Sekali Merdeka, Tetap Merdeka!
Paduka Tuan Ketua Badan Pekerja Komite Nasional Pusat
Seluruh rakyat Indonesia di seluruh daerah Indonesia , dan yang merantau di luar negeri, laki dan perempuan !
Saya mengucapkan banyak-banyak terima kasih atas ucapan-ucapan yang telah diucapkan oleh Paduka Tuan Ketua Badan Pekerja Komite Nasional Pusat.
Saya terharu sekali, bahwa kita pada hari ini dapat merayakan hari ulang tahun Republik kita yang pertama. Saya ingat kepada Tuhan, yang Maha Kuasa, mengucapkan syukur Alhamdulillah, sebab, – usia Republik kita yang satu tahun itu, tak lain tak bukan ialah berkat dan rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa.
Alangkah hebatnya tahun yang telah lalu itu! tiga ratus enam puluh lima hari kita bekerja, membanting tulang, berjuang mati-matian, menderita, menghadapi gunung-gunung kesulitan, mengatasi gunung-gunung kesulitan itu dimana dapat. Tiga ratus enam puluh lima hari kita berjuang dan bekerja, secara laki-laki, secara hero-is.
Tatkala pada 17 Agustus tahun yang lalu kita memproklamirkan kemerdekaan kita dengan kata-kata sederhana, belum dapat kita membayangkan benar-benar apa yang kita hadapi. Kita hanyalah mengetahui, bahwa Proklamasi kita itu adalah satu kata pekik "berhenti!" kepada penjajahan yang 350 tahun. Kita majukan proklamasi kita itu kepada dunia sebagai hak asli kita, hak bangsa kita, hak kemanusiaan kita, hak hidup kita, dengan cara yang setajam-tajamnya. Kita majukan proklamasi kita itu, pula sebagai seruan yang sejelas-jelas serta yang selangsung-langsungnya kepada rakyat dan bangsa kita sendiri, untuk menentukan nasibnya sendiri dengan tindakan dan perbuatan sendiri.
Dan Proklamasi kita itu menderu di udara, sebagai arus listrik yang menggetarkan jiwa bangsa kita! Seluruh rakyat kita, seluruh bangsa kita, menyambut proklamasi kita itu sebagai penebusan janji pusaka yang lama, sebagai aba-aba yang menggeledek untuk memulai kehidupan yang baru.
Apakah yang kita miliki pada waktu itu? pada waktu itu yang ada pada kita hanyalah kehendak, kemauan, jiwa, yang menyala-nyala dengan semangat kemerdekaan. Kekuasaan masihlah berada di tangannya balatentara Jepang yang jumlahnya berpuluh-puluh ribu serdadu yang bersenjata selengkap-lengkapnya. Dan balatentara serikat segera akan mendarat pula, menambah persenjataan asing yang ada di negeri kita. Dunia belum mengenal bangsa kita serta belum mengenal kehendak kita akan kemerdekaan. Rakyat kita badannya lemah, seakan-akan remuk redam, oleh penderitaan-penderitaan yang dialaminya selama penjajahan Jepang. Di seluruh negeri kita, yang kelihatan hanyalah kesukaran, kekurangan, kemelaratan.
Di dalam keadaan yang demikian itulah kita memulai perjuangan kebangsaan kita yang sekarang ini, kira nyatakan ke seluruh dunia: "Kita Republik", "Kita Merdeka". Gelap gelap dunia di sekeliling kita, akan tetapi di dalam bathin kita terang benderang, menyala=nyala api kemerdekaan dan api kebangsaan.
Dengan kehendak yang membulat dan menjadi satu, ketetapan hati yang menggumpal menjadi satu, tekad yang membaja menjadi satu, seluruh bangsa kita, kaya, miskin, tua, muda, laki, perempuan, terpelajar, buta huruf, seluruh bangsa kita bangkit bergerak, berjuang untuk membenarkan, mewujudkan Proklamasi 17 Agustus itu. Balatentara Jepang yang telah kehilangan semangatnya, dapat kita desak dan enyahkan dari pemerintahan. Dalam beberapa minggu saja, seluruh pemerintahan di pulau-pulau Jawa, dan Sumatera dan lain-lain, benar-benar di dalam tangan kita.
Dengan begitu maka proklamasi kita bukan lagi suatu janji dan tuntutan, bukan lagi suatu seruan diawang-awang. Tetapi kemerdekaan kita menjadi suatu kenyataan, Negara Republik Indonesia menjadi suatu realiteit bagi dunia dan kemanusiaan. Dengan begitu pertanggung jawaban kita kepada seluruh dunia bertambah pula.
Alangkah hebatnya kesulitan-kesulitan yang kita hadapi! Kesulitan-kesulitan itu tidak berkurang, bahkan bertambah, sesudah kita merebut kekuasaan dari tangan Jepang. Serikat telah mendaratkan beribu-ribu serdadu bersenjata, diantara mana serdadu Belanda. Bersama-sama dengan itu, datang pula wakil kekuasaan Belanda yang mengaku dirinya pemerintah Hindia-Belanda. Di pulau-pulau di luar Jawa dan Sumatera, dimana rakyat kedudukannya terpencar-pencar, balatentara Belanda yang menamakan dirinya NICA dapat meluaskan kedudukannya serta kekuasaannya. Lawan kita dapat menguasai laut dengan kapal-kapal perang serta kapal terbang, merintangi perhubungan antara kita dengan saudara-saudara di seberang, mengasingkan kita dari saudara-saudara di seberang itu, meskipun didalam bathin, kita tidak dapat diasingkan, dan tidak akan dapat diasingkan. Dan lawan kita itupun memblokkade kita terhadap dunia luar, mencoba hendak melumpuhkan dengan blokkade itu.
Kesulitan-kesulitan mula-mula timbul di dalam negeri sebagai akibat pertempuran dengan Jepang, yang dapat berhasil menggunakan kaki tangannya dari bangsa kita sendiri dan orang Indo, sehingga timbul suasana benci membenci diantara beberapa golongan bangsa kita sendiri. Dan lawan dari pihak Belanda bukan lawan, kalau ia tidak mempergunakan kemungkinan ini! sebagian kecil daripada bangsa kita dapat dihasud untuk mengadakan tindakan-tindakan ganas yang bersifat provokasi.
Tembak-menembak terjadi, bunuh membunuh. Sehingga tak dapatlah dihindarkan, bahwa antara tentara serikat, dengan rakyat kita-pun timbul persengketaan. Orang-orang tawanan Bangsa Belanda, yang pada mulanya diterima kembali di dalam masyarakat kita dengan penuh rasa peri kemanusiaan. Mereka-pun terseret di dalam gelombang perasaan kebencian dan permusuhan, yang timbul dari pertempuran-pertempuran antara NICA dan rakyat kita.
Didalam keadaan demikian, orang-orang ini, yang berada diantara rakyat kita yang amarah, terpaksa kita lindungi, dari kemarahan rakyat itu. Berpuluh-puluh ribu orang Indo dan Apwi yang harus diselamatkan dari keamarahan rakyat, dikumpulkanlah oleh pemimpin-pemimpin kita yang merasa bertanggung jawab, di dalam tempat-tempat yang di perlindungi. Maka dengan sedih hati, beribu orang yang bertahun-tahun telah menderita kehilangan kemerdekaannya di jaman Jepang. Tak dapat dikembalikan pada masyarakat; beribu orang yang telah mengecap kemerdekaan sedikit hari di zaman Republik, harus dikembalikan pada tempat-tempat perlindungan.
Dan sudah barang tentu hal-hal ini memperbanyak kesulitan kita terhadap bala tentara Serikat, yang menurut keterangannya mendarat di Indonesia menawan orang Jepang dan memerdekakan orang-orang yang ditawan oleh Jepang dahulu. Seolah-olah seperti kita menghalangi pekerjaan tentara serikat!
Padahal sejak mula-mulanya kita mengatakan, menyatakan, membuktikan, bahwa kita sedia membantu dengan segala kekuatan kita, supaya balatentara serikat dapat menyelesaikan kewajibannya di negeri kita ini, akan tetapi pihak serikat sendiri menyulitkan, kita benar-benar memberi pertolongan itu kepadanya! Meskipun kita tidak meminta kepadanya, supaya mengakui Republik kita atau pemerintahan kita pada waktu itu juga
Hal mana tentu tidak mungkin bagi tentara yang sekadar menjadi alat negaranya saja, maka yang kita anggap mungkin dikabulkannya, dan jika dikabulkannya, niscaya memudahkan pemecahan segala soal serta penyelesaian segala soal, ialah ; tuntutan kita, supaya diantara tentara Serikat yang mendarat, hendaknya jangan ada bala tentara Belanda.
Tuntutan Kita ini bukan semata-mata diadakan supaya menunjukkan curiga kita terhadap bangsa Belanda, bukan supaya menyatakan permusuhan kita kepada pihak Belanda. Kepada Pihak Belanda kita berkata ; "Percayalah, bahwa kami sebenarnya tidak a priori menghendaki permusuhan dan pertentangan dengan Tuan. Percayalah, bahwa kami sebenarnya mengharapkan penyelesaian soal-soal kami dengan secara damai. Apakaj yang lebih baik daripada damai?"
Tetapi kita mengerti, bahwa jika tentara Belanda dimasukkan ke dalam daerah Republik, kemungkinan akan menyelesaikan soal-soal dengan damai, tentu dibahayakan oleh gerakan militer. Hal ini ternyata di kota Jakarta dan di kota Bandung, dimana bala tentara Belanda segera bertindak sangat agresif dan provokatoris, malahan bertindak bergandeng-gandengan tangan dengan bala tentara Jepang, mengadakan suatu macam teror terhadap pihak kita.
Kejadian-kejadian di Jakarta itulah, dan kemudian di lain tempat, yang meluap-luapkan perasaan bangsa kita hingga menjadi gelombang kebencian terhadap keganasan yang diperlihatkan oleh tentara Belanda terhadap pihak kita. Inilah terutama, yang mendorong kita untuk mendesak kepada pihak Serikat, supaya jangan, jangan mendaratkan tentara Belanda, oleh karena terang akan mengacaukan suasana umum, terang akan merusakkan suasana umum, – tidak saja untuk usaha Serikatdi negeri kita ini, tetapi juga untuk usaha penyelesaian soal Indonesia-Belanda sendiri !
Sayang! Sayang pihak Inggris rupanya tidak dapat menolak tuntutan Belanda supaya memasukkan juga tentaranya. Tentara Serikat yang sebagian besar terdiri dari bangsa yang kita saudarai, bangsa India, terlibat pula di dalam suasana pergeseran, permusuhan, pertempuran, yang disebabkan oleh hal ini.
Pertempuran di Surabaya terjadi sebagai akibat dari suasana ini. Dalam pada itu ternyata kepada dunia, bahwa kita hendak mempertahankan kehormatan kita dengan segala tenaga yang ada pada kita. Beratus ribu rakyat kita menjadi korban, beratus mati, beribu luka, beribu remuk-redam hancur-lebur rumahnya dan harta bendanya. Kota Surabaya yang berpenduduk hampir semilyun, menjadi sunyi senyap, diliputi api, ditimpakan kerusakan.
Akan tetapi Bangsa kita menerima segala hal ini sebagai tebusan kehormatan bangsa, yang harus dibayar, yang musti dibayar, Kemudian Magelang, kemudian Ambarawa, kemudian Semarang, Kemudian Bandung, Kemudian Medan, Kemudian Padang. Dimana Pihak Serikat memasukkan tentara Belanda, disana menjadi Neraka. Dan disana pula pihak Serikat tak dapat menjalankan dengan sempurna kewajibannya yang diletakkan di atas bahunya.
Pertempuran-pertempuran ini menggoncangkan benar-benar masyarakat bangsa kita. Terpaksa kitapun terhadap bala tentara Serikat menyatakan curiga kita; terpaksa kita membatasi kebebasannya bergerak di dalam Republik, meskipun kita tidak diakuinya sebagai Negara. Bertambahlah banyak dan tajam persoalan kita dengan Belanda. Bertambah pula persoalan kita dengan Serikat. Ini kita sayangi.
Tetapi akhirnya kita diperlakukan sebagai pemerintahan de facto. Dengan begitu maka beberapa hal dapat diurus sebagai persetujuan antara dua pihak yang sama derajatnya. Dengan begitu maka beberapa hal dapat diselesaikan, zonder pertumpahan darah. Sungguh, kita tak dapat menyerahkan kekuasaan atau daerah pada pihak Serikat dengan begitu saja, halmana menimbulkan pertempuran, dan sebagai akibatnya, kekacauan di dalam beberapa daerah!
Di tengah-tengah nyalanya api, ditengah-tengah menggeledeknya meriam, di tengah-tengah menghebatnya kekacauan, kita harus menjalankan, memperlengkapi, menyempurnakan pemerintahan kita. Mula-mula kita mendirikan tentara kebangsaan. Kemudian kita memperbaiki pemerintahan sipil yang menderita kerusakan di dalam revolusi. Kemudian lagi kita berikhtiar mengenai kekacauan, mengurus dan menyusun kehidupan rakyat-Murba dalam hal keamanan dan kemakmuran. Perusahaan-perusahaan umum diperhatikan, diurus, diperlengkapi. Djawatan Kereta Api, Djawatan Listrik, Djawatan Pengairan, Djawatan Kehutanan, Djawatan Kesehatan,- Semuanya itu harus di urus di dalam kesulitan yang maha besar. Rancangan untuk menyelenggarakan kemakmuran rakyat, atau sedikitnya meringankan penderitaan rakyat, pun dipikirkan. Kekalutan yang ditinggalkan oleh Jepang di atas lapangan ekonomi ekonomi, bukan kepalang. Kekalutan warisan Jepang di atas lapangan keuangan, tiada hingganya. Beribu uang Jepang di dalam Republik dan Beribu juta uang Jepang ini menghambat segala usaha untuk memulai pembersihan ekonomi. Maka yang menjadi soal yang pertama ialah: mengadakan pembersihan uang, yang sejak dari mula-mulanya Republik berdiri telah dimengerti oleh pemerintahan kita. Akan tetapi juga didalam usaha mengadakan perbersihan uang itu, kesulitan maha Hebat. Bukan saja kesulitan-kesulitan teknis dan materiil untuk mengeluarkan dengan lekas uang Republik sendiri, tetapi juga kesulitan oleh karena perlengkapan alat kekuasaan, — seperti polisi-biasa dan polisi-ekonomi–, masih belum memadai kepada keperluan yang timbul karena niat pembersihan ekonomi itu. Kesulitan keuangan-masyarakat dan keuangan-pemerintah maha hebat, Dan sebelum hal keuangan ini dapat disehatkan, belum dapatlah diusahakan kemakmuran negeri, belum dapat dibasmi tukang catut, belum dapat diberantas korupsi dengan sempurna.
Maka didalam keadaan demikian alat-alat penghasilan yang seharusnya dapat membantu meringankan beban pemerintahan, tidak dapat menolong. Malahan disana sini timbul semacam “Anarcho Sindikalisme", yang sebenarnya bukan “Anarcho Sindikalisme" yang prinsipiil. Kaum buruh bertindak seolah-olah mereka-lah yang berhak atas perusahaan dan hasil perusahaan dengan langsung, mula-mula oleh karena tiada orang yang membayar gajinya. Ia mesti makan untuk dapat bekerja dan ia bekerja buat makan, Kemudian hal ini dipergunakan oleh orang-orang diantara mereka yang tidak baik, supaya berlaku sebagai tukang catut. Hasil perusahaan yang seharusnya milik Negara, dicatut oleh orang-orang yang mengangkat dirinya menjadi pengurus perusahaan-perusahaan. Demikian pula dengan isi gudang-gudang negeri. Orang-orang yang tidak baik, telah mencatutkan isi gudang-gudang itu, dan dengan begitu merugikan, mengkhianati kepada Negara. Usaha untuk memusatkan pimpinan segala perusahaan yang dalam pengawasan Negara, terus diikhtiarkan, terus dijalankan, setapak demi setapak berhasil pula, akan tetapi belum dapat berbuah sebagai dikehendaki, oleh karena alat-alat kekuasaan belum cukup, dan pengertian yang sehat dikalangan kaum buruh belum tersebar dimana-mana. Usaha untuk menghematkan segala alat dan benda yang datang dari luar negeri-pun diikhtiarkan, akan tetapi menemui pula kesulitan-kesulitan yang serupa. Terutama sekali penghematan alat—alat-lalu-lintas minta perhatian yang sungguh-sungguh
Demikianlah gambaran lautan kesulitan, rimba belukar kesulitan, gunung-gunung kesulitan yang kita lalui di tahun yang lampau di atas lapangan ekonomi dan pemerintahan.
Di atas lapangan politikpun tak kurang soal! Benar, revolusi kita telah membangkitkan banyak sekali tenaga-tenaga konstruktif. Benar, Revolusi kita ini telah membangunkan, dengan cara yang mengagumkan, tenaga-tenaga yang positif, yang berguna, yang menyusun, yang membangun. Tetapi disamping itu, sebagai buah dari kekacauan umum, lahir pula tenaga yang merusak, yang dekstruktif. Yang membahayakan perjuangan rakyat kita. Yang membahayakan negara. Tak berhenti-berhenti pemerintah berikhtiar mengasuh tenaga-tenaga yang dapat dipakai, tak berhenti-henti pemerintah mengajak: mari menyusun, mari membangun! Tetapi di sampingya mengasuh dan mengajak itu, pemerintah berusaha pula menghindarkan segala bahaya yang mungkin timbul dari pikiran dan jiwa pengacau. Dengan perngertian yang sedalam-dalamnya serta keyakinan yang sekuat-kuatnya, akan arti persatuan bangsa, maka pemerintah selalu mencari mempersatukan, selalu menghindarkan perselisihan, selalu menunjuk kepada ajaran sejarah: "bersatu kita teguh, bercerai kita jatuh". Akan tetapi dalam pada itu, pemerintah musti memperkuat kedudukannya sebagai pemerintah, memperkuat kedudukannya sebagai "Stable-government", memperkuat kedudukannya sebagai pucuk pimpinan negara yang ditaati oleh segenap rakyatnya. Hanya dengan kedudukan yang kuatlah pemerintah dapat "stable". Hanya dengan kedudukan yang kuatlah pemerintah dapat melakukan kewajiban-kewajiban maha besar sebagai pucuk pimpinan negara. Pemerintah bukan pengurus partai, bukan pengurus golongan, tetapi pengurus negara, kekuasaan negara, dan harus tahu dan dapat bersikap dan bertindak sebagai kekuasaan negara.
Kekurangan pengertian diantara beberapa golongan menyulitkan kedudukan pemerintah dalam hal ini, membahayakan keselamatan perjuangan kita, membahayakan keselamatan negara kita. Maka tenaga peng-rusak dan pengacau politik ini, sekarang terpaksa ditetapkan oleh pemerintah sebagai bahaya negara dan bahaya perjuangan, terpaksa dibasmi. Ia telah merugikan negara dan perjuangan kita, kedalam dan keluar. Pemerintah terpaksa keras. Terhadap orang-orang yang bersangkutan dengan peristiwa solo dan Jogja baru-baru ini akan dituntutkan hukuman yang selayaknya. Dan terhadap segala kemungkinan yang semacam itu, sikap pemerintah akan sama. Tiap-tiap pengacau, tiap-tiap pengrusak akan berhadapan langsung dengan kekuasaan pemerintah. Dan pemerintah tidak akan ragu-ragu mengambil tindakan yang sepantasnya terhadap mereka itu!
Di dalam politik pemerintah terhadap luar negeri ini, kita menjalankan haluan yang tetap. Tetap mengemudikan kapal Negara Republik Indonesia diantara Negara-negara yang lain, sehingga mendapat pengakuan dan kedudukan yang sama derajat. Pembicaraan yang kita lakukan dengan pihak belanda adalah satu bagian saja dari usaha yang kita lakukan untuk mendapat kedudukan yang kita maksudkan itu. Jika pembicaraan ini mendapat persetujuan, maka seharusnya hal ini dipandang sebagai hasil sementara di dalam usaha kita mencapai dan mendirikan satu negara yang merdeka, yang meliputi seluruh- Hindia-Belanda dahulu. Dan jika tidak mendapat persetujuan? Jika tidak mendapat persetujuan, maka dengan segala tenaga yang ada pada kita, kita akan melanjutkan usaha kita di lapangan lain. Dan jika pihak Belanda akan memakai kekerasan? Jika pihak Belanda akan mencoba memaksa kita dengan kekerasan untuk menerima penjajahannya kembali, maka kita akan mempertahankan kemerdekaan kita itu mati-matian, dengan segala kekuatan kita, dengan segala alat-alat kita, dengan segala apa saja yang ada pada kita, materiil, spirituiil, lahir, batin !
Terhadap negeri-negeri lain, terutama negeri-negeri tetangga kita, kita menyelenggarakan persahabatan, dan segala hal yang timbul, dapat kita selesaikan dengan baik dalam suasana persahabatan. Pemerintah kita lebih lama-lebih banyak diperlukan oleh negeri-negeri itu, sebagai pemerintah bangsa Indonesia yang ada didalam lingkungan Republik. Demikian pula oleh tentara serikat, yang telah kita tolongkan mengeluarkan tawanan Jepang, serta sebagian besar daripada Apwi. Hanya saja kita tetap merasa belum cukup mendapat penghargaan atas bantuan kita. Kita masih terus diganggu oleh bagian tentara serikat yang berupa tentara Belanda. Kita mengalami pengeboman kapal Kangean oleh pihak Belanda, kapal yang memuat orang-orang perempuan, anak-anak kecil, anak-anak bayi!. Kita mengalami penembakan Banyuwangi, pelabuhan beras yang oleh penembakan itu menderita rusaknya gudang-gudang, tenggelamnya beberapa kapal pengangkut, kocar-kacirnya persediaan gabah, sehingga terhalang benar-benar sempurnanya usaha kita di tempat itu untuk memenuhi panggilan peri kemanusiaan menolong bangsa india, yang menderita bahaya kelaparan.
Oleh karena gerak gerik tentara Belanda itulah, yang rupanya tak dapat dikemudikan oleh panglima serikat, dengan menyesal usaha kita untuk mengeluarkan kaum Apwi baru-baru ini terhalang dan tertunda. Perhatikan: terhalang, tertunda—tidak diberhentikan! Mudah-mudahan halangan ini lekas dapat dihilangkan, supaya pengangkutan Apwi itu dapat lekas kita lanjutkan.
Sementara itu pihak Belanda terus mendesak, dan terhadap desakan Belanda itu pimpinan tentara serikat kelihatan tiada terlalu kuat. Akibatnya ialah bahwa ditempat-tempat yang pada lahirnya berada di dalam pengawasan serikat bangsa kita terdesak, terjepit, terancam. Ini tidak saja terjadi di kota-kota yang sudah terang-terangan di serahkan kepada Belanda, tetapi juga di Jakarta, dimana pengadilan kita dicoba dihapuskan serta rakyat kita diserahkan kepada pengadilan yang berdasarkan hukum Belanda. Tetapi pemerintah kitapun tidak diam, tidak pernah lalai mempertahankan kedudukan bangsa kita dengan jalan apapun yang mungkin.
Hasil usaha politik terhadap luar negeri yang paling memuaskan ialah perjanjian beras yang kita adakan dengan pemerintah India. Tidak saja kita mendapat persahabatan, mendapat persaudaraan, mendapat pertalian cinta dengan bangsa India yang dikemudian hari akan mempunyai suatu negara besar di Dunia, oleh karenanya—tetapi langsung kita mendapat bukti yang nyata dari salah satu negeri besar bahwa kita telah mempunyai kedudukan yang terpandang di Dunia, telah mendapat kepercayaaan sebagai negara, telah dipandang dan diperlakukan sebagai suatu bangsa yang dewasa.
Alangkah baiknya jika lain bangsa dan negara yang juga bersahabat dengan kita, lekas menurut langkah India ini. Dunia akan menyaksikan, bahwa kita bukan bangsa yang serakah. Dunia akan menyaksikan bahwa kita suka "memberi". Tiap-tiap bangsa mempunyai "corak" sendiri, mempunyai "warna jiwa" sendiri, mempunyai "central theme" sendiri, mempunyai reason d’etre sendiri. Ada yang "coraknya" ialah senang kepada kemegahan politik. Ada bangsa yang "coraknya" ialah militer. Ada bangsa yang "coraknya" ialah kebudayaan. Tetapi bukalah kitab sejarah kita, dan lihatlah betapa "corak" bangsa kita: kita tak pernah—sekali lagi: tak pernah, di dalam sejarah kita yang ribuan tahun itu—menjajah bangsa lain, tetapi sebaliknya, kita selalu membagikan kekayaan-kekayaan kita kepada bangsa lain. Tidaklah negeri kita dahulu sebagian dinamakan orang "Jawa dwipa", oleh karena kita selalu memberikan gandum kita kepada bangsa lain—sebagian lagi dinamakan "suwarna dwipa", oleh karena kita selalu memberikan emas kita kepada bangsa lain? Sungguh, saya bersedia meminjam lenteranya Diogenes untuk mencari seseorang yang dapat membuktikan, bahwa: "corak" bangsa Indonesia adalah lain daripada itu. Dan "corak" ini tetap, tidak berubah ! dan siapa mengatakan, bahwa "corak" ini berubah—bahwa kita tidak lagi seperti dulu—ia sama dengan orang yang mengatakan bahwa air dapat mengalir ke hulu. Dapatkah air bengawan solo kembali mengalir ke sumbernya di gunung Sewu, atau air sungai gangga mengalir ke sumbernya di lereng gunung Himalaya? Tidak, kita tidak berubah. Kekayaan kita yang dapat digunakan oleh dunia, kita sediakan untuk dunia—juga untuk negeri Belanda—untuk ditukarkan dengan keperluan-keperluan bangsa kita sendiri. Sedangkan kita di dalam keadaan terancam sebagai sekarang ini membuktikan, bahwa kita dapat dan sedia mengerjakan segala usaha perdamaian yang diperlukan oleh kemanusiaan—apalagi nanti jika kita telah mendapat kesempatan untuk hidup dalam damai, tidak diancam atau diserang dari luar! Alhamdulillah, inipun sebenarnya telah diketahui oleh banyak orang. Umumnya di dunia adalah banyak sahabat kita, banyak orang yang membenarkan perjuangan kita, tidak saja oleh karena dipandangnya adil, akan tetapi juga oleh karena yakin, bahwa yang kita kehendaki itu sebenarnya adalah memang paling baik juga untuk pergaulan bangsa-bangsa di dunia. Maka adalah suatu usaha politik luar negeri kita, untuk menyebarkan keyakinan, yang demikian itu diantara bangsa-bangsa di dunia, dengan bukti-bukti yang nyata tentang kesanggupan-kesanggupan kita sebagai bangsa, sebagai pemerintah, sebagai negara.
Gambaran yang saya berikan di atas, melukiskan dengan nyata, bahwa, meskipun kesulitan-kesulitan di tahun yang lalu adalah besar—maha besar, hebat—maha hebat, meskipun kesulitan-kesulitan ini kadang-kadang tampaknya seperti lautan rintangan yang tiada hingganya—kita toh dapat melaluinya dengan selamat, berkat bantuan Tuhan yang Maha Kuasa.
Kita masih hidup banyak kesulitan yang telah kita kalahkan! Yang kita capai belum lagi yang kita harapkan, akan tetapi bukti-bukti adalah cukup, bahwa kita maju di segala lapangan. Kedudukan pemerintah yang telah kuat, keluar dan kedalam.segala hal yang harus diperbaiki lagi akan terus diperbaiki, disempurnakan. Susunan pemerintah akan disempurnakan, susunan tentara akan disempurnakan. Pengangkutan beras ke India serta segala akibatnya—sepertinya pembagian barang-barang yang akan diterima dari India—akan terus diselenggarakan serapih-rapihnya. Kekuatan bertahan kita di atas segala lapangan diperbaiki terus, dengan pimpinan Dewan Pertahanan Negara dan Dewan Militer.
Bagaimana banyak juga lagi kesulitan di hadapan kita—terutama jika pihak Belanda berniat akan mengadakan gerakan militer di negeri kita ini—InsyaAllah kita terus maju. Yang paling berat telah kita lalui. Kepada tentara diletakkan kewajiban yang sangat berat sekarang, yaitu menjaga, supaya tiap-tiap percobaan pihak Belanda untuk mengalahkan kita dengan paksaan senjata, gagal. Kita tidak mau dijajah lagi. Rakyat seluruhnya pun harus tetap tekadnya menolak segala serangan perkosa dari lawan, dengan segala tenaga dan segala alat yang ada padanya. Kita cinta damai, tetapi kita lebih lagi cinta kemerdekaan. Kita memelihara perdamaian hingga batas yang sejauh-jauhnya, tetapi kita sekalian akan bertahan habis-habisan terhadap tiap-tiap perkosaan pada Republik kita dan bangsa kita ! apakah Republik Indonesia harus dihancurkan ? kalau Republik Indonesia dihancurkan maka perdamaian akan hancur. Maka kesejahteraan Dunia akan hancur, maka Ekonomi Dunia akan hancur, maka Demokrasi akan hancur, dan sebagai gantinya akan datang kekacauan terus menerus. Kita mendirikan Republik karena kita cinta Demokrasi, Kesejahteraan Dunia, persaudaraan bangsa. Kita mendirikan Republik untuk kebaikan kita sendiri, dan untuk kebaikan Dunia. Kita mengetahui, bahwa soal Indonesia—satu bagian daripada soal Dunia—menarik perhatian seluruh Dunia, dan bahwa soal Indonesia itu barangkali malah lebih penting daripada beberapa soal yang harus dipertahankan oleh pemimpin-pemimpin yang bertanggung jawab atau politik luar negerinya serikat bangsa-bangsa. Kita sendiri ingin selekas-lekasnya ikut serta dalam usaha mendirikan perdamaian Dunia dan dalam usaha rekonstruksi ekonomi Dunia. Oleh karena itulah, maka kita berseru kepada semua bangsa-bangsa di Dunia yang cinta damai, kepada semua bangsa-bangsa yang cinta demokrasi, kepada semua bangsa-bangsa yang bertanggung jawab atas perdamaian dunia dan kesejahteraan dunia, supaya membantu agar supaya Republik Indonesia lekas diakui. Sekali lagi, kita cinta damai, tetapi lebih lagi kita cinta kemerdekaan. Kita memelihara perdamaian sampai batas yang sejauh-jauhnya, tetapi kalau kita diperkosa oleh pihak Belanda, kita akan melawan ! melawan—dengan tidak gentar, sebab Tuhan yang Maha Adil dan Maha Kuasa adalah kita punya Jenderal !
Paduka Tuan Ketua Badan Pekerja Komite Nasional Pusat !
Rakyat Indonesia di seluruh Kepulauan Indonesia !
Pada hari Ulang Tahunnya Proklamasi kita ini, saya menundukkan kepala untuk mengheningkan terima kasih kita kepada Tuhan seru sekalian alam. Saya menundukkan kepala pula, untuk menyatakan hormat kepada semua pahlawan-pahlawan Indonesia yang telah gugur, dan semua korban-korban di atas padang kehormatan membela kehormatan bangsa. Saya menyampaikan terima kasihnya bangsa dan pemerintah pula kepada semua orang dan golongan, baik di dalam maupun di luar negeri, yang telah memberi bantuan yang berupa apapun kepada perjuangan kita.
Setahun kita merdeka !
Mari kita berjalan terus. Mari kita berbesar hati. Didalam sejarah dunia, sering orang dengan revolusi mendirikan suatu Republik, tetapi banyak sekali diantaranya yang gagal. Ada yang berumur hanya beberapa bulan, ada yang hanya beberapa minggu. Tetapi Republik Indonesia telah berdiri satu tahun ! Ini adalah perbedaan yang besar ! marilah kita berjalan terus. InsyaAllah, kalau kita dapat berdiri satu tahun, kita dapat pula berdiri dua tahun. Kalau kita dapat berdiri dua tahun, kita dapat pula berdiri tiga tahun, tiga puluh tahun, tiga ratus tahun, dan seterusnya sampai ke akhir jaman—asal kita memenuhi syarat-syarat untuk berdiri terus. Asal Jiwa kita tetap jiwa Merdeka yang lebih baik mati berkalang tanah dari pada hidup bercermin bangkai, asal kegiatan-kegiatan kita emoh mengenal lelah, asal keridloan berkorban kita senantiasa hidup berseri-seri, asal kejujuran kita tidak mau menjadi serong sedikitpun juga, asal kesadaran bernegara bersarang benar-benar di dalam kita punya dada, asal pekerjaan bersama dengan lain-lain bangsa kita selenggarakan dengan sebaik-baiknya, asal kemauan hendak maju tetap menyala-nyala di dalam kalbu kita, asal persatuan Nasional, Ya sekali lagi persatuan Nasional kita jaga—maka Republik tidak akan tenggelam, tetapi akan tetap kekal dan abadi.
Dan kita harus sabar, tak boleh bosan, ulet—terus menjalankan perjuangan, terus tahan menderita. Kita harus Jantan ! jangan putus asa, jangan kurang tabah, jangan kurang rajin. Ingat ! memproklamirkan negara adalah gampang, tetapi menyusun negara, mempertahankan negera, memiliki negara buat selama-lamanya—itu adalah sukar. Hanya rakyat yang memenuhi syarat-syarat sebagai yang saya sebutkan tadi itulah—rakyat yang ulet, rakyat yang tidak bosanan, rakyat yang tabah, rakyat yang jantan—hanya rakyat yang demikianlah dapat bernegara kekal dan abadi. Siapa yang ingin memiliki mutiara harus ulet menahan napas, dan berani terjun menyel$ami samudera yang sedalam-dalamnya. Marilah kita menjadi rakyat yang gemblengan ! Jangan Lembek ! segenap jiwaku, segenap rohku, memohon kepada Tuhan, supaya bangsa Indonesia menjadi satu bangsa yang menjadi penjaga persaudaraan dunia dan kesejahteraan dunia, Suatu bangsa yang kuat, yang ototnya kawat dan balungnya wesi, yang di dalam tubuhnya bersarang jiwa yang terbuat dari zat yang sama dengan zatnya halilintar dan guntur !
Mari kita berjalan terus !
Kearah pengakuan Republik Indonesia !
Kearah kekalnya Republik Indonesia, sampai akhir jaman !
Hidup Ketuhanan Yang Maha Esa !
Hidup Nasionalisme Indonesia !
Hidup Persaudaraan Dunia !
Hidup Demokrasi !
Hidup Kesejahteraan Sosial !
Kepada Tuhan saya mohonkan taufik dan hidayat !
Sekianlah !
Merdeka !