Lompat ke isi

Sejarah Kota Banjarmasin/Bab 1

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Masalah dan Ruang Lingkup

Banjarmasin sebagai salah satu kota dagang yang sudah dikenal sejak berdirinya pada abad ke 16, kemudian menjadi bertambah penting pada abad ke 17 ketika Sultan Agung dari Mataram menyerang dan menghancurkan pelabuhan-pelabuhan dagang di pantai utara Jawa pada abad ke-17.

Di samping sebagai kota dagang, Banjarmasin merupakan pintu gerbang perekonomian tidak hanya bagi daerah Kalimantan Selatan sendiri, tetapi juga merupakan pintu gerbang perekonomian daerah Kalimantan Tengah. Bahkan tidak dapat dilupakan bahwa kota Banjarmasin selama perkembangannya lebih-lebih sejak kemerdekaan besar peranannya sebagai pusat kekuasaan dan percaturan politik di daerah ini.

Melihat kedudukan dan peranan kota Banjarmasin, seperti disebutkan di atas, maka masalah yang terkait di dalamnya banyak pula jenisnya. Namun demikian sebagai permasalahan yang akan diuraikan di dalam penulisan sejarah kota besar Banjarmasin ini menyangkut pertumbuhan ekonomi kota, peranan politis, dan pertumbuhan sosial politiknya. Namun penentuan permasalahan di atas tidak menutup kemungkinan diuraikannya pula masalah lainnya.

Adapun periodenya antara tahun 1950—1979. Penentuan periode ini sesuai dengan pertumbuhan kota-kota besar yang terjadi pada tahun 1950 tersebut.

1.2 Tujuan dan Sasaran Penelitian

Pemahaman arti dan peranan kota besar diperlukan dalam rangka usaha memahami pertumbuhan negara Indonesia ini. Demikian pula penulisan ini dapat dipakai sebagai bahan-bahan untuk informasi kepada masyarakat. Sedangkan dipandang dari sudut sejarah, maka penulisan ini dapat menyumbangkan arti bagi perkembangan penulisan sejarah di kemudian hari, sehingga penulisan ini juga bermaksud menjangkau tujuan yang lebih jauh, yakni sehubungan dengan pertumbuhan penulisan sejarah secara ilmiah.

1.3 Pertanggungjawaban Ilmiah

Dalam pengumpulan data dan penyusunan naskah ini, tim berusaha meneliti dan memanfaatkan berbagai sumber yang ada. Metode yang dipakai adalah metode kepustakaan, wawancara dan pengumpulan data-data di lapangan. Setelah data terkumpul tim mengadakan kritik dan seleksi terhadap data dimaksud dan kemudian melakukan analisa serta menyusunnya menjadi cerita sejarah.

Agar dapat memberikan gambaran ini yang runtun dan bulat, maka naskah ini disusun dalam suatu rangkaian cerita sejarah yang bersifat deskriptif — analistik, maka untuk memudahkan uraian dimaksud, naskah ini dibagi menjadi tujuh bab.

Bab I Pendahuluan; di sini antara lain diuraikan tentang masalah dan ruang lingkup, tujuan dan sasaran penelitian, dan pertanggungjawaban ilmiah.

Bab II: diuraikan lintasan sejarah Kota Banjarmasin sampai dengan tahun 1950. Uraian ini meliputi latar belakang perkembangan kota mulai tahun 1950 - 1979, yang isinya meliputi keadaan geografi secara umum, asal-usul Kota Banjarmasin, perkembangan administrasi pemerintahan, dan komposisi penduduk.

Bab III; diuraikan tentang kota dan lingkungan sesudah tahun 1950 sampai dengan tahun 1979, seperti pemekaran kota, berkembang secara perlahan dari bagian utara - selatan, timur dan barat. Pemekaran kota menurut jalur-jalur jalan, dan di belakang jalan pertumbuhan pemukiman-pemukiman dan perbaikan perkampungan telah diperhatikan oleh pemerintah pada saat ini. Akan tetapi sebelum tahun 1970 di belakang jalan atau di belakang rumah-rumah gedung, pertumbuhannya kurang baik, karena rumah-rumah ini dibangun secara tidak teratur, kecuali yang diprioritaskan pemerintah. Pertumbuhan penduduk dan mobilitas penduduk cukup tinggi, di samping belum adanya KB, juga akibat urbanisasi. Akan tetapi kenaikan itu tidak berarti, jika dibandingkan dengan luas atau rata-rata perkilometer persegi.

Bab IV; diuraikan tentang politik dan pemerintah, terutama mengenai perkembangan administrasi kota, dan yang lebih penting kekuatan-kekuatan sosial dan politik yang sebelum tahun 1966 menurut sistem banyak partai. Dalam pemilu tahun 1955, suara terbanyak adalah Nahdatul Ulama. Sedangkan pada pemilu 1971, dan 1977 suara terbanyak adalah Partai Persatuan Pembangunan untuk Kotamadya Banjarmasin. Secara Propinsi suara terbanyak Golongan Karya.

Bab V; diuraikan tentang sosial dan kebudayaan. Mengenai perubahan sosial tampak peranan kaum bangsawan turun setelah masuknya sistem pendidikan modern. Status tidak lagi berdasarkan keturunan, tetapi diukur menurut kategori pendidikan. Keberhasilan dalam pendidikan akan ada kecenderungan menduduki elite birokrasi. Agama tidak kalah pentingnya dalam segala segi kehidupan masyarakat Banjar. Tampak kemajuan dalam bidang keagamaan tercermin dengan bertambahnya mesjid dan meningkatnya jumlah jemaah haji. Di samping itu agama dan adat saling berdampingan, misalnya upacara perkawinan berpola pada cara Islam, kelahiran, memperingati lahirnya Nabi Muhammas pada bulan Maulud, dan membaca Isra dan Mi'raj pada bulan Rajab.

Dalam. bidang seni budaya pun dikembangkan dan dilestarikan terutama seni tradisional Banjar, baik tari, nyanyi, ukir, hias, sastera dan lain-lain. Hal ini erat kaitannya dengan pendidikan yang memacu pada anak-anak muda untuk berkreasi dalam bidang seni. Selain itu pendidikan memberi arah baru dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi dan budaya.

Perkembangan pendidikan itu tampak dari tahun 1950-1979 dengan makin bertambahnya SDN dan Swasta, SLTP Negeri dan Swasta, SLTA Negeri dan Swasta sampai perguruan tinggi. Tidak kalah pentingnya masalah-masalah sosial seperti pelacuran, kebakaran, dan rekreasi.

Bab Vl; diuraikan peranan ekonomi kota, yang meliputi peranan kota Banjarmasin sebagai pusat sirkulasi dan distribusi barang ke daerah pedalaman, dan ke luar daerah serta ke luar negeri. Terutama mengenai barang ke luar daerah dan ke luar negeri merupakan ekspor Kalimantan Selatan, dan impor ke Banjarmasin melalui pelabuhan Banjarmasin, tampak ekspor lebih tinggi daripada impor. Karena itu Kalimantan Selatan, terutama Banjarmasin dapat memenuhi kebutuhan daerahnya sendiri. Yang menjadi pokok utama Kotamadya Banjarmasin bertitik tolak pada pasar, pusat-pusat pertokoan, perbelanjaan sebagai kegiatan ekonomi kota. Dan yang lebih penting lagi dalam ikut menyemarakkan kesibukan kota adalah pedagang kaki lima.

Bab VII; diuraikan tentang perhubungan yang meliputi perkembangan jalan-jalan, jembatan-jembatan, terminal, dan dermaga kota sebagai urat nadi lalu lintas kota dan daerah pedalaman.

Dengan mudahnya perhubungan, membuat orang dapat bepergian ke mana-mana melalui jalan raya. Perhubungan yang makin ramai dapat pula menyebabkan terjadinya penyebaran penduduk dan tempat tinggal, karena adanya saran dan pra-sarana yang cermat, aman dan relatif murah. Hubungan ke daerah pedalaman mudah, sehingga arus barang-barang dari luar dan dari pedalaman itu sendiri makin lancar.

Bab VIII adalah bagian penutup.