Sin Jit Po berubah menjadi Sin Tit Po
Tatkala Arjuna, sesampainya di medan perang Kuru, sangsi maju berperang, sebab harus melawan sanak keluarga dan guru²nya. Krisna menghilangkan kesangsian Arjuna dengan memberi tahu, bagi seorang ksatria peperangan yang sah adalah perbuatan paling baik yang bisa dilakukan. Kalau ia menang, ia berkuasa atas bumi. Kalau dalam itu peperangan, namanya akan tersohor selama-lamanya.
Pengecut adalah sebuah tindakan hina dan mengakibatkan rasa malu ada lebih berat dari kematian. Buat ksatria peperangan adalah tujuan, bukan jalan mendapat apa². Si ksatria berperang, sebab ia memang harus berperang bukan karena ia mau mendapatkan apa-apa.
„Sin Jit Po” sudah tewas dalam satu peperangan yang sah, dalam satu peperangan untuk membela keadilan. Ia sudah tewas sebagai seorang ksatria. Orang masih ingat bagimana kita punya kepala redaksi, itu waktu belum menjadi kepala redaksi kita, telah dituduh menggelapkan uangnya „Swara Publiek”.
Maksudnya tuduhan itu adalah membuat supaya kita punya kepala redaksi tidak bisa tinggal lebih lama di sini dan terpaksa pergi ke tempat lain. Maksud itu gagal karena „Sin Jit Po” telah menulis di halamannya untuk menerangken duduk perkara yang sebenarnya.
Orang minta-minta, orang soja-kuwie, orang mengancam, supaya „Sin Jit Po” jangan menulis di halamannya untuk hal itu, akan tetapi tidak kami turuti. Orang jadi sakit hati pada „Sin Jit Po” dan coba membunuhnya. Banyak orang tahu „Sin Jit Po” punya penyakit uang, penyakit itu harus dibikin jadi keras, supaya „Sin Jit Po” mati.
Begitulah orang beraksi minta duit. Oleh Dewan Kehakiman di sini, „Sin Jit Po” dihukum harus memberikan uang pada yang mengadu. Vonnisnya Dewan bersama pengaduan dari yang minta uang serta pembelaan dari „Sin Jit Po” nanti dimuat dalam ini surat-kabar dan tentu bakal menarik hati sekali.
Oleh karena itu sakitnya „Sin Jit Po” jadi lebih berat dan ia akhirnya mati. Ia mati dalam perkelahian membela keadilan, sebagi seorang ksatria. Tapi dengan tidak dinyana dan tidak disangka sama sekali oleh siapa² yang ingin lihat matinya „Sin Jit Po”, ia punya semangat hidup terus dengan menggunakan lain badan, lain nama.
Begitulah hari ini terbit Sin Tit Po dari Kemitraan dari itu nama juga, sebagai perwujudan kembali, sebagi jelmaan sekali lagi dari „Sin Jit Po”.
Orang bisa kira² sendiri berapa besar kecewa dan gemasnya orang² itu. Barangkali kalau di depan orang lain mereka bisa pura² tertawa, tetapi cobalah perhatikan dengan cermat, tertawanya itu niscaya sama seperti tertawanya orang yang sakit gigi.
Kejadian ini berisi satu pelajaran, yaitu pelajaran yang orang jangan mempunyai hati terlalu jahat, karena hati terlalu mau membunuh „Sin Jit Po”. Maka sekarang sebaliknya dari „Sin Jit Po” yang mati tidak hidup tidak, satu musuh yang hampir tidak punya tenaga, sekarang lahir Sin Tit Po, satu tandingan yang lumayan tangguhnya, dalam setiap kasus banyak kali lebih tangguh dari „Sin Jit Po”.
Sin Tit Po tidak mau mencari onar, tetapi dengan berkaca-mata pada Bhagawad Gita, pada pelajarannya Krisna pada Arjuna, Sin Tit Po tidak akan menampik perkelahian.
Hari-hari yang mendatang nanti akan kami buktikan, sebetulnya buat „sana” (fihak) ada banyak kali lebih baik mereka menindas saja itu hati jahat untuk membunuh „Sin Jit Po” dari pada melanjutkan niat jahat itu. Tetapi sekarang sudah terlanjur menyesal tidak ada gunanya lagi. „Sin Jit Po” sudah melungsungi jadi pahlawan muda dan gagah, berkali lipat lebih gagah dari sebelumnya.
Siapa² yang memiliki niatan jahat, hendaknya berkaca pada kejadian ini sama „Sin Jit Po”. Yang berbuat jahat cuma bisa girang beberapa hari saja takala mendengar mereka dimenangkan oleh pengadilan di sini, satu kemenangan yang juga belum tentu kekal, sebab dilawan terus sampe Pengadilan di Betawi. Tapi kegirangan itu tidak sampai beberapa hari harus dibeli dengan kemenyesalan seumur hidup. Makin maju nanti adanya Sin Tit Po, makin keras suara mengeluh dari dada.
Manusia janganlah mempunyai hati terlalu jahat! Itulah pelajaran yang diberikan perobahan hari ini dari „Sin Jit Po” jadi „Sin Tit Po”.
Liem Koen Hian (Kepala redaksi pertama „Sin Tit Po”)