Lompat ke isi

Sorga Ka Toedjoe/Bagian Ketiga

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Sorga Ka Toedjoe oleh L.
Bagian Ketiga: Permainan jang ditolak

BAGIAN KETIGA

Peminangan jang ditolak

BEBERAPA hari telah berlaloe.
Pada soeatoe pagi selagi Hadidjah berdoedoek sendirian dipertengahan reomahnja, karena Rasminah lagi masak didapoer, Parta telah datang mengoendjoengi.

Sesoedah dipersilakan doedoek dan Parta menanjakan kesehatannja Hadidjah, Parta, dengan roepa sangsi achirnja telah menanja :

„Bagaimana, njonja, bagaimana poetoesannja dengan saja poenja lamaran boeat dirinja njonja poenja keponakan ?”

„Sebagaimana soedah beroelang-oelang saja kasi taoe pada toean, Rasminah beloem ada niatan akan menikah”, Hadidjah mendjawab.

„Ach, itoe tjoema satoe alasan sadja akan menolak lamaran saja. Saja ingin sekali mendapat taoe, kenapa Rasminah begitoe membentji sama saja. Saja kirimi oewang belandja ia tolak, saja kirimi pakaian ia kirim kembali. Apakah sebabnja ?”

„Betoel, toean, Rasminah beloem ada mempoenjai niatan akan bersoeami. Djikan ia kelihatannja sebagai membentji sama toean, itoelah ada karena toean poenja perboeatan sendiri”.

„Saja poenja perboeatan sendiri ? Ach, mana bisa djadi ? Apakah jang saja soedah berboeat ?”, Parta menanja.

„Apakah toean tidak merasa jang dengan selaloe menjegat ia disini dan sana, dan kadang-kkadang djoega kedjar-kedjar padanja, toean tidak bikin ia djadi ketakoetan dan dengan begitoe djadi membentji sama toean ?”

Parta djadi bingoeng. Sekarang baroelah ia merasa bahwa perboeatannja jang tjeriwis itoe tidak betoel adanja — bikin ia djadi dibentji oleh Rasminah. Apakah ia nanti bisa bikin betoel kesalahannja itoe dan apatah jang ia moesti berboeat soepaja bisa dapatkan ketjinta’annja Rasminah jang ia sangat rindoekan? Parta djadi terdiam, tidak berkata-kata boeat seketika lamanja. Hadidjah berkata lagi: „Soedahlah, toean, boeat apa toean mesti begitoe maoei Rasminah. Toch masih banjak gadis lain jang boekan sadja parasnja ada lebih elok dari Rasminah, tapi poen lebih terpeladjar dan deradjatnya lebih tinggi dari dia”.

„Saja ingin beristerikan Rasminah, njonja”, oedjarnja Parta, „karena saja tjintakan ia dengan segenap hati saja. Saja nanti bikin ia djadi beroentoeng. Begitoe poen njonja”.

„Tapi Rasminah tidak menjinta toean”, Hadidjah mendjawab: „bagaimana toean bisa bikin ia djadi beroentoeng?”

„Kalau njonja soeka izinkan saja menikah dengan Rasminah, nanti poen Rasminah tentoe bisa mentjinta saja. Saja nanti iringkan semoea kemaoeannja, kasi ia tinggal diroemah gedong, pakaian jang bagoes-bagoes, barang permata jang berharga mahal dan hidoep dengan senang dan serba tjoekoep”.

„Apa toean kira dengan oeang toean bisa bikin orang djadi beroentoeng dan mentjinta sama toean?”

„Boekan begitoe, jang saja maksoedkan, njonja. Saja maoe bilang jang saja nanti bikin Rasminah hidoep dalam serba tjoekoep dan kesenangan. Dengan pelahan ia tentoe nanti bisa mentjinta sama saja”.

„Toean poenja anggapan ada kliroe. Tjinta tidak bisa dibeli dengan harta doenia, tjinta ada datoe perasa’an soetji jang tidak gampang bisa dipengaroehi oleh kementerengan dan oeang. Djika toean poenja kedatangan tjoema ada boeat itoe oeroesan sadja, baiklah toean poelang sadja, sebab saja tidak bisa terima toean poenja lamaran boeat Rasminah, boekan sadja karena Rasminah tidak tjinta toean, tapi djoega sebab toean soedah mempoenjai isteri. Semoea orang tahoe jang toean Parta ada beristerikan Marsiti”.

„Marsiti tjoema satoe istri piara’an sadja. Saja poenja kedoea orang-toea tidak taoe jang saja piara Marsiti itoe. Kalau njonja soeka kasihkan Rasminah sama saja, saja nanti boeang Marsiti itoe dan kawin sama Rasminah”.

„Soedahlah, toean, tidak perloe toean roendingkan ini hal lebih djaoeh. Saja soedah bilang jang saja ta’ bisa terima toean poenja lamaran boeat dirinja Rasminah”.

Mendengan itoe oetjapan, Parta poenja paras lantas berobah mendjadi beringas. Ia bangkit dari krosinja dan dengan tidak oetjapkan sepatah perkata’an lagi, lantas sadja ia berdjalan keloear, tinggalkan Hadidjah sendirian diitoe roeangan.

Mendengar Parta soedah berlaloe, Hadidjah lantas menarik napas legah dan dengan soeara sedikit keras laloe panggil Rasminah, jang tidak lama kemoedian kelihatan keloear menjamperkan pada sang bibi. Hadidjah persilakan Rasminah doedoek didekatnja, kemoedian berkata :

„Kaoe tentoe bisa doega apa maoenja Parta itoe dengan iapoenja kedatangan disini?”

„Ja, bibi.”

„Bagaimana pikiranmoe sekarang. Apa kau maoe bersoeamikan dia?”

„Saja lebih soeka mati dari pada moesti bersoeami sama Parta, bibi”.

„Djika kau selaloe tolak lamarannja ia tentoe berdaja teroes akan dapatkan kaoe. Kalau kau poenja pikiran tetap begitoe, kau haroes berlakoe hati-hati terhadap dia, jang terkenal sebagai satoe pemoeda mata kerandjang, jang tidak soengkan akan goenakan segala daja boeat bisa sampaikan maksoednja”.

Mendengar itoe omongan Rasminah poenja paras berobah mendjadi sedikit poetjat. Ia manggoetkan kepalanja, kemoedian ketika ingat bahwa sang bibi tidak bisa melihat, ia berkata: „Ja, bibi, saja nanti berlakoe hati-hati”.

Sesoedah oetjapkan itoe perkata’an Rasminah laloe berbengkit dari doedoeknja dan djalan masoek kedalam roemah.

Satoe malam telah berlaloe dengan tjepat. Esok paginja selagi Rasminah doedoek mendjait, dengan disebelahnja doedoek Hadidjah, Rasminah berkata pada sang bibi:

„Bibi, beras soedah hampir habis lagi, sedang oeang simpanan bibi poen tjoema tinggal sedikit sadja. Ras sekarang soedah besar dan bisa mendjaga diri dengan baik. Apakah tidak lebih baik kalau Ras pergi sadja ke Betawi dan mentjari pekerdja’an disana ? Dengan begitoe boekan sadja bisa mentjari oeang, tapi poen Ras bisa djaoehkan diri dari Parta”.

Hadidjah tidak lantas menjahoet hanja berdiam doeloe sebentar sebagai orang lagi berpikir, kemoedian laloe berkata :

„Kalau kaoe maoe pergi ke Betawi akan mentjari pekerdja’an kaoe boleh tinggal menoempang diroemahnja toean Moestapa, akoe poenja kenalan lama. Tapi disana kaoe djangan sembarangan bergaoel sama orang dan haroes djaga diri dengan baik”.

„Tentoe saja nanti djaga diri dengan baik, bibi. Kalau Ras soedah dapat pekerdja’an, Ras nanti balik kemari akan ambil bibi boeat pindah ke Betawi”.

„Kalau kaoe poenja niatan soedah tetap begitoe, baiklah kaoe bikin persedia’an akan berangkat ke Betawi. Bésok atau loesa kau boléh pergi, soepaja djangan dapat ganggoean lebih djaoeh dari Parta”.

„Kalau bibi bilang begitoe, baiklah loesa sadja Ras berangkat, sebab Ras maoe pesan teman-teman doeloe soepaja mereka lihat-lihat dan bantoe rawati bibi selama Ras lagi tidak ada diroemah”.

Sesoedah berkata demikian Rasminah laloe berbangkit dan masoek kedalam kamarnja, oentoek pakaiannja jang hendak dibawa ke Betawi.