Rhicmondku Sayang

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Rhicmondku Sayang
oleh Mimi Silvia
52637Rhicmondku SayangMimi Silvia

RHICMONDKU SAYANG

Mimi Silvia

SMAN 1 Batusangkar

Deg... deg... deg...

MATANYA menusuk-nusuk jantungku. Senyum mekarnya melelehkan tubuhku. Kulitnya yang putih bersih menambah kilau hati. Badannya tinggi semampai. Wajahnya terukir indah bagaikan pangeran yang sering kulihat di film kartun. Dia ciptaan Tuhan yang sempurna, oh sorry! Maksudku sangat sempurna, yah, sangat sempurna. Kupastikan juga kau akan menggelepar-gelepar mendengar suaranya.

Rhicmond, kuberi gelar demikian karena dia pelindung sejatiku, Teman dalam suka dan duka. Dia satu-satunya cowok tertampan yang pernah mengisi hidupku. Ah..., tampan banget! Sekarang dia berdiri ala model di gerbang SMA-nya. Lagi- lagi aku mengikutinya pagi ini. Kuperhatikan matanya, O..., ow, tak begitu bersahabat pagi ini. Apa itu karena aku? Mmm..., tidak, mata itu tampak gelisah. Yah! Sedikit kecemasan kukira. Dia terus menengok ke kiri dan ke kanan. Lho, ada apa dengan Richmond? Tak seperti biasanya.

Dia sibuk merapikan rambutnya yang berdiri ala Kipli, anak kecil yang sering kulihat di kotak kaca ajaib. Aku perhatikan wajahnya, masih saja cemas. Ah, Rhicmond, apa yang bisa kubantu untuk menghilangkan kecemasanmu?

Tak berapa lama kulihat senyum menggoda dari bibirnya yang seksi. Aduh, senyummu maut banget, Rhicmond. Sekarang dia berdiri mematung, lho? Yap, dia mematung dan o... ow, siapa yang ditatapnya?

Seorang gadis cantik membalas senyum Richmondku. Rhicmond masih saja mempertahankan senyum sempurnanya. Aku menatap sinis ke gadis berkulit putih itu. Wajah cewek itu, yah..., lumayan cantik. Tapi, kupastikan aku tak kalah cantik dari dirinya!

Gadis itu berhenti tepat di depan Rhicmond. Mereka tertawa bahagia. Hot...hot... hot..., hatiku panas. Siapa dia? Mengapa dia mendekati Rhicmond? Apa haknya? Apa pengorbanannya untuk seorang Rhicmond? Pertanyaan demi pertanyaan bergema di dadaku. Aku yang selalu berada di samping Rhicmond. Aku yang selalu mengingatkannya kalau yang selalu dia lupa mengerjakan salat. Aku membangunkannya setiap subuh. Sangat banyak yang kulakukan untuk seorang Rhicmond. Nah, cewek itu! Apa yang pernah dia lakukan untuk Rhicmondku. Apa?

Lagi-lagi mereka tersenyum manis. Sakit! Ini menyakitkan. Tak ada yang boleh mendekati Rhicmondku. Tidak seorang pun! Tidak! Takkan pernah kuizinkan! Cowok sempurna itu hanya milikku. Dia diciptakan untukku. Harus!

Si cewek berambut panjang itu bercerita dengan Rhicmond. Apa yang mereka ceritakan, aku sama sekali tidak tahu. Maklumlah, mereka berada di seberangku. Motor-motor liar di depanku sangat mengganggu gendang telinga. Tapi. sesekali kudengar cekikikan manja dari gadis itu, mungkin Rhicmond sedang melucu. Hatiku semakin panas! Aku terus memperhatikan tingkah mereka. Kali ini gadis itu menjatuhkan bukunya. Mereka berdua kompak mengambil. Sial! Gadis sial! Dia memakai trik yang sering kulihat di televisi. Dan..., oh, tidak! Gadis itu mendekatkan bibirnya yang merah jambu ke bibir Rhicmondku. Apa ini? Jangan-jangan mereka akan ciuman. Brengsek!

Kuperhatikan di sekeliling kami. Tidak ada orang. Hanya ada mobil-mobil liar yang melintas di depan kami. Kupastikan tak seorang pun ada di sana yang akan memperhatikan Rhicmondku. Tak seorang pun! Aku mulai berpikir, yap, aku harus! Aku harus melakukan sesuatu. Aku takkan betah terus menjadi penonton di sini. Takkan kubiarkan gadis centil itu menodai bibir Rhicmondku. Takkan pernah!

Aku berlari menuju mereka. Tak kuhiraukan mobil yang ngebut di depanku. Itu urusan belakangan. Aku terus berlari. Yap, aku hampir sampai di depan mereka.

Sesampai di sana, kugigit celana panjang Rhicmond. Dia kaget, ditatapnya wajahku. Mukanya memerah. Apa dia akan kembali marah, seperti tadi pagi? Saking marahnya, dia melemparkan buku pelajarannya ke tubuhku. Karena aku telah menodai kamarnya. Tapi..., sekarang dia tersenyum maniii..s padaku. Seakan-akan tak pernah ada konflik di antara kami. Dia malah menggendongku. Rhiemondku sayang.

"Kau mengikutiku sampai sekolah, ya?" jemarinya yang panjang membelai-belai tubuhku. Aku menunduk malu!

"Maafkan aku, Trixi," sahutnya kembali.

"Ngeong," jawabku merdu.

Kupandang matanya yang sayu. Aduh, Rhicmond sayang, andai saja aku seorang gadis cantik. Aku akan mengajakmu berkencan. Dia terus membelai mesra bulu tubuhku yang putih, cling! Aku tersenyum bangga sambil melirik gadis liar itu.

"Ini kucing kesayanganku," dia memperkenalkanku ke... yah, kuakui dia seorang dara manis.

"Ini pacarku, Leila," Rhicmond memperkenalkanku ke cewek itu. O... ow, tunggu dulu, pacar? Kerongkonganku tercekat. Apa itu berarti mereka sudah pernah berkencan? Apa itu juga berarti mereka sudah pernah melakukan adegan tadi? Ouar..., ada semburan api di dadaku.

Si brengsek itu menggendongku. Dia tersenyum palsu dan mengelus-elus tubuhku. Aku menatap garang ke arahnya. Cewek brengsek, dia menodai tubuhku dengan jemarinya yang pasti banyak kumannya. Lagi pula, dia tak punya hak untuk menggendongku. Aku tak sudi!

“Ngeong,” pintaku pada Rhicmond supaya dia segera mengambilku dari tangan gadis itu. Rhiemond keasyikan ngobrol dengan cewek itu. Rhicmond sama sekali tak mempedulikanku!

“Ngeong,” lagi-lagi kuulangi ngeongku. Rhicmond menatapku.

“Belajarlah untuk bersahabat dengan Leila,” satu kalimat terlontar dari mulutnya. Bersahabat? Haha sorry, itu takkan pemah terjadi. Ah, Rhicmondku, sayang sekali kau tidak tahu aku ini seorang Putri Kucing. Aku sangat dikenal dan dihargai di negeriku. Aku sangat berhak menentukan siapa yang pantas untuk menjadi temanku. Cewek sialan ini bukan tipe teman yang baik untukku.

“Ngeong,” aku kembali meminta turun. Rhicmond cuek, gadis itu lebih cuek lagi. Mereka keasyikan ngobrol.

“Ngeong,” lagi-lagi Rhicmond tidak peduli padaku. Mereka tetap cuek! Mereka malah tertawa bahagia. Ini tak bisa dibiarkan! Mereka telah mempermalukanku. Dasar manusia!

“Ngeong,” lagi-lagi kupinta sedikit perhatian dari Rhicmond, masih tak ada tanggapan. Kugigit tangan nenek sihir itu. Dia terpekik kaget dan menjatuhkan tubuhku. Aduh, tubuhku! Rhicmond tolong aku, dong!

“Apa yang kau lakukan?” Rhicmond memegang tangan gadis itu. Matanya berapi-api menatapku. Mukanya memerah. Dia murka. Ma..., maafkan aku Rhicmond. Bukan maksudku, tapi itulah yang terjadi. Lagi pula, aku juga kesakitan, kok!

“Kau takkan kumaafkan. Pergi!” Di... dia mengusirku.

Aku berlari kencang. Lagi-lagi aku tak peduli dengan mobil-mobil yang lalu lalang. Sial! Cewek sial, dia pembawa sial. Semua ini gara-gara gadis itu, Dia berusaha membuatku merasa bersalah di depan Rhicmond. Aku terus bertari ke seberang sana, tempat aku berdiri tadi.

Impianku hancur! Luluh! Rhicmond mengusirku, takkan ada lagi yang menghiraukanku. Dia benar-benar membenciku.

“Malangnya aku menjadi hewan,” aku berteriak iba hati.

“Tidak, kau harus bangga,” ada suara dari arah belakangku. Rasanya suara itu pernah kukenal. Rasa penasaran di sekujur jiwaku, aku menengok ke arah sumber suara itu.

“Pak Haji,” sapaku, sedikit merasa malu karena dia mendengar perkataanku. Kucing belang itu amat disegani di kaum kami. Dia pernah dibawa majikannya ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji.

“Kau harus bersyukur, Anakku. Kita sudah diberi hidup. Itu anugerah yang sangat luar biasa.”

“Apanya yang anugerah, Pak Haji? Minta dicintai saja, aku tak dikasih oleh Sang Pencipta,” umpatku.

“Hei-hei! Itu salahmu. Banyak yang menyukaimu, malah pangeran di negeri seberang yang terkenal ketampanannya,” ucapnya. Aku tertunduk malu.

“Ya, tapi, aku hanya ingin Rhicmond menyukaiku,” aku berusaha membela diri. Pak Haji geleng-geleng kepala sambil senyam-senyum.

“Itu salahmu, Sayang. Keinginanmu terlalu tinggi. Terlalu sulit untuk digapai. Kau kucing, dia manusia. Sangat jauh! Jangan samakan dirimu dengan manusia itu.”

“Maksud, Pak Haji?”

“Ya, boleh-boleh saja bercita-cita setinggi apa pun. Tapi, jangan salahkan Allah, jika yang diharapkan tidak sampai karena Allah hanya akan mewujudkan mimpi orang-orang yang berusaha diiringi dengan doa. Kau tahu banyak, manusia hanya bisa mengumpat, seakan-akan Allah tidak pernah menyayanginya.”

“Bagaimanapun manusia itu makhluk yang mendekati kesempurnaan,” aku menanggapi perkataannya tadi. Beliau mengangguk setuju.

“Nah, Pak Haji, kalau begitu, tolong doakan aku agar bisa menjadi manusia,” pintaku. Lagi-lagi dia tersenyum.

“Mengapa kau ingin menjadi manusia?” sebuah pertanyaan terluncur dari mulutnya. “Agar aku bisa menjadi pacar Rhicmond,” jawabku tanpa pikir panjang.

“Ingat pacaran itu mendekati zina bagi manusia,” dia membuatku sedikit garang.

“Ya, sudah, semoga aku bisa menjadi istrinya kelak,” jawabku. Kali ini dia tersenyum ramah.

“Tidak semua yang kau lihat baik itu baik,” ungkapnya. Aku mengernyitkan dahiku, dia memperhatikanku.

“Jadilah dirimu sendiri,” ungkapnya seakan-akan bisa membaca pikiranku. Lalu, dia segera pergi. Kuperhatikan dirinya yang semakin jauh, jauh, danjauh. Dia lenyap ditelan jalanan.

“Jadilah diri sendiri,” aku mengulang-ulang kata-katanya. Kutelan kata-kata itu. Apa maksud Pak Haji? Memang, dia suka memberi teka-teki yang tak butuh jawaban. Hanya, kali ini aku tak bisa memahami perkataanya.

Kembali kucerna kata-kata itu, jadi diri sendiri, mmm, mungkin maksudnya aku tetap menjadi seorang kucing. Aku berusaha mengingat pembicaraan tadi. Tak semua yang kau Lihat baik itu baik. O...ow, apa manusia itu mempunyai kekurangan? Apa kekurangannya? Oh, Tuhan, tolong tunjuki aku. Izinkan aku melihat kekurangan manusia.

Kudengar suara seorang ibu di depanku. Mataku refleks menatapnya. Aku perhatikan dia yang terus berteriak sambil menunjuk sebuah tas yang dibawa lari oleh seorang pemuda. Rhicmond bilang, orang itu diberi gelar pencopet. Itu pekerjaan yang paling jelek di mata Rhicmond. Hanyakah itu yang disebut kekurangan manusia?

Aku terus berjalan dan berjalan, lagi-lagi aku mendengar pekikan seseorang. Kucari sumber suara. Di mana dia? Aku terus mencari sumber suara. Yap, sepertinya di gudang itu. Segera aku berlari kencang ke arah sana.

Kuintip, kutemukan seorang gadis yang berpakaian seksi dan seorang pemuda yang sedang menikmati kemolekan tubuh gadis itu. Gadis itu meronta-ronta meminta pertolongan, Haruskah aku menolong gadis itu?

Tunggu dulu, aku harus tahu sebabnya. Kembali aku bermain dengan alam pikiranku. Lalu, kacoba memperhatikan cewek itu. Dia memakai rok setengali paha dan bait dalaman yang kukenal dengan nama tank top. Serba ketat!

Aku menatap mereka berdua dengan ekspresi yang berbeda. Rhicmond bilang itu tindakan kurang ajar bagi manusia. Kupikir itu benar, aku saja sebagai hewan menatap jijik ke arah mereka.

Hai, aku baru menyadarinya. Sekarang aku ingin tertawa lepas. Manusia ciptaan yang paling sempurna, tapi berperilaku seperti komunitasku. Ya, layaknya binatang! Aku sendiri seekor binatang bermimpi ingin menjadi seperti mereka. Manakah yang lebih baik di antara kami?

“Ngeong,” aku mengerang kuat. Pemuda itu menatapku penuh murka. Dia mengambil sebuah sapu dan bersiap-siap memukulku.

Pesan untuk wargaku: Waspadai manusia di sekelilingmu!