Rimba-Rimba/Bab 17

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
52586Rimba-Rimba — Bab 17Joni Syahputra

Rimba-Rimba




SUHU POLITIK PERGEJOLAK

Suhu politik bergejolak. Pemerintahan tidak stabil. Korupsi merajalela. Perdebatan-perdebatan dalam tubuh konstituante juga tidak kunjung reda. Hal itu diperburuk dengan kian tidak harmonisnya hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Perang saudara tidak bisa dihindarkan.


Sikap tidak puas daerah terhadap pemerintah pusat itu mendapat dukungan dari berbagai panglima militer. Malah keadaan kian meruncing. Beberapa panglima militer membentuk Dewan Banteng di Sumatra Barat yang dipimpin Letkot Ahmad Husein pada 20 Desember 1956. Kemudian Dewan Gajah dibentuk Kolonel Maludin Simbolon di Medan pada 22 Desember 1956. 18 Februari 1957, Dewan Manguni di Manado yang dibentuk oleh Letkol Ventje Sumual.



127

Rimba-Rimba


Pembentukan dewan-dewan tersebut diikuti pengambilalihan kekuasaan daerah setempat. Akhirnya ' pembentukan dewan-dewan itu menjadi sebuah gerakan terbuka yang dikenal dengan PRRI/Persemesta, Perang terbuka tidak bisa dihindarkan lagi.


***


10 Februari 1958.


Ketua Dewan Banteng, Ahmad Husein, mengeluarkan ultimatum kepada pemerintah pusat yang menyatakan bahwa Kabinet Djuanda harus mengundurkan diri dalam waktu 5x24 jam.


Mendapat ancaman seperti itu, Pemerintah Pusat tidak gentar. Malah kemudian memecat secara tidak hormat Ahmad Husein, Maludin Simbolon, Zulkifli Lubis, dan Dahlan Djambek dari kedudukannya sebagai perwira militer.

Pada 12 Februari 1958, KSAD AH Nasution mengeluarkan perintah untuk membekukan Komando Daerah Militer Sumatra Tengah dan menempatkannya langsung di bawah komando KSAD.

Mendapat tanggapan seperti itu, 15 Februari 1958, Ahmad Husein memproklamasikan berdirinya Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Padang dan Syafruddin Prawiranegara sebagai Perdana Mentrinya. Proklamasi PRRI tanggal 15 Februari 58 itu disambut baik Indonesia Timur.

Untuk memulihkan kembali keadaan negara, pemerintah dan KSAD memutuskan untuk melancarkan operasi militer. Operasi ini diberi nama Operasi 17 Agustus. Operasi ini ditujukan untuk mematahkan



128

Rimba-Rimba


gerakan separatis dan juga menghambat mereka melebarkan kekuasaannya, Pertama kali APRI diturunkan di Pekanbaru untuk mengamankan kilang-kilang minyak di sana, Selama operasi tersebut, Sumbar dinyatakan dalam keadaan SOB (keadaan darurat perang) dan Sumbar menjadi daerah operasi militer.


***


Situasi yang memanas itu dimanfaatkan komunis. PKI siap menangguk di air keruh.

Strategi dan rencana sudah dipersiapkan dengan matang. Bachtaroeddin sebagai pimpinan PKI di Padang sudah mengirimkan sederet nama ulama terkenal Sumatra Barat. Rencananya jelas, jika situasi memburuk dan pemerintah mengirimkan pasukan untuk menumpas pemberontakan, PKI akan menyusup dalam penumpasan itu.

Namun tokoh-tokoh Minang bukanlah lawan yang enteng bagi PKI. Rencana PKI itu bocor sebelum dijalankan.

Pemimpin PRRI segera menyusun rencana yang akurat, Jika terjadi pemberontakan dan perang meletus, para ulama tidak akan dibiarkan terlibat. Mereka akan diasingkan di suatu tempat rahasia. Setiap ulama di daerah-daerah dikumpulkan dan disembunyikan. Ratusan orang ulama yang diasingkan di seluruh Minang.

Sclebihnya menyingkir ke luar Sumbar. Untuk menjalankan operasi yang diberi sandi Aman Akhirat atau disingkat AA itu, dibentuk pasukan khusus. Untuk wiayah Lembah Gumanti, termasuk sebagian wilayah Solok, para komandan PRRI masih mencari-cari sosok yang bisa dipercaya untuk memimpin operasi AA itu.


129

Rimba-Rimba

Melihat dari prestasi kerjanya, para komandan PRRI tersebut sepakat memilih Letnan Beni untuk memimpin operasi AA itu. Operasi itu sangat rahasia sekali. Mereka tahu, Beni bisa diandalkan.

Pilihan itu ternyata tepat. Ia bisa mengumpulkan dalam waktu yang singkat puluhan ulama dan mengumpulkannya di di sebuah goa di hutan Sungai Abu. Tidak ada yang tahu dari mana ia dapat informasi tentang lokasi itu. Akan tetapi begitu ia kemukakan soai tempat itu, komandan langsung menyetujuinya.

“Sungguh brilian.”

“Brilian.”

“Hebat.”

“Hampir menyamai kehebatan tokoh-tokoh komunis.”

“Ia serdadu yang super.”

“Ia serdadu yang baik. Patuh dalam tugas.”

Berbagai pujian di tengah rimba itu selalu mendengung-dengung di telinganya, Namun ia acuh saja dengan semua itu.

Ia tahu, para pemimpin PRRI sangat menyukainya, apalagi setelah sebuah kapal pengangkut 'terigu” dari Sibolga mendarat di Teluk Bayur. Kemudian isi-isinya dipindahkan ke truk. Nyaris tiada ketahuan. Walau akhirnya pesawat APRI mengejar hingga truk itu sekarang dinyatakan hilang

PKI memang kecolongan besar. Ternyata tujuannya ingin memusnahkan sumber-sumber kekuatan di Minangkabau didahului. Sctidaknya dari sekitar seratus orang paling berbahaya menurut daftarnya tidak satu pun ditemui. Semunya sudah raib entah kemana. Seakan hilang ditelan belantara.


130

Rimba-Rimba

“Kemanapun mereka lari, akan terus kita kejar,” ujar Suroso. fa adalah pimpinan tertinggi PKI yang disusupkan ke tentara APRI. Walaupun berpangkat Kapten dalam kemiliteran, namun dia sebenarnya adalah seorang agen komunis yang lihai dan licik. Sudah beberapa kali dididik di Moskwa dan sering beroperasi di Jerman. Namun kini secara khusus dia diminta untuk masuk ke Minangkabau dan menghabisi cikal bakai musuh-musuhnya.

Baginya, tugas itu sangatlah berat. Ia tahu Sumatera Barat. Ia suah kenal dengan daerah ini. Walaupun secara lahir ia baru pertama kali menginjakkan kaki di Kota Padang, namun baginya, ide-ide dan pemikiran serta gagasan yang datang dari Sumatera Barat sudah merasuk ke dalam jiwanya.

Ia kagum dengan Hatta, Hamka, Natsir, Syahril, Agus Salim, Tan Malaka dan beberapa tokoh lainnya yang berasal dari Sumatra Barat. Atau kalau boleh ia bersikap secara pribadi, ia membela pemberontakan yang terjadi.

la tahu bagaimana ketidakadilan berjalan dengan begitu baik, sehingga mengakibatkan kemuakan yang mendalam bagi tokoh-tokoh PRRI itu. Ia tahu bagaimana rasanya diperlakukan tidak adil.

Namun, sebagai seorang tentara pemerintah, ia harus memberantasnya. Tapi, ia tidak peduli semua tugas untuk pemberontakan itu. Ia sekarang berada di kompi strategis. Artinya ia hanya sebagai pemikir serangan dan tdak perlu telibat lebih jauh dari lapangan. Dengan demikian ia punya waktu banyak untuk melaksanakan tugas-tugasnya.

Kaburnya para ulama-ulama itu menjadi salah satu kegagalan besar baginya. Ia sering mendapat tekanan dari


131

pimpinan pusat. Sebagai agen terbaik ini adalah kegagalan pertama yang sangat menyakitkan baginya.

“Temukan dan akhiri,” telegram dari pusat itu dibacanya berulang kali. Sebenarnya ia sudah tidak mau melaporkan kejadian itu pada pimpinan pusat. Akan tetapi berita itu akhirnya bocor juga dan dia harus mempertanggungjawabkan semua kelalaiannya itu,

la tahu bagaimana dinginnya sel penjara. Ia pasti akan merasakan itu jika tugasnya gagal. Ia tahu bagaimana penyiksaan-penyiksaan oleh pasukan komuniken. Pasukan-pasukan yang berani dan kejam, bengis serta ganas.

“Temukan dan habisi.”

Ia baca beberapa kali telegram itu. Sebenarnya ia ingin membalas. Atau ia sebenarnya sejak dulu sudah angkat tangan untuk masuk ke jantung Sumatera Barat. Ia tahu kisah kerbau kecil yang menanduk kerbau besar dengan taji-taji tajam di ujung mulutnya. Ia tahu kecerdikan orang Sumatera Barat yang mampu mengalahkan pasukan besar dari Majapahit, hanya dengan kecerdikan otak belaka.

Dan sekarang ia harus berhadapan dengan cucu-cucu Orang yang dulu mengalahkan ahli strategi Majapahit itu.

“Apa mungkin?”

“Rasanya saya tidak akan mampu.”

“Tapi setidaknya kawan harus mencoba. Jangan kawan mengatakan hal seperti ini pada orang lain. Mereka tidak akan mengerti, Sel penjara itu dingin, kawan.”

la tahu, ia tidak akan mampu. Orang yang berhasil di Sumatera Barat adalah orang yang akan berhasil di daerah manapun juga. Berhasil menuntaskan tugas di Sumatera Barat berarti akan berhasil juga di daerah manapun. Sebaliknya, berhasil di daerah lain, belum tentu berhasil di Sumatera Barat.

Kemudian ia mengatur agen-agennya untuk menelusuri dimana dan kemana ulama-ulama itu disembunyikan. Kemudian dia mengatur agen-agennya. untuk menelusup. Setidaknya ada 20 agen loyal dan pengalaman tinggi yang diturunkan. Ia diberi waktu satu bulan untuk menuntaskan misinya.

"Cari dan habisi."

Setelah satu bulan itu diprediksi perang sudah usai dan ia tidak bisa lagi berlindung di bawah tentara pusat. Jika terus bergerak, ia akan dihabisi oleh tentara pusat itu sendiri.

Ia tahu, paling lama satu bulan perang akan berakhir. Ia tahu ini bukanlah sebuah pemberontakan yang ingin mendirikan sebuah negara yang merdeka. Ia tahu PRRI adalah sebuah gerakan koreksi terhadap pemerintah.

"Mereka tidak serius," kata-kata itu sduah berada di kalangan petinggi militer yang datang ke Sumatera Barat.

20 agen terbaik itu disebar ke seluruh penjuru Sumatera Barat untuk menelusuri jejak-jejak pelarian. Dari 20 agen terbaik itu, Beni adalah nama yang paling menonjol.

"Kita diberi waktu dalam satu bulan."

"Satu bulan?" teriak anggotanya.

"Ya. Atau kita yang akan dihabisi."

Mereka mengangguk dan menghilang di balik kendaraan perang masing-masing.

Diam-diam Suroso mengontak Beni, agen mereka yang berhasil menyusup ke pedalaman. Ia menginginkan Beni menyelidiki semua itu. Ia tidak salah memilih Beni, karena kelihatannya, Beni dan pasukannya mampu menyelusup jauh ke jantung PRRI di rimba antah berantah di Sumatera Barat. Beni adalah tumpuan PKI di Sumatera Barat. PKI sudah lama berniat masuk dan menguasai Sumatera Barat, negeri para ulama. Sangat sulit untuk mencari jalan masuk. Kekuatan para ulama begitu hebat dan dahsyat. Akhirnya Suroso mendapat celah sejak tanggal 17 Agustus 1945, PKI adalah kekuatan politik pertama yang mengorganisasikan dirinya di Sumatera Barat dengan memanfaatkan makloemat Nomor X awal November 1945.

Suroso kemudian mendirikan cabang PKI pertama kali tanggal 12 November 1945 dengan dipelopor oleh Bachtaroeddin di Padang. Bahkan kehadiran PKI mendahului berdirinya partai-partai Partai Islam seperti Perti dan Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII). Kedua partai itu baru didirikan akhir November.

Sedangkan Masjumi yang menjadi partai besar dan seteru PKI justru baru didirikan Februari 1946. Di Sumatera Barat sendiri PKI mendapat posisi ketiga setelah Masjumi dan Perti.

Suroso menyadari akan sangat sulit untuk menghancurkan kekuatan-kekuatan musuhnya. “Untuk menghancurkan mereka tidak ada cara lain. Kekerasan dan perang." Begitu hasil pertemuan Suroso dengan pimpinan PKI lainnya d Padang. "Perang secara kasar jelas tidak mungkin. Itu sama saja dengan membangunkan ular tidur," Bachtaruddin menyahut.

"Kita harus memakai cara halus. Siasat. Sekali lagi siasat dan perhitungan yang matang.

Begitulah, hari demi hari perundingan antara petinggi PKI di Padang terus berlanjut. Akhirnya mereka menemukan celah dengan masuknya tentara-tentara pusat ke ranah Minang. PKI berhasil membonceng di belakang.

Selama masa penumpasan PRRI, Bachtaroeddin selain membentuk pasukan khusus, juga membentuk Organisasi Keamanan Rakyat (OKR). Usul tersebut disetujui pimpinan di Jakarta. Lama kelamaan OKR itu berubah menjadi Organisasi Pertahanan Rakyat (OPR). Suroso, yang merupakan agen terbaik bagian intelijen diperintahkan memimpin OPR.

OPR menjadi ujung tombak dalam melakukan berbagai teror, intimidasi dan tindakan-tindakan brutal terhadap rakyat. Kekuasuan OPR betul-betul sudah merambah ke pedesaan wali-wali nagari yang pro PRRI diganti dengan pro PKI. Cara halus maupun kasar pun dipakai.


***




135

Rimba-Rimba