berkata seperti itu, sedang Tuan sendiri bisa hidup senang di Hindia? Lagipula berapa ribu bangsa kita yang mencari penghasilan di Hindia? Perkataan Tuan itu suatu tanda bahwa Tuan seorang yang tidak berprikemanusiaan!”

Di sini Djepris tidak bisa berbicara sepatah kata pun. Dan Controleur dia sebentar lalu berkata lagi. “Tuan berkata, ’Orang Jawa kotor’, tetapi Tuan toh mengerti juga bila ada orang Belanda yang lebih kotor daripada orang Jawa?”

“Orang Jawa bodoh, kata Tuan. Sudah tentu saja, karena memang pemerintah sengaja membikin bodoh kepadanya. Mengapa Regeering tidak membuat sekolahan yang secukupnya untuk orang Jawa atau orang Hindia. Sedang semua orang tahu, jika tanah Hindia itu yang membikin kaya tanah kita, Nederland.”

“Orang Jawa malas, kata Tuan pula. Tuan toh mengerti ada beribu-ribu orang Jawa yang seharian masuk kerja sampai mandi keringat sekadar mencari sesuap nasi. Apakah memang sudah semestinya dia bekerja terlalu berat? Sedang tanahnya adalah tanah yang kaya-raya. Adakah di Negeri Belanda orang bekerja seberat itu hanya mendapat bayaran 25 ct atau 30 ct seperti orang Jawa? Tidak ada kan?”

“Dan lagi Tuan berkata bahwa orang Jawa itu tidak beschaafd. Sesungguhnya saya kurang mengerti, apa yang Tuan maksud dengan kata-kata beschaaf itu?”

“Apakah karena orang Jawa tidak mendapatkan pelajaran dari sekolah seperti orang Eropa, lalu Tuan berkata tidak beschaafd? Saya tahu betul, bahwa orang Jawa adatnya lebih halus, pikirannya lebih dalam daripada orang Eropa kebanyakan.”

“Tetapi Tuan juga mengerti bahwa kebanyakan orang Jawa itu tidak boleh dipercaya?” tanya Sergeant Djepris kepada Controleur. “Seperti babu, jongos, koki dan lain-lain, mereka itu sering suka mencuri barang-barang milik majikannya. Jadi, pendeknya orang Jawa kebanyakan itu tidak boleh dipercaya!”

“Hal serupa itu terjadi bukan pada orang Jawa saja. Meski di Negeri Belanda sekalipun, banyak babu-babu, jongos-jongos yang suka mencuri kepunyaan majikannya,” kata Controleur lalu dia memberikan semua buku selebaran (brosur) berbahasa Melayu yang berjudul “Bangsa Belanda di Hindia” kepada Sergeant Djepris, yang isinya seperti di bawah ini: